DEPOK (Independensi.com) – Kembali pemerintah kota Depok memperpanjang PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di tengah belum meratanya bantuan sosial dan terus naiknya pasien positif Corona. Demikian dikatakan oleh Roy Pangharapan, Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Kota Depok kepada pers di Depok Rabu (13/5).
“Ngeri mikirinnya. Yang ada baru daftar calon penerima Bansos dari Pemerintah Pusat, tapi wujudnya belum ada. Kabarnya Pemkot sudah bagi Bansos pada 30 ribu KK. Gimana mastiinnya diterima yang membutuhkan? Sudah lebih dua bulan warga tidak bekerja dan kesulitan makan,” ujar Roy Pangharapan.
Ia menjelaskan, menurut informasi masih ada 100.000 KK yang menunggu menerima Bansos dari pemerintah kota Depok dan 123.831KK penerima Bansos dari pemerintah pusat.
“Sementara warga juga gak bisa memastikan apakah dirinya akan dapat. Karena pemerintah Kota tidak berani transparan seperti yang diperintahkan Mensos Juliari agar mengumumkan nama penerima Bansos di kantor-kantor kelurahan,” ujarnya.
Roy juga mengatakan bahwa Pemkot juga belum berhasil menahan peningkatan kasus Corona di Depok. Saat memasuki PSBB ke 2 pada 29 April lalu pasien positif sebanyak 264 orang, 1.042 OTG, 2.908 ODP dan 1.126 PDP.
Saat berakhir PSBB ke 2, Selasa, 12 Mei bertambah 99 orang menjadi 363 pasien positif. Jumlah OTG bertambah 369 menjadi 1.411 orang. Jumlah ODP bertambah 600 menjadi 3.508 orang. Sementara jumlah PDP bertambah 227 menjadi 1.353 orang.
Kegagalan PSBB kota Depok ini, menurut Roy Pangharapan, dikarenakan tidak adanya terobosan baru dalam usaha untuk pencegahan penyebaran virus Corona.
“Saya gak paham cara berpikir Pemkot Depok dalam usaha pencegahan penyebaran virus Corona ini, sehingga pasien positif tiap hari naik terus,” kata Roy Pangharapan.
DKR sejak awal mendesak segera pisahkan orang yang sakit dari yang sehat melalui screening massal dengan menyediakan tempat untuk ODP, OTG dan PDP di rumah karantina di setiap kelurahan di Depok untuk memudahkan pengawasan.
“Selama ini orang dalam katagori OTG, ODP dan PDP dibiarkan saja di keluarga di tengah masyarakat. Padahal rumah karantina adalah perintah lansung Presiden dam ketua Satgas,” jelasnya.
Keadaan semakin tidak terkendali lagi pada saat dapur umum tidak ada di setiap kelurahan dan bansos baru turun pada 30 ribu KK selama 2 bulan lebih masyarakat tidak bekerja sehingga tidak punya penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
“Sehingga untuk bisa kasih makan keluarga terpaksa masyarakat kembali bekerja keluar rumah. Jadi apa gunanya status PSBB kalau seperti itu? Saya yakin di daerah lain juga sama. Kasus pasti terus meningkat, tak terkendali, walau PSPB berjilid-jilid,” ujarnya.
Menurut Roy Pangharapan tanpa memisahkan antara yang sehat dari yang sakit, pasien positif akan terus naik tak terkendali.
“Disamping rakyat kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah yang hanya bisa melarang keluar rumah, menutup pertokoan, tanpa memenuhi kebutuhan makanan ditengah wabah,” tegasnya.