PEKANBARU (Independensi.com) – Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) menyayangkan upaya sejumlah oknum anggota DPRD Riau untuk menggabungkan Dinas Kebudayaan (Disbud) dengan dinas lain, seperti Dinas Pariwisata, Dinas Pemuda dan Olah Raga. Upaya ini terkesan mengerdilkan peradaban, langkah mundur dalam pembangunan karakter banggsa dengan landasan kearifan lokal, khususnya Melayu Riau. Hal itu disampaikan Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat – Lembaga Adat Melayu Riau (Ketum MKA LAMR) Datuk Seri H Al Azhar kepada wartawan Rabu, (24/7/2019) di Pekanbaru
Penggabungan Dinas Kebudayaan dengan dinas lain yang saat ini sedang dibahas dalam Panitia Khusus DPRD Riau tidaklah masuk akal serta tidak kultural, kalau hanya alasan kecilnya anggaran mengakibatkan Dinas Kebudayaan terseok—seok. Dinas Kebudayaan baru berdiri dua tahun sebagai wujud perhatian terhadap kebudayaan sejalan dengan visi Riau sebagai pusat kebudayaan Melayu di Asia Tenggara. Selama ini kebudayaan di urus satu bidang serta pejabatnya eselon tiga. “Kalau anggarannya kecil, kan tinggal menambah agar anggarannya lebih besar, itu saja,” kata Al Azhar
Lebih lanjut Al Azhar mengatakan, penolakan penggabungan dinas kebudayaan dengan dinas lainnya disebabkan dinas kebudayaan berurusan langsung dengan pelestarian dan pewarisan, sedangkan pariwisata berorientasi pada pemasaran. Kedua hal ini kadang-kadang bertolak belakang, karena perbedaan orientasi.
Keberadaan dinas kebudayaan Riau menjadi perhatian daerah lainnya, sehingga beberapa daerah mengikuti jejak Riau mendirikan dinas kebudayaan. Seperti Sumatera Barat, DKI Jakarta, bahkan mereka sering melakukan studi perbandingan ke Riau. Perolehan kategori warisan budaya tak benda (WBTB), Riau di bawah Yogyakarta yang memiliki anggaran Rp 500 milyar, sedangkan anggaran Riau hanya sekitar Rp 10 miliar untuk tahun 2019.
Ditempat terpisah, Taufik Arakhman anggota DPRD Riau dari Partai Gerindra kepada Independensi Kamis (25/7) pagi menjelaskan bahwa, penggabungan Dinas Kebudayaan dengan dinas-dinas lainnya masih sebatas wacana, ini masih dalam pembahasan di Panitia Khusus (Pansus) DPRD Riau.
Setiap anggota menyampaikan pandangannya masing-masing. Dalam pembahasan pansus revisi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) kita sudah melakukan konsultasi dan observasi. Mekanismenya, memang Pemerintah Provinsi Riau yang melakukan perubahan OPD. Tugas kita hanya mengesahkan. “Kita pasti mempertimbangkan manfaat sebuah OPD serta anggarannya bagaimana,” kata Taufik.
Menyikapi informasi penggabungan dinas kebudayaan dengan dinas lainnya, Rabu (24/7/2019) siang, puluhan seniman dan aktifis kebudayaan di Riau mendatangi Lembaga Adat Melayu Riau yang disambut Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat Melayu Riau (LAMR) Datuk Seri H Al Azhar.
Pada kesempatan itu, Kafrawi mewakili seniman dan budayawan Riau mengatakan bahwa mereka sangat terhenyak mendengar rencana penggabungan Dinas Kebudayaan Riau serta menolak digabung dengan dinas lainnya. “Kebudayaan adalah roh pembangunan di negeri ini,” tegasnya.
Dikatakan, untuk melahirkan Dinas Kebudayaan ini, semua pihak bersusah payah dengan berbagai kajian ilmiah. Jika Dinas Kebudayaan digabungkan, ini sama saja memperkecil arti kebudayaan itu sendiri.
Oknum anggota dewan yang ingin menggabungkan Dinas Kebudayaan itu, pengetahuannya tentang kebudayaan sangat sempit, akibatnya membuat Riau semakin kerdil. Niat oknum anggota dewan yang ingin menggabungkan dinas kebudayaan dengan dinas lainnya, tidak bisa di diamkan. Masalah kebudayaan bukan masalah sepele, perlu ada sikap, kata Hang Kafrawi. (Maurit Simanungkalit)