MRS Tokoh Radikalisme dan Poso Simbol Terorisme di Indonesia

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Mohammad Rizieq Shihab (MRS), pentolan Front Pembela Islam (FPI) merupakan tokoh radikalisme dan Poso, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) merupakan simbol terorisme di Indonesia. Radikalisme selalu berkaitan langsung dengan terorisme.

Dua pekan setelah MRS menebar ujaran kebencian dan ancam potong kepala bagi para penista agama, di Jakarta, 14 – 15 Nopember 2020, jaringan teroris paling berbahaya di Poso, Provinsi Sulawesi Tengah, Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora, memenggal kepala 4 warga manusia tidak berdosa di Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, pukul 08.00 Waktu Indonesia Timur (WIT), Jumat pagi, 27 Nopember 2020.

Presiden Indonesia, Joko Widodo, tampak geram dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 30 Nopember 2020. Joko Widodo, menilai, insiden Lemban Tongoa, merupakan tragedi kemanusiaan, dan Pemerintah Republik Indonesia, segera menyerahkan uang santunan kepada keluarga korban, sesuai ketentuan yang berlaku.

Dengan raut wajah serius memendam amarah, Presiden Joko Wododo, memerintahkan Polisi Republik Indonesia (Polri) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) segera mengatasi kebrutalan kelompok teroris Poso.

Panglima Tentara Nasional Indonesia Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, kemudian memerintahkan Komando Operasi Gabungan Pasukan Khusus yang dikenal dengan sebutan Koopsus beranggotakan TNI dari matra Darat, Laut dan Udara, bertolak ke Poso. Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, memang bertetangga dengan Poso.

Kebrutalan teroris Poso, semakin menambah amarah masyarakat dan Pemerintah Indonesia terhadap MRS. Penyidik Polisi Daerah Metropolitan Jakarta Raya, melayangkan surat panggilan kepada MRS, untuk menjalani pemeriksaan, Senin, 1 Desember 2020.

Habib Rizieq Shihab
Habib Rizieq Shihab

Materi pemeriksaan, sehubungan ujaran kebencian, ancaman, dan tidak mau mengikuti isolasi mandiri sesuai protokol kesehatan di dalam mengurangi penyebaban Corona Virus Disease-19 (Covid-19) dengan ancaman pidana penjara 1 tahun. MRS pun diperiksa Polisi Daerah Jawa Barat, karena aktifitasnya di Puncak, Kabupaten Bogor, tidak memperhatikan protokol kesehatan, karena menghadirkan ribuan orang, Jumat, 13 Nopember 2020.

Chat mesum

MRS kabur ke Arab Saudi, 26 April 2017. MRS kabur, setelah Firza Hussien ditangkap atas tuduhan makar. Kaitannya karena di dalam telepon genggam melalui jaringan WhatsApp, ada percakapan mesum antara MRS dan janda Firza Hussein.

Setelah 3,5 tahun bersembunyi di Arah Saudi, MRS mendarat di Jakarta, Selasa, 10 Nopember 2020, disambut jutaan manusia, tanpa memperdulikan protokol kesehatan dan merusak fasilitas umum di Bandar Udara Soekarno Hatta, Cengkareng, Kabupaten Tangerag, Provinsi Banten.

Tiba di Indonesia, dengan penuh percaya diri, MRS mengklaim akan keliling Indonesia, memimpin revolusi akhlak. Tapi revolusi akhlak MRS menjadi bahan tertawaan, karena justru menunjukkan sikap tidak berakhlak, tidak bermoral, tidak berintegritas, karena menuduh artis Nikita Mirzani sebagai lonte yang dilindungi polisi di forum terbuka.

Malah dengan nada sakrasme, MRS menuding polisi sengaja menjaga rumah Nikita Mirzani, karena mungkin ingin mendapat ‘jatah’ (maaf, ingin menzinahi Nikita Mirzani) dari janda beranak tiga itu.

MRS menyerang Nikita Mirzani, karena sebelumnya dituding habib abal-abal. Nikita Mirzani, mengaku heran MRS yang sebelumnya hanya tukang jual obat, tiba-tiba bergelar habib (keturunan Nabi Muhammad). Nikita Mirzani menantang MRS segera lakukan test Deoxyribonucleic Acid (DNA) atau Asam Deoksiribonukleat, untuk bisa mengetahui garis keturunan, apa benar MRS seorang habib atau tidak.

