PONTIANAK (Independensi.com) – Sekretaris Jenderal Dayak International (DIO) Dr Yulius Yohanes, M.Si, mendesak Presiden Indonesia, Joko Widodo, memerintahkan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Prof Dr Mahfud MD, Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi dan Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, melakukan koordinasi untuk mengembalikan jasad Aipda Amji Atak dan 32 anak buahnya dari Malaysia ke Indonesia.
Aipda Amji Atak dari Korps Brigade Mobil Polisi Republik Indonesia (Brimob Polri) gugur dalam pertempuran selama konfrontasi Indonesia – Malaysia, melawan Angkatan Laut Malaysia di Laut China Selatan, wilayah Malaysia, Maret 1965.
“Dilihat dari heroisme perjuangannnya, maka sudah sepatutnya Amji Atak, seorang dari Suku Dayak Kanayatn dari Desa Kepayang, Kecamatan Anjongan, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat, segera diusulkan dan kemudian ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional,” kata Yulius Yohanes, Rabu, 5 Agustus 2020.
“Karena misi yang dilakukan bersamaan dengan tugas tiga personil Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL), Usman Janatin, Gani bin Arup dan Harun Thohir (Usman Harun), dimana khusus atas nama Usman dan Harun, sudah ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional, karena jasanya selama peperangan dengan Malaysia. Dalam melakukan tugas sabotase, Usman, Gani bin Arup dan Harun, mengebom MacDonald House di Singapura, menyebabkan 3 orang tewas dan 33 luka pada 10 Maret 1965.”
Menurut Yulius Yohanes, Usman dan Harun ditangkap di Malaysia, 13 Maret 1965, dan kemudian dihukum mati dengan cara digantung di Singapura, pada 17 Oktober 1968.
Sementara Gani, berhasil kabur kembali ke wilayah Indonesia. Pada hari dijatuhi hukuman mati dengan cara digantung di Singapura, Usman dan Harun, ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 050/TK/1968, tanggal 17 Oktober 1968.
Saat itu, Singapura masih bagian dari wilayah Federasi Malaysia. Nama Usman Harun, kini, menjadi nama Kapal Republik Indonesia (KRI), nomor lambung 359.
“Berangkat dari kisah heroik Usman dan Harun dari unsur Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), dimana jazadnya dibawa ke Indonesia, setelah menjalani hukuman gantung di Singapura, 17 Oktober 1968, dan kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, pertanyaan kemudian, kenapa kerangka jenazah Aipda Amji Atak dan 32 anak buahnya dari unsur Polri, tidak dibawa kembali ke Indonesia, untuk selanjutnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan?” tanya Yulius Yohanes.
Mestinya, menurut Yulius Yohanes, demi nama baik Bangsa Indonesia, hentikan praktik rivalitas antar angkatan bersenjata di Indonesia, antara Polri dan TNI. Karena kualitas perjuangan dan heroisme anggota Polri, tidak kalah dengan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) di dalam sejarah perjuangan Banga Indonesia, selama konfrontasi Indonesia – Malaysia, 1963 – 1966.
“Karena Amji Atak dan 32 anggotanya dari unsur Polri yang gugur dalam pertempuran di Laut China Selatan wilayah Malaysia pada Maret 1965, sama dengan dengan Usman dan Harun dari unsur TNI AL, rela meregang nyawa, demi nama baik Bangsa Indonesia, secara keseluruhan,” ungkap Yulius Yohanes.
Kalaupun seandainya jasad Amji Atak bersama 32 anak buahnya, sudah dikembalikan ke Indonesia, tapi prosesnya harus diketahui secara transparan di kalangan masyarakat luas, demi rasa tanggungjawab Pemerintah Republik Indonesia terhadap masa depan Bangsa Indonesia.
“Kami orang Dayak menunggu transparansi dari Pemerintah Republik Indonesia,” kata Yulius Yohanes.
