Menteri Basuki : Peningkatan Pelayanan Jalan Tol Bukan Sekadar Mengejar Pemenuhan SPM

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono meminta agar dalam peningkatan pelayanan jalan tol tidak hanya semata mengejar tercapainya Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pemenuhan persyaratan penyesuaian tarif tol. Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) didorong untuk meningkatkan kualitas layanan jalan tol secara berkelanjutan karena kebutuhan dan permintaan masyarakat yang semakin tinggi.

“Hari ini kita menyepakati kerja sama untuk menghadirkan lingkungan jalan tol yang lebih baik. Kami menyakini dengan lingkungan jalan tol yang lebih baik akan berkontribusi terhadap kenyamanan dan keselamatan dalam mengemudi di jalan tol, khususnya tidak hanya jalannya tetapi juga rest areanya,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam acara diskusi bertajuk Pengelolaan Jalan Tol Berkelanjutan di Gedung Auditorium Kementerian PUPR, Jakarta, Jumat (2/8/2019).

Hadir dalam diskusi tersebut para pimpinan tinggi madya dan pratama Kementerian PUPR, para direksi dari sejumlah BUJT, perwakilan asosiasi pengelola TIP, Tokoh Arsitek Indonesia Johan Silas, Sosiolog Imam B. Prasodjo, dan Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio dengan Moderator Ellen Tangkudung dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).

Rest area merupakan bagian dari standar pelayanan jalan tol yang perlu dikelola secara profesional, karena sangat penting dalam mendukung aspek keselamatan dan kenyamanan berkendara di jalan tol. Keberadaan rest area saat ini telah menjadi perhatian luas publik dan tuntutan atas kualitas pelayanan rest area terus meningkat terutama pada masa hari libur Lebaran, Natal dan Tahun Baru.

Menteri Basuki juga telah mengeluarkan Permen PUPR No. 10/PRT/M/2018 tentang Tempat Istirahat dan Pelayanan Pada Jalan Tol. Dalam Permen tersebut telah diatur diantaranya fasilitas yang harus tersedia di TIP yang terbagi menjadi tiga tipe yakni TIP tipe A, tipe B, dan tipe C.

Untuk TIP tipe A atau tipe tertinggi, misalnya harus tersedia paling sedikit fasilitas SPBU, ATM, toilet, klinik kesehatan, bengkel, mushola, warung atau kios, minimarket, restoran, ruang terbuka hijau dan tempat parkir. TIP juga harus dilengkapi fasilitas untuk kemudahan penyandang disabilitas.

Menteri Basuki menyatakan kehadiran rest area terutama di jalan tol yang baru, selain berfungsi untuk tempat singgah pengendara, juga didorong untuk dapat memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi masyarakat lokal, melalui penyediaan kios-kios bagi usaha kecil dan menengah untuk mempromosikan produk dan kuliner lokal.

“Rest area harus memenuhi fungsi pokoknya sebagai tempat istirahat dengan dilengkapi fasilitas seperti toilet, mushola dan tempat makan. Selain itu terdapat stasiun pengisian bahan bakar umum. Tingkat pelayanannya akan terus kami evaluasi bersama dengan melibatkan BUJT dan asosiasi pengelola rest area,” ujarnya.

Menteri Basuki menuturkan pada tahun ini Kementerian PUPR akan melakukan penilaian terhadap kualitas layanan jalan dan TIP di seluruh ruas jalan tol. Saat ini di Trans Jawa terdapat 78 unit rest area yang terdiri dari 56 unit sudah beroperasi dan 22 unit tahap konstruksi. Sedangkan di Trans Sumatera berjumlah 18 unit rest area.

“Ini yang masih perlu ditata agar lebih baik dan berkelanjutan. Hasil penilaian akan diumumkan pada acara Peringatan Hari Bakti PU pada tanggal 3 Desember 2019,” tutur Menteri Basuki.

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Bidang Sosial Budaya dan Peran Masyarakat Sudirman mengatakan kualitas layanan TIP secara menyeluruh harus mampu memberikan kenyamanan bagi pengguna pada beberapa aspek utama yakni kenyamanan, kerapihan/kualitas lingkungan, dan kelengkapan fasilitas untuk kesetaraan gender bagi kaum difabel, orang lanjut usia, wanita, dan anak-anak.

Ketua Umum Asosiasi Tol Indonesia Desi Arryani mengakui bahwa untuk melakukan perombakan TIP pada ruas jalan tol yang sudah sejak lama dibangun memang tidak mudah. Menurutnya saat jalan tol tersebut dibangun, pelayanan rest area belum diatur lebih rinci pengaturannya serta belum mengakomodir kebutuhan yang semakin berkembang pada saat ini, seperti dalam hal pemenuhan kesetaraan gender. “Untuk rest area yang baru sudah lebih teratur, sementara rest area yang sudah ada sebelumnya membutuhkan waktu untuk peningkatan kualitas layanannya,” ujar Desi Arryani.