Ujaran kebencian dan ancaman MRS, tersebar di media sosial. Video ceramah MRS berisi ancaman pemenggalan kepala terhadap pelaku penista Islam, penista nabi, dan penista ulama, beredar di media sosial dan menjadi perbincangan khalayak ramai.

Bukan tanpa sebab. Video itu dinilai syarat provokasi dan ujaran kebencian. Setidaknya begitulah kata anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia dari Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Prof Dr Jimly Asshiddiqie, SH.

“Ini contoh ceramah yang bersifat mnantang & berisi penuh kebencian & permusuhan yang bagi aparat pasti harus ditindak. Jika dibiarkan provokasinya bisa meluas & melebar. Hentikan ceramah seperti ini, apalagi atas namakan dakwah yang mesti dengan hikmah dan mau’zhoh hasanah,” cuit Jimly di twitter.

Video berdurasi 40 detik, salah satunya dibagikan akun twitter pegiat media sosial, Denny Siregar, @dennysiregar7. Dalam video yang diduga merupakan potongan dari video kanal YouTube Front TV (akun FPI) itu, Rizieq bicara berapi-api mengingatkan Pemerintah Republik Indonesia dan Polisi Republik Indonesia akan adanya pemenggalan kepala, bila penista agama dibiarkan bebas dan tidak diproses hukum.

“Kepada Pemerintah, khususnya kepolisian, kita kasih tahu, kalau tidak mau seperti kejadian di Perancis, dimana penghina nabi dipenggal kepala, tolong, kalau ada laporan, penista-penista agama, proses dong!” kata MRS.

MRS mengingatkan untuk tidak menyalahkan umat Islam, bila suatu saat ada potongan kepala tercecer di jalan. “Yang menghina nabi, menghina Islam, menghina ulama, proses! Betul? Kalau tidak diproses, jangan salahkan umat Islam kalau kepalanya besok ditemukan di jalan. Takbir! Takbir! Siap bela nabi! Siap mati untuk Rasulullah! Takbir!” kata MRS.

Video ditanggapi Denny Siregar, pegiat media sosial. “Ini video baru atau lama sih @DivHumas_Polri? Ceramah Rizik ini sadis banget. Sudah mulai ancam main penggal-penggal kepala,” tulis Denny, Selasa, 17 November 2020.

Pada Rabu, 18 November 2020, Denny kembali menulis cuitan menanggapi video Rizieq. “Dipenggal oleh gerombolan setan berbaju agama adalah sebuah kehormatan. Percayalah. Kusediakan kepalaku jika itu menjadi jalan untuk menggerakkan banyak orang,” tulis Denny Siregar.

Karena sudah sangat meresahkan, Komandan Komando Daerah Militer Jayakarta Raya, Mayor Jenderal TNI Dudung Abdurachman, memutuskan menurunkan baliho provokatif MRS yang dipasang FPI, sambil mengeluarkan ancaman apabila masih melakukan hal serupa. Sikap tegas Dudung didukung Kepala Polisi Daerah Metropolitan Jakarta Raya, Inspektur Jenderal Polisi Fadil Imran.

Diancam, nyali MRS jadi ciut, dan memilih dirawat di Rumah Sakit Kesehatan Ibu dan Anak (RSKIA) Ummi Bogor, Kamis, 26 Nopember 2020. Lantaran didesak Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, untuk test swab Covid-19, MRS malah memilih kabur pukul 20.50 WIB, Sabtu, 28 Nopember 2020. Tap MRS terus digarap aparat keamanan, mengingat banyak pihak mendesak kasus hukumnya sebelum kabur ke Arab Saudi tahun 2017, segera dibuka kembali.

Kredibilitas Pemerintah

Penanganan hukum terhadap MRS sebagai simbol radikalisme, sudah menyangkut kredibilitas Pemerintah Republik Indonesia. Tidak cukup hanya membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) didasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017, tanggal 10 Juli 2017, karena bersikeras mengganti ideologi Pancasila dengan paham khilafah.

Apabila Polisi Republik Indonesia tidak mampu menuntaskan pelanggaran hukum MRS, maka kredibilitas Pemerintah Republik Indonesia di mata masyarakat menjadi hancur, baik di dalam maupun di luar negeri. Dampak lebih luas, aksi terorisme akan terus tumbuh subur.

Pembiaran terhadap aksi radikalisme MRS, akan mengguncang stabilitas politik dan keamanan di dalam negeri. MRS akan terus-terusan melakukan aksinya, sehingga berdampak pula kelancaranan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden dan legislatif tahun 2024.

