JAKARTA (Independensi.com) – Setiap tahun, tanggal 16 Oktober, negara anggota Badan Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture Organization) memperingati Hari Pangan Sedunia (World Food Day).
Peringatan HPS selalu mengingatkan masyarakat dunia dalam mengelola pangan agar cukup tersedia untuk mengatasi kelaparan dan kurang pangan.
Hal ini sesuai dengan tema internasional HPS ke 39 tahun 2019 Our Actions Are Our Future mengingatkan kita untuk melakukan tindakan menghilangkan kelaparan di dunia ZeroHunger World.
Indonesia akan merayakan HPS-2019 di Kendari, Sulawesi Tenggara, tanggal 2-5 November 2019, dengan acara puncak di Desa Puudambu, Kec.Angata, Kab.Konawe Selatan tanggal 2 November 2019 dengan tema Teknologi Industri Pertanian dan Pangan Menuju Indonesia Lumbung Pangan Dunia 2045
Focus Group Discussion
Menjelang puncak acara HPS-2019, Kementerian Pertanian bekerjasama dengan TVRI menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD), Rabu (23/10/2019) di Hotel Aston, Jakarta Selatan.
FGD ini bertujuan untuk mensosialisasikan esensi dan kegiatan HPS-2019 dengan nara sumber Dirjen Hortikultura, selaku Ketua Nasional HPS 2019, Prihasto Setyanto dan Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional Winarno Tohir.
Menurut Prihasto, pada HPS 2019 ada 2 komoditas utama yang ditampilkan yaitu produk olahan kakao dan sagu.
Indonesia merupakan negara produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Gana. Tahun 2018 luas areal kakao Indonesia 1,7 juta hektar. Di Sulawesi ada 1 juta hektar dan Sulawesi Tenggara seluas 260 ribu hektar.
Kakao, disamping untuk diekspor, di dalam negeri digunakan untuk berbagai produk olahan makanan dan minuman. Permintaan ekspor dan kebutuhan dalam negeri cukup besar, namun produktivitas kakao Indonesia masih rendah yaitu sekitar 0,8 ton per-hektar, padahal potensi produksi bisa 2,5 ton/ha/tahun.
“Melalui HPS 2019, kita akan gerakan peningkatan produksi dan pengolahan produk kakao melalui industri rumah tangga dan kelompok tani. Industri pengolahan biji kakao menjadi permen coklat akan ditampilkan pada acara puncak HPS 2019 di Desa Puudambu”, ungkap Prihasto.
Sementara itu, sagu telah lama menjadi sumber karbohidrat masyarakat di beberapa wilayah Indonesia, sehingga komoditas ini dapat mengatasi ketahanan pangan nasional.
Dengan luas areal sagu 500 ribu hektar, dan tahan terhadap perubahan iklim, Indonesia mempunyai peluang menjadi pelopor dalam modernisasi industri pengolahan sagu. Selain itu, pemanfaatan potensi sagu yang begitu besar akan menguntungkan Indonesia. Oleh sebab itu, menurut Prihasto, untuk pengembangan sagu nasional perlu dukungan dan kerjasama pemerintah, swasta dan masyarakat setempat.
Zero Waste
Melalui HPS, kita juga akan membangun kesadaran masyarakat Indonesia untuk menekan dan mengurangi sisa makanan. Sebab, menurut Prihasto, Indonesia merupakan negara penghasil sampah dari sisa makanan tertinggi di dunia yaitu sekitar 30-40%. Ada sekitar 13 juta ton sampah sisa makanan terbuang. “Sisa makanan ini, jika tidak dikelola dengan baik akan meningkatkan efek rumah kaca”, ungkapnya.
Sebenarnya, jumlah sisa makanan ini bisa memenuhi kebutuhan pangan 28 juta orang yang hidup dalam kemiskinan di Indonesia.
Prihasto yang kerap dipanggil Anton, menyarankan kepada masyarakat agar memasak makanan dalam jumlah yang sesuai kebutuhan dan usahakan untuk tidak menyisakan makanan.
“Di luar negeri seperti di Jerman, restoran-restoran telah mengenakan harga tinggi kepada pelanggan yang menyisakan makanan”, kata Anton. “Kita juga akan menyarankan kepada pengelola restoran di Indonesia untuk mulai menerapkan sistem denda jika pelanggan/pembeli menyisakan makanan”, tandasnya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Andalan, Winarno Tohir, menyebutkan penyelenggaran HPS tahun ini sarat manfaat. Di lokasi ini akan terdapat gelar teknologi yang menjadi referensi para petani mengembangkan teknologi tepat guna.
Selain itu terdapat seminar, temu bisnis, pameran dan aneka lomba yang berguna bagi petani dan masyarakat umum.
“Problem pertanian biasanya terkait ketersediaan benih, pupuk, pengolahan, pasca panen serta pasar. Dengan adanya HPS ini mengingatkan bahwa dulu pertanian dilakukan secara manual, sekarang pakai mekanisasi. Tanam jagung ada teknologinya, sebar pupuk bisa dengan drone. Hadirnya generasi muda, lahan 5 hektar bisa dikerjakan hanya dengan dua orang saja,” papar Winarno.
Dalam kegiatan HPS ini diharapkan timbul kesadaran untuk menghasilkan produk yang aman konsumsi. Petani tidak lagi bergantung pada pestisida dan memilih budidaya ramah lingkungan. Masyarakat juga mampu mengubah pola pikir untuk tidak menyianyiakan makanan dan beralih ke diversifikasi pangan. Menjadi lumbung pangan dunia bukan hal mustahil. Indonesia kaya potensi alam dan diversifikasi pangan.
“Buang mindset bahwa sagu hanya menjadi masakan orang timur. Menurut Anton, bicara lumbung pangan dunia, jangan hanya berbicara beras. Ada sagu, ubi, jagung bahkan sukun. Nanti di HPS akan disajikan aneka olahan sagu menjadi berbagai jenis olahan panganan. Dari berbagai segi kesehatan, sagu lebih baik dari nasi.
“Melalui HPS ke 39 tahun 2019 ini, marilah kita bangun kepedulian dan kesadaran kita untuk mengelola dan pemanfaatkan pangan secara efektif dan efisien sesuai tema HPS tahun ini”, harapan Anton.(***)