JAKARTA (Independensi.com) – Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), telah beranjak menuju masa senjanya. Dari ingatan-ingatan akan sejarah kolektif di tubuhnya, Perhimpunan ini telah banyak memberikan kontribusi bagi gereja dan tanah air. Seluruh kader PMKRI melakukan amanat perhimpunan itu dalam realitas nyata, menerjemahkannya dalam semangat hidup berbangsa dan bernegara.
Cara-cara mereka (para kader PMKRI) membumikan ide besar perhimpunan itu beragam. Ada yang masuk dalam sistem, membenahi benang merah putih yang kusut dari dalam, ada yang di jalur akademisi, praktisi hukum, politisi yang merangsek masuk hampir seluruh partai, ada yang sebagai pengusaha yang memberi semangat dan ruang kolaborasi gagasan dan karya agar masa depan Indonesia selalu tumbuh dalam wajah penuh optimis. Dan banyak lainnya yang bergerak dalam bidangnya masing-masing termasuk di jalan sunyi. Itulah pilihan hidup para kader PMKRI.
Sejak 25 Mei 1947 PMKRI berdiri. Merah putih yang dijiwai oleh nilai ke-Katolik-an terus berkibar di seluruh nafas perjuangan para kadernya. Di dalamnya, harapan dan cita-cita besar terus menggema. Spirit berjuang dan terlibat kepada kaum marjinal terus digaungkan. Rasanya semangat yang berkobar itu tak pernah redup.
Hingga hari ini, dinamika dan segala proses yang terus diupayakan itu telah membesarkan perhimpunan ini. Segala usaha dan niatan mulia secara kolektif memberi nutrisi yang bernilai bagi tumbuh kembangnya para kader Katolik dalam lintasan zaman. Mereka berupaya menuangkan gagasan kulturalnya dalam nuansa bernegara, bersumber dari apa yang dikatakan oleh Mgr. Soegijapranata, 100% Katolik dan 100% Indonesia.
Kini, memasuki babak baru dalam bingkai revolusi industri dan teknologi, segala cara berhimpun ala PMKRI termasuk kerja-kerja organisasi dan proses pengkaderan harus menemui era baru. Mau tidak mau, suka tidak suka inilah dunia dengan peradabannya yang baru. Sebagai kader PMKRI, kesadaran harus dibangun. Tidak bisa tidak. Karena Alkitab telah mewariskan penglihatan kita untuk mampu membaca tanda-tanda zaman.
Saya mengartikannya sebagai pewartaan. Kita harus mampu masuk dalam era baru itu, merekam gelagat zaman, dan mampu bermain di dalam irama zaman itu. Selanjutnya kita adalah sebuah suluh yang mewartakan zaman ini sebagai sesuatu yang harus diterima, disyukuri dan dikenangakan seturut warisan nilai kultural yang kita gerakan bersama. Kurang dan lebihnya, itu tugas kita untuk menemukan memantapkan proses itu.
Mengingat tentang tanda-tanda zaman, kita tentunya telah disentuh soal PMKRI era baru. Yakni transformasi organisasi. Kita sama-sama membaca masa depan perhimpunan ini ke arah yang baru. Hal itu bisa kita lakukan, asal menerima serangan teknologi digital sebagai sahabat perhimpunan. Kita harus merekayasa segala proses yang terbarukan dalam irama digital.
Beruntung, pandemi Covid-19 telah membantu kita menumbuhkan kesadaran akan pentingnya ruang digital. Segala yang konvensional secepat kilat berubah wajah jadi digital. Kita semua tentunya dilema. Dihantui oleh musuh tak kasat mata. Sedangkan di sana ada amuk kemanusiaan yang menggema, kelaparan dan pengingkaran atas kemanusiaan, pengrusakan ekologi dan lainnya yang perlu diberi interupsi. Kita semua tentu ingin badai cepat berlalu. Namun lagi-lagi kita harus mampu membahasakan pesan yang tersembunyi dari kemunculan pendemi ini.
Ya, dunia baru sedang merangsek masuk dalam sendi-sendi organisasi. Dunia yang penuh keluwesan, lentur dan tidak selalu kaku pada hukum organisasi. Begitulah pesan tersembunyi yang disampaikan pamdemi ini. AD/ART dan Tap-tap MPA adalah produk zaman. hukum organisasi yang bengis dan keras tentu ia lahir dari zaman yang bengis, yang keras tentu lahir dari dinamika pada zamannya yang keras.
Begitulah cara kita membaca watak kader dari setiap zaman. Tapi hari ini adalah era penuh keluwesan, kelenturan. Makhluk milenial tidak menginginkan sebuah doktirn yang kasar, keras, dan kaku. Di luar PMKRI semua serba ada. Tinggalkan PMKRI adalah perkara gampang. Seorang bisa menemukan dunianya yang baru dengan segala keasyikannya yang tidak dapat didikte oleh orang lain. Karena ia tumbuh dalam dunia penuh keluwesan dan lentur.
Kendatipun kita sekarang dalam sangkar pandemi covid-19, Marga menjadi ruang yang sepi, teman diskusi tak lagi dekat, tetapi kita harus menumbuhkan optimisme dalam diri.
PMKRI adalah organisasi pertama yang membaca pesan terselubung dari pandemi covid-19. Kongres dan MPA di Ambon terlaksana dengan baik ketika awal-awal pendemi masuk ke Indonesia, PMKRI sebagai organisasi pertama dari kelompok cipayung lainnya yang sukses membaca tanda-tanda zaman.
Selanjutnya, pelantikan Pengurus Pusat PMKRI Periode 2020-2022 dilakukan secara online, yang kemudian diikuti pelantikan DPC” yang baru secara online turut mengaminkan, bahwa PMKRI adalah organisasi pertama yang mampu mewartakan tanda-tanda zaman.
Inilah awal, inilah tanda. PMKRI akan menuju era baru.
Selamat menyongsong Dies Natalis 73 Tahun PMKRI.
Pro Ecclesia et Patria