Di samping itu, membuka peluang bagi yang tidak senang dengan pemberantasan korupsi dan penertiban pengelolaan sumberdaya alam dilakukan Pemerintahan Presiden Joko Widodo, bersatu melawan Pemerintahan yang sah. Kesetiaan dilakukan TNI dan Polri terhadap Pemerintah Republik Indonesia, harus dijadikan momentum bagi Presiden Joko Widodo, memberangus aksi radikalisme sebagai muara dari aksi terorisme di Indonesia.

Pemerintahan Republik Indonesia, tidak boleh lagi kehilangan momentum di dalam menegakkan supremasi hukum, karena pasti akan mendapat dukungan luas dari segenap lapisan masyarakat. Aksi radikalisme dimainkan MRS berimplikasi pula, memburuknya citra Pemerintah Pemerintah Indonesia di mata masyarakat luar negeri, sehingga salah satu dampaknya berkurangnya kunjungan wisatawan ke Indonesia yang berdampak langsung terhadap melambatnya pergerakan ekonomi sektor riil.

Koordinator Kongres Rakyat Flores (KRF), Petrus Selestinus, menyesalkan sikap Presiden Jokowi yang tergolong ketinggalan kereta alias terlambat, ketika merespons peristiwa pembantaian secara biadab satu keluarga berikut pembakaran Rumah dan Gereja di Dusun Lewonu, Desa Lembon Tongoa, Kecamatan Pelolo, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, Jumat pagi, 27 Nopember 2020.

Presiden Joko Widodo mestinya menjadi orang pertama yang mengutuk keras peristiwa tidak berperikemanusiaan di Sigi dan menyatakan belasungkawa sebagai wujud empatinya terhadap keluarga korban. Namun Presiden sangat terlambat karena baru merespons pada hari ke tiga setelah pembantaian terjadi, itupun setelah mendapat kritik pedas dari sejumlah pihak.

“Padahal dilihat dari bobot peristiwa dan dampak politik yang ditimbulkan, maka meskipun akhirnya Presiden Jokowi mengutuk keras peristiwa pembantaian dan menyatakan dukacitanya, namun sikap demikian menjadi tidak bermakna dan kehilangan bobot kenegarawanan sekalipun hanya sekedar penglipur lara,” ujar Petrus Selestinus.

Petrus Selestinus mempertanyakan apakah ada yang salah atau ada yang kurang dari warga minoritas di negeri ini, terhadap Presiden Joko Widodo dan pemerintahannya. Sehingga hanya sekedar menyatakan belasungkawa dan empati kepada korban kebiadaban teroris di Sigi dan di tempat lain, Presiden Joko Widodo enggan melakukan itu pada kesempatan pertama.

“Mengapa peristiwa penistaan agama di Prancis, Presiden Joko Widodo begitu cepat merespons dan mengecam keras sikap Prancis yang menghina Nabi Muhmmad SAW lewat karikatur dan mengecam pernyataan Presiden Emmanuel Macron yang melukai perasaan Umat Islam dan dipublikasikan secara luas,” tanya Petrus Selestinus.

KRF curiga, jangan-jangan Presiden Jokowi sedang menimbang-nimbang untung rugi dan dampak politik elektoralnya terhadap kepentingan putra dan menantunya yang sedang ikut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Solo dan Medan, manakala Presiden harus mengeluarkan pernyataan mengutuk keras peristiwa biadab di Sigi dan ucapan belasungkawa pada kesempatan pertama.

“KRF, mencium gelagat politik Presiden Joko Widodo akhir-akhir ini lebih memilih bersikap kompromi dengan kelompok yang dalam aktivitas sosial politiknya, mengedepankan politik identitas. Joko Widodo diduga mengkalkulasi untung rugi mengutamakan keselamatan dinastinya dalam Pilkada dari pada harus bersikap mewujudkan tujuan nasional dan memenuhi tuntutan rasa keadilan publik,” ungkap Petrus Selestinus.

Sejumlah rumah dirusak dan dibakar oleh kelompok Mujahidin Indonesia Timur

Jika demikian, maka Presiden Joko Wododo terlalu kejam bahkan tidak adil terhadap kelompok minoritas di negeri ini, jika hanya untuk kepentingan elektoral demi dinasti dan kroninya, lalu Joko Widodo memilih sikap mempertaruhkan kepentingan strategis nasional dengan membiarkan MRS dan FPI bersikap intoleran dan radikal terhadap kelompok minoritas, menghina TNI, Polri bahkan Jokowi sendiri.