“Dulu, waktu dilaporkan gugur dalam pertempuran di Malaysia, Maret 1965, pihak keluarga Amji Atak hanya dikirimi pakaian almarhum dari Koprs Brimob Polri, Jakarta. Pihak keluarga besar Amji Atak di Desa Kepayang, Kecamatan Anjongan, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat, tidak mendapat penjelasan sampai sejauh mana perlakuan Pemerintah Indonesia terhadap jasad Amji Atak dan 32 anak buahnya setelah dimakamkan di Malaysia,” ujar Yulius Yohanes.
Konfrontasi Indonesia – Malaysia
Konfrontasi Indonesia – Malaysia (1963 – 1966), dampak kemarahan Presiden Indonesia, Soekarno atas Negara Bagian Sabah dan Negara Bagian Sarawak digabungkan Inggris ke dalam Federasi Malaysia, 13 September 1963, menyisakan kisah heroik seorang anggota Brigade Mobil Polisi Republik Indonesia (Brimob Polri) dalam pertempuran di laut lepas di Laut China Selatan, Malaysia.
Amji Atak, namanya. Amji Atak, seorang dari Suku Dayak Kanayatn, berasal dari Desa Kepayang, Kecamatan Anjongan, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat.
Dalam konfrontasi dengan Malaysia yang mendapat dukungan fasilitas militer dari Inggris, pasukan dari Indonesia, bukannya takut, tapi Indonesia justru makin getol mengobarkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora), melawan Persemakmuran Inggris.
Maklum, pada 13 Agustus 1945, Encik Ibrahim Yacob, Burhanudin dan pemuka rakyat Sabah dan Sarawak, Malaya, bertemu Soekarno (kemudian menjadi Presiden pertama Indonesia) – Mohammad Hatta (kemudian menjadi Presiden pertama Indonesia) di Indochina.
Mereka menyatakan ingin bergabung di dalam negara Indonesia. Maka pada 15, 16 dan 17 Agustus 1947, Bendera Indonesia (merah putih), sempat berkibar di sejumlah wilayah di Malaya, terutama di Singapura, bersamaan rencana penarikan Gunseibu (koordinator pemerintahan yang bertugas memulihkan ketertiban dan keamanan) dari Taiping, Perak, untuk dialihkan menjadi anggota militer dari wilayah Malaya yang akan bergabung dengan Indonesia.
Tapi Soekarno, setelah berdiskusi dengan Mohammad Hatta dan sejumlah tokoh masyarakat lainnya di Indonesia sekembali dari Indochina, memutuskan, menolak Sabah dan Sarawak bergabung dengan Indonesia.
Alasan penolakan Soekarno, karena wilayah Indonesia, hanya bekas wilayah koloni Hindia Belanda. Kendati demikian, karena Sabah dan Sarawak, merupakan wilayah besar, memiliki karakteristik penduduk tersendiri, maka harus menjadi dua wilayah negara yang berdiri sendiri (A.M. Hendropriyono, 2013).
Salah satu pertempuran pada Dwikora dialami Resimen Pelopor (Menpor) sekarang Korps Brigade Mobil Polisi Republik Indonesia (Brimob Polri) pada Maret 1965.
Mengutip akun instagram @matapadi, Sabtu, 4 Mei 2019 sebagaimana dikutip Grid.id, Minggu, 5 Oktober 2019, mengisahkan, belum selesainya Tri Komando Rakyat (Trikora) dalam rangka perang melawan Belanda merebut Irian Barat (1961 – 1962), tidak membuat surut keputusan Presiden Indonesia, Soekarno, mengumandangkan Perang Dwikora.
Dalam akun facebook Resimen II Pelopor Koprs Brimob Polri, disebutkan, Amji Atak memulai kariernya dari Sekolah Agen tahun 1958, yang pada saat itu sudah masuk Mobile Brigade (Mobrig) Ranger atau Mobile Brigade Ranger. Mobrig dahulunya hanya memiliki Kompi 5994, yang memiliki makna tahun 59 dengan jumlah kesatuan 94, dan Amji Attak adalah anggota Kompi 5994 tersebut.
