GMNI : Kemenkumham Pakai Cara Orba Pecah Belah GMNI!

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) yang dipilih secara sah melalui Kongres XXI di Christian Centre, Kota Ambon, Imanuel Cahyadi mengatakan, Kementerian Hukum dan HAM memakai cara orde baru untuk memecah GMNI.

Hal itu dikatakannya saat menyikapi munculnya SK Kemenkumham yang menyatakan Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) atas nama “Ketua Umum” Arjuna Putra Aldino dan “Sekjen” M Ageng Dendy dengan nomor surat AHU-0000510.AH.01.08. Tahun 2020.

Imanuel menegaskan, selama ini tidak ada dualisme kepemimpinan di GMNI karena forum Kongres XXI di Ambon pada 2019 telah memilih Imanuel Cahyadi dan Sujahri Somar sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal GMNI periode 2019-2022 secara aklamasi.

“Perlu saya tegaskan. Saya beserta Bung Sujahri Somar telah dipilih secara sah melalui forum kongres yang sesuai dengan mekanisme dan aturan organisasi. Kami dipilih oleh 87 DPC definitif dan 7 DPD definitif dari total 136 DPC dan 10 DPD definitif peserta kongres,” tegas Imanuel di dalam keterangannya, Kamis (17/9).

“Bila ada pihak lain yang mengklaim dirinya sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal GMNI dan mengklaim telah mendapat SK Kemenkumham, maka kami akan menggugat mereka melalui jalur hukum,” tegasnya.

Imanuel mengakui bahwa pihaknya mengetahui ada oknum yang mengklaim diri sebagai Ketua Umum dan Sekjen GMNI melalui proses deklarasi di Hotel Amaris Kota Ambon saat forum kongres GMNI yang resmi masih berlangsung.

Namun, dia menegaskan deklarasi Amaris itu adalah ilegal karena tidak sesuai dengan konstitusi organisasi. Sebab, hal itu dilakukan diluar Kongres resmi GMNI.

Karena itu, Imanuel mengaku terkejut saat mengetahui Kemenkumham memberikan SK tersebut. Imanuel menyayangkan sikap Kemenkumham yang tidak memperhatikan aspek prosedural hukum dan prinsip azas umum pemerintahan yang baik dalam melaksanakan tugasnya.

“Sejak Desember 2019 setelah kongres di Ambon, kami telah mengajukan permohonan penerbitan SK Kemenkumham GMNI atas nama Imanuel Cahyadi dan Sujahri Somar, namun hingga hari ini, semua surat kami yang masuk ke Kemenkumham tidak mendapat respon,” ungkapnya.

Imanuel pun menduga bahwa Kemenkumham melalui Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) yang mengeluarkan SK GMNI atas nama Arjuna dan Dendy tidak menjalankan tugasnya berdasarkan prosedur seperti yang diatur dalam Permenkumham. Sebab, pihak Arjuna dan Dendy tidak melaksanakan tahapan-tahapan forum kongres sebagaimana diatur dalam AD/ ART organisasi.

“Sehingga seharusnya mereka tidak memiliki kelengkapan berkas untuk memenuhi persyaratan pengajuan SK Kemenkumham” kata Imanuel.

Imanuel menduga kuat terbitnya SK Kemenkumham GMNI atas nama Arjuna dan Dendy karena adanya intervensi yang dilakukan oleh oknum alumni GMNI terhadap Kemenkumham. Ia menyesalkan tindakan oknum alumni GMNI yang memecah belah GMNI dengan mendorong terbitnya SK kepada pihak yang tidak dipilih melalui mekanisme kongres yang sah di Ambon.

“Kami menyayangkan tindakan oknum-oknum alumni GMNI yang berkolaborasi dengan Menkumham untuk memecah belah GMNI. Terlebih, Kemenkumham menerbitkan SK bagi pihak yang tidak terpilih secara sah di forum kongres GMNI di Ambon. Kami menduga ada upaya dari oknum alumni GMNI menggunakan tangan pemerintah untuk membersihkan perbuatan kotor mereka memecah belah GMNI di Kongres Ambon akhir tahun lalu,” tambahnya.

Penerbitan SK Kemenkumham GMNI atas nama Arjuna dan Dendy tersebut diyakini akan menimbulkan polemik baru di dalam organisasi GMNI. Oleh karena itu, Sujahri Somar selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) GMNI yang terpilih secara sah melalui kongres Ambon menyampaikan bahwa pihaknya akan mengajukan gugatan hukum atas terbitnya SK Kemenkumham tersebut.

“Kami akan menyiapkan langkah untuk mengajukan gugatan atas terbitnya SK Kemenkumham GMNI atas nama Arjuna dan Dendy tersebut karena menurut kami itu (penerbitan SK) cacat prosedural,” ucapnya.

“Hal ini juga demi menjaga kepastian hukum dan marwah organisasi GMNI. Dengan terbitnya SK GMNI atas nama Arjuna dan Dendy tersebut, artinya Kemenkumham telah merusak marwah organisasi dan semangat para kader GMNI yang telah berproses saat kongres di Ambon saat itu,” tambahnya.

Sujahri menegaskan, GMNI juga akan meminta kepada pihak Kemenkumham untuk membuka kembali surat-surat ber-kop GMNI yang masuk ke meja Menkumham, serta meminta kejelasan tentang tidak diresponnya surat tersebut hingga kini.

Sujahri pun menggambarkan bahwa perpecahan yang terjadi di dalam tubuh GMNI saat ini mirip seperti cara yang digunakan Orde Baru dahulu. Untuk itu ia berharap agar Presiden Jokowi mereshuffle Menkumham yang saat ini agar tidak merusak citra pemerintah saat ini.

“Kami prihatin cara-cara Orde Baru membelah partai atau organisasi masih digunakan di era sekarang. Untuk itu, Presiden Jokowi harus mereshuffle Menkumham yang telah mempraktikkan cara-cara otoriter yang bisa merusak citra pemerintahan Jokowi di mata masyarakat,” tandasnya.