“Sejumlah peristiwa besar yang berdimensi mengganggu kepentingan strategis masional, namun Jokowi hanya bisa mencopot Kapolda, Kapolres dan bahkan Kantor Urusan Agama Tanah Abang, sementara peristiwa pokok yang menjadi causa Kapolda, Kapolres dan KUA dicopot tidak diproses bahkan kasus-kasus lama yang korbannya adalah kelompok minoritas dibiarkan ngambang di Kepolisian hingga sekarang,” ungkap Petrus Seletinus.

Ada 53 Juta Terpapar Radikalisme

Radikalisme di Indonesia sudah sedemikian mengkhawatirkan dengan MRS sebagai simbolnya. Di dalam buku: Pancasila vs Khilafah, Ancaman Hizbut Tahrir terhadap Ideologi Negara, ditulis Dr Mohammad Nuruzzaman & Syaiful Arif, 2019, Cirebon: C.V. Aksarasatu, menilai, prograganda khilafah telah membuat kisaran 20% dari masyarakat kita berpaling dari Pancasila.

Apabila mengacu kepada jumlah penduduk di Indonesia mencapai 269,6 juta jiwa didasarkan Sensus Penduduk Tahun 2020, dikalikan dengan 20% penduduk terpapar paham radikalisme khilafah menurut buku: Pancasila vs Khilafah, Ancaman Hizbut Tahrir terhadap Ideologi Negara, maka potensi penduduk Indonesia terpapar paham radikalisme khilafah minimal mencapai 53,920 juta jiwa. Melalui propaganda itu, dinyatakan bahwa Pancasila adalah ideologi sekuler, bahkan ideologi kafir yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Menurut buku Pancasila vs Khilafah, Ancaman Hizbut Tahrir terhadap Ideologi Negara, para propagandis ini menutup mata, akal pikiran dan hati mereka terhadap fakta bahwa dasar negara nasional kita menempatkan Tauhid (Ketuhanan Yang Maha Esa), sebagai sila pertamanya.

Artinya, di dalam Pancasila, Tauhid menjadi sumber nilai yang menerangi (menyinari) sila-sila di bawahnya. Oleh karena itu, buku Pancasila vs Khilafah, Ancaman Hizbut Tahrir terhadap Ideologi Negara, mengajak kita, masyarakat Indonesia lintas kebudayaan, untuk memahami hakikat Pancasila yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa yang sebagian besar merupakan para ulama par exellence.

Radikalisme di Indonesia yang menempatkan MRS sebagai simbol, membuat aksi terorisme tumbuh subur. Di antaranya jaringan teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) berbasis di Poso, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulsel) karena kondisi sosial masyarakat sekitar yang mendukung. Ketika Santoso, pimpinan MIT ditembak mati, 18 Juli 2016, ribuan warga sekitar menghadiri pemakamanannya di Poso.

Dekade 2000-an jadi tahun di mana kelompok teroris banyak lahir di Indonesia. Terbentuknya Jamaah Ansharus Tauhid (JAT) di Poso, Provinsi Sulawesi Tengah, jadi salah satu embrio MIT. JAT adalah salah satu kelompok teroris dengan jaringan terbesar di Indonesia. Salah satu perintis JAT, Abu Bakar Ba’asyir adalah mantan pemimpin Jamaah Islamiyah (JI).

Yang menjadi komandan laskar JAT cabang Poso adalah Santoso alias Abu Wardah Asy Ayarqi. Gunitna Rohan dan Kam Stefanie Li Yee, dalam buku Handbook of Terrorism in The Asia-Pacific (2016) menjelaskan Santoso boleh jadi tidak begitu populer kala itu, tapi dikenal berpengalaman.

Rekam jejaknya jauh sebelum bergabung dengan JAT, Santoso turut terlibat dalam kerusuhan Poso sejak 1998. Pengalamannya itu yang akan membawanya menjadi pemimpin MIT. Lewat pengaruhnya, Santoso kemudian memiliki banyak pengikut. Santoso menggelar pelatihan militer di dua tempat di wilayah Poso pada 2010.

Dua tahun setelahnya, Santoso memproklamirkan diri sebagai pemimpin tertinggi (Amir) MIT pada 2012. Tahun 2012, MIT melakukan sejumlah aksi besar. Kelebihan mereka adalah mampu memanfaatkan teknologi internet untuk menjalankan aksi.