“Amji Atak adalah seorang putera Dayak berdarah panas, yang tidak boleh melihat musuh pasti akan dikejar dan ditantangnya. Karena darah panasnya ini sehingga ia sering diturunkan ke wilayah konflik dan menjadi yang terdepan sebagai tameng pasukannya.”
“Ketika di wilayah konflik dan terjadi baku tembak dengan musuh, ketika pasukannya yang lain sibuk bersembunyi dan berlindung, Amji Atak bukannya berlindung. Amji Atak malah mengejar ke arah tembakan tersebut sambil balik menembakkan senjatanya ke arah musuh, sehingga membuat musuh kocar-kacir dan lari tunggang langgang,” tulis laman akun facebook Resimen II Pelopor Koprs Brimob Polri, dengan judul: Amji Atak, Pahlawan Brimob, Senin, 26 Maret 2018.
Andalan di medan konflik
Seringkali dalam setiap bertugas, Amji Atak membuat komandannya kerepotan mengendalikan keberaniannya. Karena Amji Atak, tidak boleh mendengar suara tembakan musuh. Tetap akan dikejarnya arah tembakan musuhnya tersebut, meskipun telah diperintahkan oleh komandannya untuk berlindung.
Pernah juga ketika Amji Atak mengejar musuh yang sedang gencar memberondong pasukannya dalam peristiwa perang Trikora melawan Belanda di Papua, 1961 – 1962. Amji Atak mengejar sambil balik memuntahkan peluru dari senjatanya dan peluru tersebut habis.
Amji Atak bukannya berlindung, malah tetap terus mengejar dan ketika telah terlihat musuh yang memberondong tersebut langsung diserangnya dengan apa saja yang dimilikinya sehingga musuh tersebut tewas.
Karena keberaniannya yang luar biasa tersebut menghantarkan pasukannya berhasil menguasai wilayah konflik. Sehingga setiap bertugas di wilayah konflik, Amji Attak selalu menjadi andalan pasukannya.
Ketika terjadi Konfrontasi dengan Malaysia yang dikenal dengan “Ganyang Malaysia”, pada era pemerintahan Presiden Soekarno (17 Agustus 1934 – 12 Maret 1967), pasukan Mobrig Ranger diturunkan dalam tugas tersebut.
Pasukan Mobrig Ranger diturunkan dalam beberapa gelombang. Pasukan Mobrig Ranger gelombang pertama pada saat itu terdiri dari 129 orang berlayar ke Natuna.
Pasukan Mobrig Ranger gelombang pertama ini diberangkatkan oleh Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) Letnan Jenderal Ahmad Yani dari Pulau Berakit, yang sekarang namanya menjadi Batam. Ketika itu Jenderal Ahmad Yani berpesan, jika bertemu tentara dengan bekas cacar air memanjang di lengan, itu tandanya ia orang Indonesia.
Selanjutnya pada November 1964, pasukan Mobrig Ranger berlayar dari Tanjung Pinang menuju Malaysia. Dan dua perahu pasukan Mobrig Ranger berhasil masuk daratan Malaysia, namun di hutan Malaysia mereka ditangkap Patroli Inggris di Port Sehan.
Kesemua anggota pasukan Mobrig Ranger yang tertangkap tersebut kemudian disidangkan di Pengadilan Kuala Lumpur, dan dimasukkan ke penjara di Johor selama 2 tahun 8 bulan.
Adapun pasukan Mobrig Ranger Amji Atak adalah Resimen Pelopor yang menyusup diam-diam ke Malaysia pada Maret 1965. Dengan tujuh perahu sekoci, mereka berangkat lewat Belakang Padang di Batam. Saat sudah dekat daratan di peisisir Malaysia, mereka mendayung.
