GUNUNG KIDUL – (Independensi.com) -Daerah zone selatan Kabupaten Gunung Kidul merupakan daerah lahan kering yang terkenal dengan pegunungan seribu, karena dipenuhi bukit bukit yang berbatu dengan lapisan tanah tipis dengan pertanian mengandalkan curah hujan, sehingga pertanaman padi hanya dilaksanakan sekali setahun dilanjutkan dengan tanaman palawija. Mensiasati curah hujan dan kondisi tanah, para petani kini kompak tanam kacang gude yang bernilai ekonomi guna menjadi sumber pendapatan tambahan mereka.
Saat ini, kacang gude menjadi salah satu tanaman yang ditanam para petani zone selatan di lereng lereng bukit berbatu. Tanaman ini bisa dipanen 3 bulan sekali. Kacang gude adalah sejenis tanaman kacang-kacangan yang bersifat tahunan, bijinya dapat dimakan dan menjadi sumber pangan alternatif. Tanaman ini relatif tahan panas dan kering sehingga cocok sebagai tanaman penghijauan kawasan kering.
Di Indonesia, tumbuhan ini disebut kacang binatung (Makassar), fouhate (Ternate dan Tidore), kacang gude (Jawa), kacang bali (Melayu), undis/kekace (Bali), hiris (sunda), kance (Bugis), iris/ turis/ lebui/ legui/ puwe jai (Halmahera), tulis (Rote), tumis (Timor), ritik lias (Batak Karo), dan koluere (Tomia-Wakatobi).
Kacang gude ini salah satu legum yang paling toleran kekeringan (Valenzuela dan Smith 2002 dalam Sharma et al. 2011) dan menghasilkan polong pada musim kering (Sharma et al. 2011). Kacang gude memiliki kombinasi keunggulan seperti profil gizi yang optimal, toleransi yang tinggi terhadap stres lingkungan, produktivitas biomassa yang tinggi, dan berkontribusi besar bagi nutrisi dan kelembaban tanah. Kacang ini kaya akan pati, protein, kalsium, mangan, serat kasar, lemak, dan mineral. Selain itu, kacang gude juga digunakan sebagai obat tradisional di berbagai negara.
Sutrisno (48) petani asal Pringsanggar, Purwodadi, Tepus saat dijumpai di lahan bulak Sumurup, Purwodadi, Tepus, Jumat (5/6/2020), sedang memanen kacang gude. Sutrisno menjelaskan bahwa dalam sekali panen sehari dia mendapatkan 3 kg kacang gude, dan panen bisa dilakukan beberapa hari. Jumlah tersebut lumayan cukup untuk menambah pendapatan petani seperti dirinya dimana kacang gude dijual Rp.15.000 per kg.
“Rata-rata satu petani bisa memanen sekitar 30 kg, hal ini dikarenakan kacang gude hanya ditanam selingan di lereng lereng bersamaan dengan tanaman lain seperti pohon turi, kacang koro benguk dan lain-lain,” katanya.
Menurutnya, tanaman utama di daerah zone selatan adalah kacang tanah, saat curah hujan cukup baik maka pertumbuhan kacang tanahnya subur. Untuk kacang tanah rata-rata dari lahanya sekitar 3000 m2 didapat 40 karung kacang tanah glondong atau 1,2 ton kacang tanah glondong.
“Diperkirakan pertengahan awal Juli sudah mulai panen”ucap Sutrisno.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Gunung Kidul, Bambang Wisnu Broto melihat pertanaman palawija di zone selatan Bulak Sumurup baik kacang tanah dan jagung tumbuh subur, dirinya bersyukur saat akhir Mei menjelang Juni masih ada curah hujan di zone selatan sehingga menambah ketersediaan air untuk pertanaman musim kedua di lahan kering. Ia berharap nantinya bisa panen dengan produksi yang tinggi.
“Saya mengapresiasi para petani yang masih menanam kacang gude dan koro benguk disamping tanaman utamanya, hal ini akan menambah pendapatan petani,”kata Bambang.
Menurutnya, disamping pendapatan dari kacang gude, sebenarnya manfaat kacang gude bagi petani banyak antara lain kacang gude yang masih hijau bisa dimasak untuk sayuran keluarga, sedang titen atau seresah dari tanaman kacang gude juga untuk pakan ternak. Terpisah di beberapa laman on-line juga ditawarkan kacang gude dalam kemasan 250 gr dengan harga Rp 17.000 per bungkus atau setara Rp 65.000/kg.
“Suatu nilai jual yang fantastis apabila petani bisa melakukan olahan hasil sendiri dengan packaging yang bagus tentunya akan menambah nilai jualnya,”tuturnya.
Terpisah, Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian(Kementan), Suwandi mengatakan sesuai arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam memperkuat cadangan pangan nasional, pihak mendukung penuh penguatan pangan lokal khususnya di Gunung Kidul, apalagi memberikan pendapatan tambahan bagi petani. Guna mengamankan produksi tanaman aneka kacang dan umbi, Kementan memiliki dua kegiatan utama dalam upaya menekan serangan baik hama maupun penyakit. Pertama melakukan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT) kacang kacangan dan umbi umbian dan yang kedua adalah Gerakan Pengendalian (Gerdal) kacang kacangan dan umbi umbian.
“Saya rasa bagus untuk petani. Biasanya menanam kacang-kacangan setelah musim panen padi dan bisa mendukung pergiliran tanaman sebagai upaya pencegahan hama dan penyakit tanaman,” ujarnya.
Kedua, kegiatan ini rencananya akan dilaksanakan di 21 Provinsi yang merupakan daerah penghasil aneka kacang dan umbi yang tersebar di Indonesia. Harapanya dengan kegiatan ini petani poktan/gapoktan bisa mengelola keberadaan hama penyakit melalui cara cara yang sehat serta semangat lagi dalam membudidayakan tanaman kacang dan umbi. Kegiatan ini merupakan upaya mengembangkan integrated farming dan menuju ke arah zero waste, pola pola diversifikasi tanaman, rotasi tanaman dan pertanian terpadu untuk terus ditumbuh-kembangkan.
“Termasuk untuk mengoptimalkan lahan dengan menanam kacang-kacangan, sayur dan refugia disetiap pematang sawah,” tegasnya.(wst)