GRESIK (Independensi.com) – Budidaya udang Jerbung (Penaeus merguensis) sudah mulai memasyarakat.Oleh karenanya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mendorong pengembangan budidaya udang merguensis ini di berbagai daerah di Indonesia. Salah satu upayanya yakni dengan memberikan bantuan dan pendampingan kepada pembudidaya.
“Udang merguensis merupakan komoditas yang tepat untuk dikembangkan di Indonesia karena ketersediaan induk hampir tersedia di seluruh wilayah perairan Indonesia, sehingga memudahkan untuk dilakukan pengembangan. Selain merupakan jenis udang lokal asli Indonesia, secara teknis komoditas ini mempunyai potensi ekonomi yang lebih menguntungkan dengan biaya produksi usaha yang lebih efisien serta lebih tahan terhadap penyakit“ ungkap Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto dalam sambutannya pada saat melakukan kunjungan kerja di lokasi budidaya udang merguensis milik pokdakan Windu Rejo di Kecamatan Sidayu Gresik, Kamis (26/9).
Sebelumnya Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) melalui Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara telah berhasil menginisisasi program pemuliaan buatan (seleksi breeding) untuk penyediaan stok benih udang jerbung bermutu bagi masyarakat pembudidaya di Indonesia.
Program ini menghasilkan induk unggul jerbung dengan status Specific Pathogen Free (SPF), pertumbuhan cepat dan lebih tahan terhadap perubahan lingkungan, sehingga dapat mengurangi ketergantungan induk hasil tangkapan di alam serta mengurangi resiko penyakit. Inisiasi ini berhasil mendapatkan penghargaan Satyalancana Wira Karya dari Presiden Republik Indonesia pada bulan Agustus 2019 yang lalu.
“Saat ini KKP sedang melakukan uji multi lokasi untuk melihat performance yang dihasilkan untuk selanjutnya dapat kita tingkatkan kualitas benih, penyiapan induk hingga ke sistem pembudidayaan yang paling tepat. Selain di Gresik, lokasi percontohan juga telah dilakukan juga di Pemalang, Brebes, Demak dengan pembinaan langsung dari BBPBAP Jepara bekerjasama dengan penyuluh dan dinas perikanan setempat “ sambung Slamet.
Slamet menambahkan “Keberhasilan teman-teman BBPBAP Jepara patut diberikan apresiasi karena dapat mengangkat kekayaan alam asli Indonesia serta menumbuhkan diversifikasi usaha khususnya untuk komoditas udang. Udang merguensis atau dipasar ekspor dikenal dengan banana shrimp ini banyak disukai konsumen khususnya dari Jepang. Selain citarasa yang lezat, konsumen Jepang juga menyukai warna udang Jerbung yang cenderung lebih merah apabila dimasak.”
Sebagaimana diketahui, udang merupakan komoditas utama penopang kinerja ekspor produk perikanan Indonesia. Volume ekspor udang pada tahun 2018 mencapai 197,42 ribu ton atau 17,53% dari total ekspor produk perikanan indonesia. Sementara nilai ekspor udang pada tahun yang sama yaitu sebesar US$ 1.74 miliar, yang merupakan 35,84% dari total nilai ekspor produk perikanan Indonesia atau memiliki nilai tertinggi diantara komoditas lainnya.
Slamet melanjutkan “Khusus Gresik, DJPB telah memberikan bantuan berupa 723.000 benur udang kepada Pokdakan Windu Rejo di Sidayu serta 501.000 benur udang kepada Pokdakan Mina Mandiri di Ujung Pangkah. Tidak menutup kemungkinan bantuan lain seperti PITAP atau excavator akan segera disinergikan untuk membangun lokasi budidaya berbasis kawasan yang terfokus pada komoditas ini.”
Slamet menilai hal ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024 yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dimana salah satu sasarannya adalah menyediakan sistem penyediaan air untuk komoditas bernilai tinggi.
“Untuk selanjutnya pembangunan berbasis kawasan akan terus dikedepankan sehingga secara otomatis akan terbentuk kawasan khusus udang vaname, kawasan khusus udang windu, kawasan khusus udang merguensis dan kawasan polikultur yang diharapkan tidak mencemari satu sama lain agar menuju perikanan budidaya yang berkelanjutan “ papar Slamet.
Data menunjukkan dari potensi sekitar 3 juta ha lahan tambak, baru termanfaatkan sebanyak 650 ribu ha, atau hanya sekitar 22% saja. Dengan potensi lahan yang begitu besar, komoditas udang masih dapat terus dikembangkan, utamanya untuk udang yang bersifat adaptif seperti merguensis.
Slamet juga menilai ketergantungan udang merguensis kepada pakan alami sangat cocok untuk sistem budidaya ekstensif. Sistem budidaya ini dapat mendorong pemanfaatan lahan idle tradisional plus sampai dengan semi intensif maupun sebagai ekstensifikasi lahan yang sudah berjalan.
“Ke depan, perbanyakan benih akan dibentuk pola melalui naupli center per komoditas. Pembudidaya akan kita fokuskan ke pembesaran, sedangkan pengusaha besar yang akan mengindukan dengan induk yang unggul agar lebih terkontrol” pungkas Slamet.
BBPBAP Jepara Berhasil Merilis Induk Marguensis Generasi Ketiga (G3)
Saat dikonfirmasi, Kepala BBPBAP Jepara, Sugeng Rahardjo menyampaikan bahwa hingga kini kapasitas produksi hatchery BBPBAP Jepara, yang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis DJPB yang ada mampu menyediakan sebanyak 20 juta ekor benur per tahun dengan 12 juta diantaranya merupakan hasil dari induk yang bukan berasal dari tangkapan di alam.
“Proses domestikasi terus kami lakukan untuk dapat menjamin ketersediaan induk. Dengan proses biosekuriti yang terkontrol baik, kami dapat menghasilkan calon induk yang memiliki daya tahan tinggi serta menghasilkan benih bermutu.” ungkapnya.
Sugeng juga menyampaikan bahwa BBPBAP Jepara saat ini telah berhasil mendapatkan induk Marguensis G3 melalui seleksi masal. Menurutnya marguensis G3 ini memiliki tingkat keseragaman tinggi dengan mating rate 20-30 %.
“Tahun 2020 kami akan fokus pada upaya breeding program melalui seleksi familiy. Tentunya dengan SOP yang lebih ketat. Kita optimis melalui upaya ini performanya semakin baik”, pungkasnya.