Amji Atak yang pada masa itu berpangkat Aipda dan memiliki nama sandi Muhammad, ditugaskan sebagai pemimpin pasukannnya, karena ia paling diandalkan dalam mendayung perahu.
Keahlian mendayungnya tersebut berasal dari tempaan alam sebagai anak Dayak di pedalaman yang dekat dengan kehidupan sungai, sehingga mendayung ini sangat mudah baginya.
Ketika pasukan Resimen Pelopor Aipda Amji Atak memasuki wilayah perairan Malaysia pada malam hari yaitu di wilayah laut China Selatan, mereka mendengar suara deru kapal besar yang mendekat.
Insiden baku tembak
Aipda Amji Atak segera memerintahkan pasukannya untuk waspada dan menyiapkan senjata, untuk selanjutnya bergerak memanfaatkan celah di antara kapal.
Aipda Amji Atak juga memberitahukan kepada anggota pasukannya bahwa yang mereka hadapi adalah kapal patroli Angkatan Laut Malaysia dan Kapal Perang Inggris.
Tanpa gentar sedikitpun segenap anggota pasukan Aipda Amji Atak langsung mengokang senjata mereka dan melepas pengamannya. Pada saat itulah lampu kapal patroli Angkatan Laut Malaysia menyoroti perahu yang membawa pasukan Pelopor tersebut, yang langsung disambut dengan reaksi pasukan Pelopor pimpinan Amji Atak melakukan serangan mendadak, menembak ke arah lampu sorot.
Sebuah tembakan tepat mengenai seorang anggota Angkatan Laut Malaysia, dan sesaat kemudian terjadilah kontak senjata seru di tengah Laut China Selatan pada malam tersebut.
Kompi D Yon 32 dipimpin Aipda Amji Atak bersenjatakan rifle AR-15, US Carabine dan Lee Enfield, dalam penyerangan memerintahkan anggotanya untuk menggranat saja kapal Angkatan Laut Malaysia. Granat pertama dilemparkan, namun meleset.Baru granat kedua mengenai telak ruang amunisi sehingga kapal itu meledak terbakar hebat.
Tahu jika lawan mereka prajurit-prajurit dari Indonesia berjiwa nekad, kapal perang Angkatan Laut Malaysia, memilih kabur dengan kerusakan berat sembari meminta bala bantuan. Dua buah kapal Angkatan Laut Malaysia lainnya segera datang.
Bukannya kabur, Aipda Amji Atak memerintahkan untuk menyongsong datangnya dua kapal Angkatan Laut Malaysia bersenjatakan meriam itu. Tidak lagi menghiraukan nyawa, Aipda Amji Atak beserta anggotanya, menyerbu kedua kapal Angkatan Laut Malaysia, walau tahu kekuatan mereka tak berimbang.
Baku tembak sengit kembali terjadi. Meriam kapal Angkatan Laut Malaysia menyalak dan mengenai perahu Aipda Amji Atak yang langsung menghancurkannya. Pertempuran kedua ini berjalan tidak seimbang karena pasukan Pelopor Aipda Amji Attak yang bersenjatakan senapan ringan dan pelontar granat harus menghadapi kapal Angkatan Laut Malaysia dan Inggris yang bersenjatakan meriam dan senapan mesin.
Di sini terungkap, Aipda Amji Atak tidak memerintahkan anak buahnya untuk menyerah, melainkan justru memerintahkan untuk menyerang mendekati kedua kapal tersebut. Pada saat itu Aipda Amji Atak berstrategi bahwa dalam pertempuran jarak dekat masih ada harapan bagi pasukan Pelopor yang dipimpinnya untuk selamat atau paling tidak bisa mengakibatkan kerusakan yang lebih besar bagi musuh.
