Suhardi Somomoeljono selaku kuasa hukum tersangka Humaini mantan Kacab PT ASEI Jakarta II.(ist)

Jadi Tersangka Mantan Kepala Cabang PT ASEI Praperadilankan Kejari Jakpus

Loading

JAKARTA (Independensi.com)
Tidak terima ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi mantan Kepala Cabang PT Asuransi ASEI Indonesia (ASEI) Cabang Jakarta II, Humaini mempraperadilankan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Suhardi Somomoeljono selaku kuasa hukum Humaini kepada wartawan, Kamis (17/9) mengatakan praperadilan diajukan karena kliennya menilai penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Kejari Jakpus tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

“Juga tidak memenuhi syarat seseorang ditetapkan sebagai tersangka yaitu minimal adanya dua alat bukti sebagaimana dipersyaratkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP,” ucap Suhardi.

Dia pun membeberkan masalah hilangnya dana PT ASEI diawali penerbitan Sertifikat Penjaminan Kontra Garansi Bank (Jaminan SP2D) Nomor 14080012051690855 (SKGB) sebesar Rp24,5 miliar kepada PT Dharma Perdana Muda (DPM).

“Tapi yang menandatangani di sertifikat bukan tersangka klien kami, melainkan Masnani Siahaan selaku Kepala Bagian Teknik PT ASEI Cabang Jakarta II dengan mengatas-namakan tersangka Humaini,” ucapnya.

Oleh karena itu, menurut Suhardi, penetapan tersangka oleh Kejari Jakpus terhadap kliennya sebagai bentuk pertanggung-jawaban atas pencairan dana tersebut tidak dapat dibenarkan.

Bahkan, tegas Suhardi, penyidik tidak dapat menggambarkan bagaimana tindak kejahatan itu dilakukan tersangka. Selain itu, kata dia, penyidik juga tidak dapat menunjukkan alat bukti yang membuktikan kerugian sebesar Rp24,5 miliar yang dialami PT ASEI diakibatkan perbuatan tersangka.

Dikatakannya juga perbuatan tersangka dalam berkas penyidikan yang dibuat oleh jaksa hanya bersifat opini dan tidak didasari  bukti permulaan yang cukup yaitu minimal dua alat bukti

Bahkan penyidik, tuturnya, terkesan mengesampingkan dan mengabaikan beberapa fakta hukum yang seharusnya dapat membuat terang penyelesaian perkara.

“Karena penyidik saat menyidik tidak mengkaji, menguji bahkan terkesan mengesampingkan keterangan Humaini terkait pemberian fasilitas penjaminan kepada PT DPM sebesar Rp24,5 miliar adalah perintah kantor pusat PT ASEI,” ucapnya.

Sehingga tersangka, ujarnya, hanya melaksanakan perintah dari PT ASEI Pusat dan tidak punya kuasa dan kewenangan menolak atau membantah perintah dari Pusat.

Disebutkannya atas perintah kantor Pusat kemudian kliennya memerintahkan bawahannya untuk melaksanakan pemberian fasilitas kepada PT DPM atas perintah PT ASEI Pusat

“Tapi dengan syarat proses penerbitan SKBG harus dilaksanakan sesuai dengan standard operational (SOP) yang berlaku,” ucapnya.

Oleh karena itu, tegas Suhardi penyidik seharusnya juga wajib memeriksa PT ASEI Pusat guna mengetahui dasar diberikannya perintah untuk PT DPM terkait pencairan fasilitas penjaminan

Karena, tutur dia, jika penyidik hanya menyidik dan mendalami kantor Cabang dan tidak untuk kantor Pusat maka jaksa telah mengesampingkan fakta-fakta hukum yang dapat membuat terang suatu perkara pidana.

Dia pun menyesalkan penyidik tidak mendalami saat dana Bank Garansi dicairkan PT Bank Mandiri apakah memang telah memenuhi prasyarat yang ditentukan atau tidak.

“Apalagi PT Bank Mandiri dalam pencairan Bank Garansi kepada PT DPM tidak pernah sekalipun berkoordinasi dengan klien kami,” tutur Suhardi

Dia menyebutkan kliennya sendiri langsung melakukan pencegahan dengan segera membuat Laporan Polisi (LP) kepada Polda Metro Jaya atas dugaan penggelapan dan penipuan yang dilakukan PT DPM dan Kuasa Direksinya.

“Namun anehnya LP klien kami tidak mendapatkan tanggapan positif dari PT ASEI Pusat yang justru mencabut LP tersebut,” katanya seraya menyebutkan terhadap sikap PT ASEI Pusat mencabut LP kliennya itu perlu dikaji lebih jauh oleh jaksa.

“Terutama untuk mendalami dasar atau motif PT ASEI Pusat mencabut LP klien kami,” tutur Suhardi seraya berharap dengan berbagai fakta-fakta yang ada serta tidak didukung peristiwa pidana yang proporsional, hakim praperadilan PN Jakarta Pusat menggugurkan status tersangka kliennya itu.

Sementara itu Kajari Jakarta Pusat Riono Budi Santoso saat dihubungi untuk dimintai tanggapanya melalui WhatsAp (WA) sampai berita ini diturunkan tidak memberikan jawaban. (muj)