Misa tahbisan Uskup Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat Pr pada hari Kamis (19/3) yang melibatkan ribuan orang.  (Ist)

Tahbisan Uskup di Tengah Covid 19, Spiritualitas Ditemukan Dalam Kesunyian  

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Politikus Budiman Sudjatmiko menegaskan, seharusnya pentahbisan uskup lebih bisa dikompromikan demi kepentingan kemanusiaan yang lebih besar.

Sebab Paus Fransiskus juga sudah memberi contoh dengan meniadakan misa dengan jemaat pada hari Paskah, yang lebih sakral dibandingkan pentahbisan uskup.

Itu dikatakannya menanggapi tetap digelarnya misa tahbisan Uskup Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat Pr pada hari Kamis (19/3) yang melibatkan ribuan orang.

Padahal, Ketua Gugus Tugas Percepata Penanganan Virus Corona Doni Monardo sudah meminta Keuskupan Ruteng untuk menunda acara pentahbisan Mgr Siprianus Hormat sebagai Uskup Ruteng demi mencegah penularan virus corona.

“Paskah yang dianggap sakral terutama oleh umat Katholik pun tak ada peringatan besar2an. Pentahbisan uskup tentunya bisa lebih dikompromikan. Paus Fransiskus
pun sudah mencontohkan bagaimana beradaptasi di era Virus Corona ini. Umat beragama sedunia, merenunglah di rumah!,” ujar Budiman di akun Twitternya, baru-baru ini.

Budiman pun menganalogikan Tuhan dan umatnya dengan seorang bos perusahaan dan pegawainya. Budiman mengatakan seorang bos perusahaan tak meminta pegawai rekrutannya untuk setiap hari membuat seremoni atau arak-arakan memuja kebaikan sang bos.

“Tapi dia minta anak buahnya masuk ruangan masing2: MIKIR & BEKERJA. Nah Tuhan itu Bos, kita adalah anak buahnya!” ujar Budiman.

Budiman menjelaskan, umat beragama sudah ribuan tahun diglorifikasi oleh arak-arakan. Padahal spiritualitas ditemukan oleh pertapa-pertapa dalam kesunyian.

Kali ini, lanjut Budiman, keselamatan umat manusia pun lebih butuh spiritualitas yg bijak, sunyi dan ilmu yang digdaya, sebagaimana termaktub dalam ajaran Dewi Saraswati

“Sudah ribuan tahun agama diglorifikasi dengan arak2an massa. Kini saatnya keimanan dibuat bergelora dalam renungan2 sunyi di rumah masing2 sambil bertanya: “Apa yang sudah kulakukan atas nama imanku untuk menyelamatkan dunia yang diciptakan Tuhanku?”” ujar Budiman.

Bahkan, Budiman juga menganalogikan persoalan ini dengan figur  Yesus Kristus yang dipandang sebagai Tuhan oleh umat Kristiani, dengan tentara Romawi. Budiman mengatakan, bila hidup di era saat ini,  mungkin Yesus juga social distancing dengan menyepi di rumah. Dan prajurit Romawi justru galau sebab kampung halamannya diserbu virus Corona.

“Intinya SUNYI itu lebih dekat ke spiritualitas & sains. Keriuhan dekat dengan agama2 & ideologi2 sekuler yang terlembagakan,” ujar Budiman.

Budiman pun menganjurkan agar seluruh umat beragama beribadah di ruang pribadi selama  Corona menjadi pandemi ini. Dan biarkan sains, teknologi, kepemimpinan negara serta solidaritas kemanusiaan menanggulangi Corona.

“Berdoalah dari hatimu, di ruang-ruang pribadimu bersama orang-orang yang kamu sayangi. Biarkan ilmu pengetahuan, teknologi & kepemimpinan negara serta solidaritas kemanusiaan bekerja,” ujar Budiman.

“Sekali lagi: Umat beragama seluruh dunia, merenunglah di rumah!” tambahnya.