Selanjutnya, tembakan senapan mesin kaliber 12,7 mm dari kapal musuh segera menghantam perahu pertama dan anggota Pasukan Pelopor Aipda Amji Atak yang ada di kapal tersebut tersapu tembakan. Dua perahu lainnya masih memberikan perlawanan dengan tembakan yang sengit.
Pada peristiwa tersebut, Pasukan Pelopor Amji Attak hanya bersenjatakan senjata AR 15 sehingga sulit untuk membidik musuh. Sehingga para Pasukan Pelopor hanya menggunakan nalurinya untuk menembak. Mereka hanya membidik dan menembak pada saat pelontar granat ditembakkan. Namun pada jarak yang jauh pelontar granat sulit diharapkan.
Akhirnya perlawanan dari dua perahu pasukan Pelopor Aipda Amji Atak ini diakhiri oleh dua buah tembakan meriam yang mengenai samping perahu. Perahu Aipda Amji Atak hancur terkena tembakan meriam dan salah satu putera terabaik Bangsa Indonesia, itu, gugur di Laut China Selatan.
Perlawanan sengit pasukan Pelopor Aipda Amji Atak berakhir karena hampir semua anggota Pasukan Pelopor yaitu sebanyak 33 orang gugur dalam pertempuran tersebut.
Ditemukan mengapung
Jenazah Amji Atak bersama anggota Brimob Polri lainnya, ditemukan mengapung beberapa hari kemudian, dan dimakamkan di Malaysia. Saat ditemukan, jenazah Amji Atak sudah tidak utuh lagi, karena bagian kepalanya hilang terpisah dari badan. Beberapa kali upaya pencarian dilakukan tentara Malaysia, bagian kepala Amji Atak, tetap tidak ditemukan.
Amji Atak, memang namanya cukup legendaris dalam sejarah Brimob Polri. Amji Atak memang betul-betul manusia pemberani. Dalam pertempuran melawan Belanda, saat perebutan Irian Barat, yaitu Trikora (1961 – 1962), Amji Atak, dikira sudah gugur, tapi berhasil kembali dalam keadaan selamat.
Dalam rangka menghormati perjuangan heroik Amji Atak, pada tahun 1966, Kesatrian Brimob Kelapa Dua, Depok, Provinsi Jawa Barat, diresmikan. Nama Aipda Amji Atak diabadikan sebagai nama Kesatrian Korps Brimob Polri Kelapa Dua. Depok.
Selain karena Amji Atak paling senior, juga sebagai cikal bakal Pelopor Ranger dari kompi Resimen Pelopor. Selain itu juga sebagai pahlawan Dwikora yang gugur ketika peristiwa konfrontasi Malaysia. Dimana peristiwa ini ikut andil menghantarkan Malaysia, Singapura dan Brunei merdeka.
Nama Aipda Amji Atak juga diabadikan dalam bentuk patung yang berdiri gagah di gerbang Kesatrian Brimob Kelapa Dua, Depok, Provinsi Jawa Barat, bersama patung Taboki Takuda yaitu anggota Brimob Ranger yang juga tewas dalam konfrontasi dengan Malaysia tahun 1964.
Bahkan patung Amji Atak, berdiri gagah, bersanding dengan patung anggota ranger lainnya, Taboki Takuda, di depan Markas Komando Brimob Kelapa Dua, Depok, Provinsi Jawa Barat. Amji Atak, putra ke-7 dari 8 bersaudara, hasil perkawinan pasangan Atak dan Ipah (Grid.id, Minggu, 5 Oktober 2019). (Aju)
Terima kasih kepada siapapun yg sudah menulis. Salam kenal dan salam sejahtera.. saya sebagai cucu merasa bangga memiliki kakek seorang pahlawan sejarah bangsa..akan tetapi ada sedikit saran…,,saya masih belum yakin dengan cerita ini…tolong cantumkan sumber penulis dan biografi yaa admin…untuk memperjelasan lebih akurat agar kisah cerita sejarah yg ditulis menjadi adekuat.. 🙏🙏terima kasih