PEKANBARU (Independensi.com) – Kawasan Industri Tenayan (KIT) merupakan daerah yang direncanakan menjadi pusat industri di Kota Pekanbaru. Konon katanya, Pemko Pekanbaru akan membangun industri didaerah yang dulunya masuk wilayah Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar itu.
Tak tanggung-tanggung, menurut Firdaus Walikota Pekanbaru, suatu saat nanti Kawasan Industri Tenayan (KIT) akan mampu menampung sekitar 300 ribu orang tenaga kerja. Di daerah yang dulunya kawasan hutan itu, sekarang berdiri megah bangunan ber-lantai lima yaitu Kantor Walikota Pekanbaru.
Pesatnya pembangunan ditunjang bangunan jalan julukan 70 dengan perencanaan empat (4) lajur, membuat warga Pekanbaru berkantong tebal, berlomba ingin memiliki lahan di daerah yang tadinya hutan belukar itu.
Masyarakat yang tadinya merasa nyaman berkebun diladang yang sudah di olah hingga puluhan tahun, terusik karena ulah oknum-oknum tertentu yang ingin menguasai lahan mengandalkan kekuasaan.
Mafia tanah bermunculan dengan pengawalan tangan—tangan besi, ingin merebut lahan masyarakat yang hanya bermodalkan surat tanah bentuk SKT (surat keterangan tanah) ataupun SKGR (surat keterangan ganti kerugian).
Jika masyarakat yang mencoba bertahan, konon kabarnya ditekan melalui penekanan-penekanan berbau kekerasan. Berbagai cara untuk menguasai dilakukan, salah satunya lewat pengerahan massa, hingga upaya pendirian plang pertanda kepemilikan tanah diatas lahan masyarakat.
Salah satunya pendirian plang merk Pemerintah Kota Pekanbaru diatas tanah yang dikuasai Muhammad Diah (56) yang biasa dipanggil Atan. Dalam merk itu dituliskan tanah kosong, tanah milik Pemko Pekanbaru (Kawasan Industri Tenayan) di Jl Gajah Mada Kelurahan Sail Kecamatan Tenayan Raya seluas 266 hektar yang disebut diperoleh pada tahun 2003.
Menyangkut plang yang didirikan pihak Pemko Pekanbaru itu, Muhammad Diah alias Atan didampingi kuasa hukumnya J Marbun SH,MH kepada Independensi.com mengatakan, pihak Pemko Pekanbaru salah letak menancapkan plang pertanda kepemilikan tanah yang dibuat diatas tanah milik kami.
Pemerintah Kota Pekanbaru benar ada memiliki lahan sekitar 300 hektar di daerah itu yang dibeli dari Robert Sanuri, kalau tidak salah harganya sekitar Rp 6 miliar lebih. “Jika Pemko Pekanbaru meminta saya menunjukkan lahan yang dibeli dari Rober Sanuri, saya bisa tunjukkan,” ujar Atan berapi-api.
Saat ditanya kenapa plang yang dibuat Pemko Pekanbaru diatas tanah milik Atan tidak dicabut, Marbun kuasa hukum Atan menimpali, biarkan plang itu berdiri disitu. Kita tidak akan cabut, dan itu akan menjadi bukti kecerobohan pihak Pemko Pekanbaru yang asal ‘comot’, ternyata lahan itu milik masyarakat.
Coba kita bayangkan kata J Marbun yang juga di amini Rivai, Atan putra jati kelahiran Selatpanjang itu sudah mengolah lahan miliknya sejak awal tahun 80-an, bahkan sudah memiliki surat pada tahun 1984. Sebagai bukti Atan memiliki ladang di daerah itu, ada namanya Toto Simatupang dan Monang Harahap yang tinggal didaerah itu, mereka mengetahui sejak kapan Atan berkebun disana.
Aturannya, pihak Pemko Pekanbaru harus teliti saat menelusuri lahannya yang pernah dibeli dari masyarakat, jangan asal tunjuk. Sebab kata Marbun lagi, menurut kliennya, Pemko Pekanbaru benar memiliki tanah didaerah itu yang dibeli dari Robert Sanuri dan lahan yang dikuasai Robert Sanuri itu sebelumnya merupakan milik Yayasan Pembangunan Tenayan.
Tragisnya lagi ujar Marbun, lahan yang dibeli Pemko Pekanbaru itu, kabarnya saat ini dikuasai warga yang namanya Edy Suryanto. Semua warga disana mengetahui persoalan itu, jadi Pemko Pekanbaru jangan asal pasang plang kepemilikan tanah diatas lahan milik orang lain, ujar Marbun dengan mimik serius.
Lebih lanjut J Marbun mengatakan, saya kurang mengetahui apakah ada permainan antara Edy Suryanto dengan pihak Pemko Pekanbaru terkait lahan tersebut. Kecurigaan itu bukan tidak beralasan, karena hingga saat ini Edy Suryanto dengan leluasa mengolah tanah yang di beli Pemko Pekanbaru dari Robert Sanuri.
Namun Pemko Pekanbaru melakukan klaim lahan miliknya dan mendirikan plang mereknya diatas tanah warga masyarakat yaitu Muhammad Diah alias Atan. Itulah sebabnya persoalan ini kami laporkan ke DPRD Kota Pekanbaru. Harapan kami, semoga anggota dewan terhormat itu dapat meluruskan persoalan yang dihadapi klien kami, kata Marbun berharap.
Ditempat terpisah, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kota Pekanbaru Krismat Hutagalung STh kepada Independensi.com mengakui bahwa surat pengaduan masyarakat terkait masalah lahan di Kawasan Industri Tenayan (KIT) sudah sampai di dewan.
Pengaduan masyarakat sudah diterima dan saat ini pihak Komisi I DPRD Kota Pekanbaru sedang mengumpulkan bukti-bukti kepemilikan tanah tersebut. Jika bukti kepemilikan tanah masyarakat sudah diberikan ke dewan, kita juga akan meminta bukti kepemilikan tanah yang di klaim Pemko Pekanbaru.
“Kalau tanah yang dibeli itu luasnya 266 hektar, berarti akan ada 133 surat SKGR. Untuk itu kita harapkan, jangan dulu ada pihak melakukan klaim diatas tanah tersebut, biar kita duduk bersama dulu menyelesaikannya,”kata Krismat. (Maurit Simanungkalit)