Gedung Sarinah akan direnovasi total mulai Juni 2020

Sarinah, Harus Mencintai Ibumu

Loading

Independensi.com – Untuk kesekian kalinya, Erick Tohir, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyadarkan kita bahwa selama ini kita terlena, lupa akan kekayaan bangsa, masyarakat dan negara kita, salah satunya adalah Toko Serba Ada (Toserba) Sarinah.

Mungkin bagi generasi milenial, Sarinah yang terletak di jantung ibukota Jakarta dan terletak di sisi jalan utama DKI Jakarta itu sama dengan toko-toko yang bertebaran di seantero Tanah Air, ternyata dengan “hentakan” Erick Tohir kita disadarkan bahwa “Sarinah” itu adalah “ibu” dalam bidang perdagangan kita, memiliki sejarah penting dan menasionalis.

Sebenarnya, Erick Tohir bukan satu kali dua kali menyadarkan kita akan keteledoran atau keterlanjuran sebagai bangsa (apalagi Pemerintah) yang seolah (tidak sadar) telah menelantarkan milik kepunyaannya tergerus dan silau melihat harta milik pihak lain.

Memang Pemerintah adalah Pembina seluruh potensi yang dimiliki masyarakat bangsa Indonesia, tetapi seharusnya juga memikirkan miliknya sendiri. Saat ini perusahaan milik BUMN kebanyakan bagaikan kerakap di atas batu. Lihat saja PT Pos Indonesia bila dibandingkan dengan perusahaan jasa pengiriman barang milik swasta; Hotel Indonesia dan beberapa hotel milik Pemerintah Daerah seolah hanya pelengkap penderita.

Kita lihat perusahaan penerbitan PT Balai Pustaka seolah tak terdengar, PT Telkom seolah jadi pendamping di rumah sendiri, dan yang paling menyedihkan seperti PT Biofarma dan PT Kimia Farma jangan-jangan kaum intelektual Indonesia tidak menggunakan produknya karena kurang memberi manfaat atau komisi dari farmasi modal besar.

Barangkali hanya Rumah Sakit dan perguruan tinggi milik pemerintah yang masih unggul kemungkinan sekali karena ada kaitannya RS dengan universitas tempat berkumpul para gurubesar dan ahli sekaligus pembinaan para dokter spesialis, sehingga masih unggul dari rumah sakit swasta, tetapi dengan banyaknya pemodal besar yang bergerak di sektor pendidikan dan kesehatan, mungkin 10-15 tahun mendatang, RS dan PT pemerintah akan tersaingi oleh swasta apabila tidak berbenah diri.

Demikian juga perusahaan di bidang jasa keuangan dan asuransi, milik pemerintah sering tertinggal dari milik swasta, mungkin juga pemerintah sendiri tidak sepenuh hati menggunakan jasa asuransi milik BUMN.

Pertanyaannya, mengapa BUMN seolah penonton di rumah sendiri? Mungkin yang bisa menjawab adalah mereka-mereka yang pernah berkiprah di dalam kegiatan BUMN tersebut, apa yang terjadi di sana, termasuk mengapa begitu banyak yang terjerat korupsi. Dengan ketegasan dan ketegaran Erick akan tahu apakah perusahaan itu benar-benar dikelola secara professional oleh orang yang professional? Atau hanya ditempati orang-orang karena rezim politik dan KKN?

Erick Tohir belakangan juga mensinyalir adanya mafia alat kesehatan dan pengadaan obat, negara sebesar Indonesia masih bergantung pada mengimpor bahan baku obat mengakibatkan obat-obat menjadi mahal. Mafia alat kesehatan dan obat-obatan itu terasa di saat sibuk mempersiapkan alat pelindung diri serta obat-obatan menanggulangi covid-19.

Kita bersyukur dengan “hentakan” Erick Tohir tentang Toserba Sarinah yang akan direnovasi dengan cita-cita Bung Karno waktu pembangunan dan peresmiannya, dapat memberikan kebanggaan bagi generasi muda sebagai simbol nasionalisme.

Toserba Sarinah, Hotel Indonesia, Hotel Samudera Beach dan Monumen Nasional (Monas) pembangunannya dibiayai dana pampasan perang dari Pemerintah Jepang sebesar US $ 223.08 juta dan Yen 80 juta sebagai konpensasi.

Nama Sarinah diambil Ir. Soekarno (Bung Karno – Presiden RI pertama) dari nama pengasuhnya waktu kecil. “Dia yang mengajarku untuk mengenal cinta kasih. Sarinah mengajarku untuk mencintai rakyat. Massa rakyat, rakyat jelata.

Selagi ia memasak di gubuk kecil dekat rumah, aku duduk di sampingnya dan kemudian ia berpidato, “Karno, yang terutama engkau harus mencintai ibumu. Akan tetapi, kemudian engkau harus mencintai pula rakyat jelata. Engkau harus mencintai manusia umumnya”, kenang Bung Karno atas nama itu.

Kita berharap selain Sarinah, Erick Tohir juga membenahi BUMN-BUMN yang jumlahnya seabrak-abrak itu dan tentunya agar harta milik negara itu tidak menjadi ladang pemborosan, apalagi pemerasan.

Kepada semua pihak yang selama ini memperoleh manfaat dari ketidak becusan dan ketidak beresan pengelolaan BUMN itu hendaknya sadar bahwa menggerogoti yang bukan milik atau hak, adalah pelanggaran hukum, etika dan moral. (Bch)