“Salah satu faktor yang membuat Santoso menjadi magnet bagi para pejihad garis keras adalah kemunculan mereka pada media yang dipropagandakan pada forum ekstremis dalam dua Bahasa. Bahasa Indonesia dan arab. Kelompok Santoso, MIT menjadi perhatian pihak berwenang setelah mereka meretas situs militer indonesia (TNI-AD) dan situs-situs dari beberapa lembaga pemerintah lainnya,” ungkap Rohan dan Li Yee.

Santoso komplotannya telah menyebar selusin video, audio, dan pesan berbahasa Indonesia ke berbagai forum ekstremis. Lewat konten-konten itu mereka menebar ancaman, terutama kepada unit kontra-terorisme elite Indonesia, Detasemen Khusus 88 Polisi Republik Indonesia (Densus 88 Polri). Hal-hal demikian jadi cara MIT membesarkan kejahatan mereka.

Santoso dan kelompoknya menjadi orang yang paling dicari di Indonesia. Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Polisi Badrodin Haiti (2014-2015) menyatakan Santoso pemimpin MIT, satu-satunya kelompok di Indonesia yang berbaiat kepada Negera Islam Irak dan Suriah atau The Islamic of Iraq and Syria (ISIS).

Kelompok Santoso paling solid dan militan. “Anggota MIT perpanjangan tangan ISIS di Indonesia, berjumlah 37 orang,” ujar Sunudyantoro, Amar Burase, dan Dewi Suci Rahayu dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul: Bekas Penjual Parang di Gunung Biru, 8 Februari 2016.

Hal itu dikuatkan dengan baiat Santoso kepada ISIS, diunggah pemimpin MIT ke Youtube pada 30 Juni 2014. Dalam video 12,5 menit, Santoso menyatakan MIT berbaiat kepada Daulah Islam atau Khilafah Islamiyyah, sebutan lain ISIS, dan Abu Bakar al-Baghdadi, pemimpinnya.

“Wahai Syeikh kami yang mulia. Ketahuilah bahwa setiap pemuda mujahidin di sini bersamamu, mencintaimu, mendukungmu, dan menjadikanmu amir (pemimpin) dan panutan dalam jihad fi sabilillah di wilayah kami. Dan kami di wilayah Indonesia Timur adalah tentara-tentaramu dan batu bata penopang Daulah Islamiyyah yang engkau pimpin,” ungkap Santoso.

Perburuan terhadap Santoso kian gencar. Santoso tewas dalam baku-tembak dengan Satuan Tugas (Satgas) Operasi Tinombala bentukan Polda Sulawesi Tengah di pedalaman Poso pada 18 Juli 2016. Pucuk kepemimpinan MIT diteruskan oleh Muhammad Basri alias Bagong.

Danrem dan Pejabat BIN tewas

Operasi penumpasan jaringan MIT di Sulawesi Tengah, dinamakan Operasi Tinombala melalui Satuan Tugas (Satgas) Tinombala, gabungan TNI dan Polri. Di antaranya, 13 orang prajut TNI gugur, setelah Helikopter Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) jatuh di Dusun Petirobajo, Kelurahan Kasiguncu, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Selatan, pukul 17.55 WIT, 20 Maret 2016. Kecelakaan dalam rangka operasi pengejaran teroris MIT pimpinan Santoso.

Daftar nama 13 prajurit TNI AD yang gugur, adalah Kolonel Ontang Roma Sitindoan dan Kolonel Inf Heri dari Badan Intelijen Negara (BIN), Komandan Komando Resort Militer 132/Taduloko Kolonel Inf Syaiful Anwar, kemudian Letkol Cpm Tedy, Mayor Inf Faqih, Kapten Dr Yanto, Prada Kiki, Kapten Cpn Agung, Lettu Cpn Wiradi, Letda Cpn Tito, Serda Karmin, Sertu Bagus, dan Pratu Bangkit.

Ketika Mohammad Basri ditangkap pada 14 September 2016, pimpinan MIT dijabat Ali Kalora. Ali Kalora adalah pengikut setia Santoso. Teror MIT pimpinan Ali Kalora di Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, Jumat pagi, 27 Nopember 2020, bagian dari 36 kali bentrok dengan masyarakat dan aparat keamanan, 2011 – 2020.

