Nur Setia Alam Prawiranegara, S.H.,M.Kn.

Perempuan atas Ikrar Sumpah Pemuda

Loading

Oleh :  Nur Setia Alam Prawiranegara, S.H.,M.Kn.

Independensi.com – Setiap tanggal 28 Oktober diperingati sebagai hari “Sumpah Pemuda”. Menjadi suatu pertanyaan mendasar mengapa harus diperingati? Jawabannya karena suatu Bangsa membutuhkan suatu “MAKNA KEBANGSAAN”.

Sumpah Pemuda merupakan salah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia atas hasil keputusan Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta),  lahir dan menjadi suatu Ikrar/Sumpah untuk mewujudkan semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia.

Makna Kebangsaan tersebut diejawantahkan dengan 3 (tiga) point penting untuk dihayati dan dijalankan dengan sebaik-baiknya. Yaitu Tanah Air yang diakui adalah “Indonesia”, Mengakui sebagai “Bangsa Indonesia” dan menjunjung tinggi “Bahasa Indonesia” yang baik dan benar secara Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

Pemuda terdiri dari Laki-laki dan Perempuan, dimana kategori Pemuda menyangkut batasan usia pemuda, sifat ataupun karakteristik pemuda, dan tujuan dari aktivitas kepemudaan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang RI no. 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan.

Perempuan, saat ini dalam melaksanakan tujuan yang diharapkan dalam UU masih mengalami diskrisminatif, bahkan tidak hanya dari masyarakat akan tetapi dari beberapa komponen peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah baik pusat maupun daerah.

Selain diskriminasi, masih banyak bahkan meningkat jumlah kekerasan yang dialami oleh perempuan, sedangkan untuk melindungi keberadaannya yaitu RUU P-KS masih menjadi hal yang sulit untuk dibahas bahkan disahkan di DPR.

Bertepatan pada hari ini, Rabu, tanggal 28 Oktober 2020, Komnas Perempuan juga memperingati ulang tahunnya “Peringatan HUT Komnas Perempuan: “22 Tahun Meneguhkan Gerak Juang Bersama Untuk Penghapusan Segala Bentuk Kekerasan dan Diskriminasi Terhadap Perempuan”.

Komnas Perempuan sebagai Lembaga Nasional berjuang atas gerakan sosial, khususnya gerakan perempuan, untuk mengejahwantahkan nilai-nilai transformasi sosial di tengah keterbatasan birokrasi yang menghimpit gerakan perempuan tersebut.

Perjuangan yang dihadapi kaum perempuan dengan deret tantangan yang tak mudah saat ini. Bisa dibayangkan dengan kondisi penuh ketidakpastian di saat Pandemi Covid-19 yang tidak pernah disangka sebelumnya. Kemudian, ricuh Omnibus Law, penundaan berlarut pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga.

Konservatisme dan politisasi identitas primordial serta intoleransi yang kian menguat, konflik sumber daya alam dan konflik agraria akibat program pembangunan yang ambisius yang kurang melibatkan partisipasi substansi warga dalam perencanaannya.

Tantangan lainnya yakni tumpukan hutang penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu, intensitas kekerasan yang makin menjulang, kondisi perempuan pekerja yang rentan kekerasan dan eksploitasi baik di dalam maupun luar negeri.

Selain itu, persoalan kelembagaan yang menuntut penguatan segera, serta masih banyak lagi, sesuai dengan nilai-nilai falsafah pancasila sebagai ideologi bangsa melalui harmonisasi kebijakan.

Menurut pandangan Penulis mengenai Perempuan atas Ikrar Sumpah Pemuda, adalah:
Pertama, perempuan sesungguhnya mempunyai kemampuan untuk mengemban tujuan dari UU tentang Kepemudaan tersebut. Akan tetapi mungkin ada yang belum memperoleh pendidikan yang maksimal dengan latar belakang yang beragam, bahkan kurang pemahaman bagi Perempuan itu sendiri, atas kedudukannya yang sangat penting baik diri sendiri, masyarakat termasuk bangsa Indonesia.

Kedua, dibutuhkan adanya keberpihakan dari Pemerintah baik Pusat dan Daerah, Anggota Dewan maupun pihak-pihak terkait termasuk masyarakat pada umumnya, agar perempuan secara utuh dapat seimbang dan sejajar dalam kesetaraan untuk mengisi kemerdekaan di Republik ini, sebagaimana cita-cita dari Sumpah Pemuda.

Ketiga, perempuan diberikan keleluasaan dan ruang untuk bergerak dan mengemban tanggung jawab yang seimbang dengan Laki-Laki di setiap sektor tanpa menghilangkan sesuatu hal yang menjadi kodratnya seperti melahirkan dan mengurus anak, sebagai suatu kelebihan sebagai mahluk yang multitasking.

Keempat, perempuan adalah harapan dalam setiap kemajuan di dalam suatu bangsa yang dapat merubah pandangan orang dan menjadi tumpuan para generasi terdahulu untuk mengembangkan ide-ide ataupun gagasan yang berilmu, wawasan yang luas, serta berdasarkan kepada nilai/ norma yang berlaku di dalam masyarakat.

Kelima, perempuan Indonesia harus dihargai, karena mempunyai peran penting untuk membentuk Pemuda Indonesia, karena dari dirinya lahir generasi penerus bangsa, yang akan membangun negara ini untuk menjadi lebih baik dengan memberikan pemikiran dan menggerakkan generasi sebagai Pemuda untuk menjalankan Sumpah Pemuda itu sendiri. (*)

Penulis adalah Ketua Umum Indonesian Feminist Lawyers Club /IFLC