Pertama, pada 25 Mei 2011, terlibat aksi penembakan terhadap polisi di Bank Bank Central Asia (BCA), Jalan Eni Saenal. Dalam peristiwa ini dua polisi tewas dan 1 polisi luka berat. Kedua, pada 26 Agustus 2012, terlibat aksi penembakan terhadap warga atas nama Noldy Ambulando di Desa Sepe, Poso, di mana korbannya tewas.

Ketiga, pada 29 September 2012, terlibat aksi peledakan bom Desa Korowou, Kabupaten Morowali. Keempat, pada 4 Oktober 2012, terlibat aksi penembakan terhadap warga atas nama Hasman Sao. Kelima, pada 9 Oktober 2012, terlibat aksi peledakan bom di Kelurahan Kawua, Kabupaten Poso.Keenam, pada 16 Oktober 2012, terlibat aksi pembunuhan dua anggota Polres Poso yaitu Briptu Andi Sappa dan Brigadir Sudirman di dusun Tamanjeka, Kabupaten Poso.

Ketujuh, pada 22 Oktober 2012, terlibat aksi peledakan bom di Pos Polisi Smaker. Korbannya dua polisi dan satu satpam terluka. Kedelapan, pada 15 November 2012, terlibat dalam penembakan ke rumah dinas Kapolsek Poso Pesisir Utara. Kesembilan, pada 20 Desember 2012, terlibat dalam aksi penembakan terhadap Brimob di di Desa Kalora, Kabupaten Poso. Penyerangan ini mengakibatkan 4 anggota Brimob meninggal dunia.

Kesepuluh, pada 14 Mei 2013. Seseorang tak dikenal melemparkan bom molotov ke pojok kantor Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resort Palu, sekitar pukul 20.00 WITA. Kapolres Palu AKBP Trisno Rahmadi mengatakan bahwa tidak ada unsur bahan peledak dalam bom molotov itu.

Kesebelas, pada 19 Mei 2013. Ancaman bom terhadap Markas Kepolisian Sektor Palu Timur di Jalan RE Martadinata, Palu Timur. Tim Penjinak Bom (Jibom) kemudian meledakkan benda yang diduga bom tersebut.

Kedua belas, pada 3 Juni 2013, terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan bom bunuh Diri di Mako Polres Poso. Ketiga belas, pada 25 Februari 2014, terlibat dalam peledakan bom di Desa Pantangolemba, Kabupaten Poso. Keempat belas, pada 2 Juni 2014, penembakan terhadap warga Desa Tamanjeka atas nama Muhammad Muhir yang mengakibatkan luka berat. Kelima belas, pada 9 Juni 2014, terlibat penyerangan Mapolsek Poso Pesisir Utara. Beruntung, tak ada korban.

Keenam belas, pada 18 September 2014, terlibat pembunuhan warga bernama Fadly alias Nurhakim alias Papa Sri di Desa Padanglembara, Poso Pesisir Selatan. Ketujuh belas, pada 7 Oktober 2014, terlibat peledakan bom dan penghadangan mobil Bimob di Desa Dewua, Kabupaten Poso. Dalam peristiwa ini, penyerangan tak memakan korban. Kedelapan belas, pada 9 Desember 2014, terlibat aksi penculikan terhadap warga atas nama Obet Sabola dan pamannya Yunus Penini di Desa Sedoa, Kabupaten Poso, dan sampai sekarang belum ditemukan.

Kesembilan belas, pada 27 Desember 2014, terlibat penyanderaan dan pembunuhan dua warga Desa Tamandue, Kabupaten Poso. Kedua puluh, pada 29 Desember 2014, kelompok MIT melakukan penculikan terhadap 3 warga Tamadue, yaitu Harun Tobimbi, Garataudu, dan Victor Polaba. Garataudu ditemukan tewas, sedangkan Victor Polaba dan Harun berhasil meloloskan diri.

MIT Mutilasi Warga

Kedua puluh satu, pada 15 Januari 2015, terlibat penembakan dan mutilasi tiga warga Desa Tangkura, Poso Pesisir Selatan. Kedua puluh dua, pada 14 – 15 September 2015, terlibat pembunuhan dan mutilasi 3 warga Kabupaten Parigi Moutong. Kedua puluh tiga, pada 3 Agustus 2017, melakukan pembunuhan dengan cara menembak warga Desa Parigimpu, Parigi di Pegunungan Pora. Korban bernama Simson alias Suju. Kedua puluh empat, pada 19 Agustus 2015, Iptu Bryan Tatontos tewas ditembak kelompok MIT saat akan mengevakuasi jenazah Bado alias Urwah.

Kedua puluh lima, pada 13 September 2015, seorang transmigran asal Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, bernama I Nyoman Astika (60), ditemukan tewas dalam keadaan dipenggal. Dia tewas usai diserang lima orang tak dikenal (OTK) di kebunnya di pegunungan Baturiti, Kecamatan Sausu, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.

Kedua puluh enam, pada 17 September 2015, tiga warga Sausu ditemukan tewas. Yang pertama bernama Wayan, warga Dusun Gigit Sari, Desa Balinggi, Kecamatan Balinggi. Mayat kedua ditemukan sehari kemudian di kebun Dusun Buana Sari, Desa Tolai, Kecamatan Torue. Korban diketahui bernama Simon alias Hengky (50), warga Dusun Matanpondo, Desa Tolai Barat, Torue. Mayat ketiga ditemukan di kilometer 19, Desa Sausu Salubanga, Sausu dengan identitas yang belum diketahui.

Kedua puluh tujuh, pada 29 November 2015, Serka Zainuddin, anggota Yonif 712/Raider Manado, tewas saat kontak tembak dengan kelompok MIT. Kedua puluh delapan, pada 9 Februari 2016, Brigadir Wahyudi Saputra tewas ditembak oleh terduga anggota MIT di Desa Sangginora, Kecamatan Poso Pesisir Selatan. Kedua puluh delapan, pada 3 Agustus 2017, seseorang petani ditembak mati oleh MIT di wilayah Pegunungan Pora, Desa Parigimpuu, Kecamatan Parigi Barat, Parigi Moutong.

Kedua puluh sembilan, pada 30 Desember 2018, MIT melakukan aksi pembunuhan dan mutilasi terhadap warga Desa Salubanga, Parigi Moutong bernama Ronal Batua alias Anang. Ketiga puluh, pada 31 Desember 2018, melakukan penembakan terhadap dua polisi yang sedang mengevakuasi jasad warga Desa Salubanga, Parigi Moutong bernama Ronal Batua alias Anang. Akibatnya, dua polisi mengalami luka tembak namun berhasil diselamatkan.

Ketiga puluh satu, Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah berhasil menangkap lima orang yang diduga sebagai jaringan terorisme di wilayah Sulawesi Tengah. Lima orang terduga teroris itu disinyalir akan bergabung bersama kelompok sipil bersenjata Mujahidin Indonesia Timur, pimpinan Ali Kalora, 13 Desember 2019. Tapi ada korban polisi tewas yakni anggota Brimob Sulawesi Tenggara, Bharatu Muhamad Saepul Muhdori.

Ketiga puluh dua, pada Rabu, 15 April 2020, dua pelaku penyerangan terhadap anggota kepolisian yang tengah berjaga di depan Bank Mandiri, Jalan Pulau Irian Jaya, Gebang Rejo, Kota Kota, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, tewas ditembak.

Ketiga puluh tiga, Sabtu, 8 Agustus 2020, MIT mencegat dua petani yang hendak berladang ke kebun jagung di wilayah Pegunungan Tahiti, Desa Sanginora, Kecamatan Posos Pesisir Selatan, Poso. Kedua petani ditodong senjata api dan disandera MIT. Seorang bisa melarikan diri dan seorang lainnya tewas ditembak.

Dua terduga teroris jaringan Mujahidin Timur Indonesia (MIT) dipimpin Ali Kalora di Kota Palu, Sulawesi Tengah, Bojes dan Aziz, tewas setelah kontak senjata dengan Satuan Tugas (Satgas) Tinombala. Kontak tembak itu terjadi di Desa Bolano Barat, Kecamatan Bolano Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah.

Ketiga puluh empat, Minggu, 9 Agustus 2020, MIT kembali beraksi dengan menghadang rombongan pegawai Dinas Kesehatan Kabuapten Poso yang hendak menuju Kota Poso, di Jalan Trans-Sulawesi. Setelah menyita kunci mobil, kawanan penjahat ini juga mengambil uang, makanan, dan barang berharga milik para pegawai.

Ketiga puluh lima, pada Selasa, 17 Nopember 2020, dua teroris MIT, Wahid alias Aan alias Bojes dan Aziz Arifin alias Aziz ditembak di Kecamatan Bolano, Kabupaten Parimo, Provinsi Sulawesi Tengah.

Ketiga puluh enam, pada 27 Nopember 2020, empat orang dalam satu keluarga tewas dibunuh teroris MIT di Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah. Saat bersamaan, ada 7 orang anggota teroris berhasil ditangkap hidup-hidup.

Jaringan teroris di Indonesia

Di Indonesia, selain MIT, jaringan organisasi teroris meliputi Mujahidin Indonesia Barat (BIB), Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), Ring Banten, Jamaah Tawhid wal Jihad (JTJ), Forum Aktivis Syariah Islam (FAksi), Pendukung dan Pembela Daulah (PPD), Gerakan Reformasi Islam (GRI), Asybal Tawhid Indonesia (ATI), Kongres Umat Islam Bekasi (KUIB), Umat Islam Nusantara (UIN), Ikhwan Muwahid Indunisy Fie, Jazirah al-Muluk (Ambon), Ansharul Kilafah Jawa Timur (AKJT), Halawi Makmun Group, Gerakan Tawhid Lamongan (GTL), Khilafatul Muslimin dan Laskar Jundullah (KMLJ) dan Jamaah Ansharut Daullah (JAD).

JAD merupakan jaringan teroris berafiliasi ke ISIS paling aktif di Indonesia setelah MIT. Jaringan JAD membunuh Ajun Inspektur Satu Polisi Martua Sigalingging saat tertidur pulas karena dalam keadaan sakit saat bertugas di Pos Penjagaan Polisi Daerah Sumatera Utara, Jalan Medan Tanjung Morawa, Kilometer 10,5, Medan, pukul 03.00 Waktu Indonesia Barat, Minggu, 25 Juni 2017.

JAD mengebom tiga gereja Surabaya, menewaskan 21 orang (9 pelaku dan 12 korban) di Surabaya, Provinsi Jawa Timur, Minggu pagi, 13 Mei 2018. Pimpinan JAD dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) di Indonesia adalah Aman Abdurahman yang sudah ditangkap Polisi Republik Indonesia (Polri), dan ditahan di Markas Komando Brigade Mobile Polisi Republik Indonesia (Mako Brimob Polri) di Kelapa Dua Depok, Provinsi Jawa Barat. Bom 3 gereja di Surabaya dipimpin Dita Supriyanto, Ketua JAD Surabaya, yang meledakkan bom di Gereja Pusat Pantekosta Surabaya di Jalan Arjuna, Surabaya.

Sementara itu, Brigadir Polisi Leonardo Latupapua, tewas ditembak teroris JAD di Markas Polisi Sektor Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan, Senin, 1 Juni 2020. Abdurahman, anggota JAD tewas seketika ditembak Polisi saat terjadi penyerangan. Jumat, 5 Juni 2020, Polisi Republik Indonesia, melakukan operasi senyap, menangkap jaringan Abdurahman.

Rangkaian aksi terorisme yang mencekam di Indonesia, sebagaimana aksi bom di Bali, pada 12 Oktober 2002 yang menewaskan 202 orang. Kemudian, pada 1 Oktober 2005 terjadi lagi teror bom di Bali, menewaskan 23 orang. JAD melakukan pelemparan bom menewaskan beberapa jemaat saat beribadat di Gereja Oikumene, Jalan Ciptomangun Kusumo, Kelurahan Sengkotek, Kecamatan Loa Janan Hilir, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, Minggu pagi, 13 Nopember 2016.

Di Indonesia, ada satu lagi jaringan teroris baru yang sudah diidentifikasi dan terus diawasi di wilayah Solo, Provinsi Jawa Tengah, di Bekasi, Provinsi Jawa Timur, di Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Namanya Jamaah Ansharut Khilafah (JAK). Jaringan teroris di Indonesia, sudah menyatakan kesetiaan kepada pemimpin ISIS yang baru, Abu Ibrahim al-Hashemi al-Qurashi, atau yang dikenal oleh pemerintah Amerika Serikat sebagai Amir Muhammad Sa’id ‘Abd-al-Rahman al-Mawla.

Pemerintah Republik Indonesia, mengakui, dari sekian organisasi kelompok Islam garis keras di Indonesia, secara organisatoris, malah ada yang sudah memiliki agenda politik secara nyata, menggantikan ideologi Pancasila menjadi ideologi berdasarkan khilafah, yaitu Hizbut Tahrir Indonesi (HTI), Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam (KPPSI) Sulawesi Selatan, dan Mujahidin Indonesia. (Aju)