JAKARTA (independensi.com) Rencana pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN yang untuk menggabungkan atau holdingisasi antara PT Pegadaian (Persero) dengan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk, dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) sebaiknya dibatalkan.
Alasannya ke tiga perusahaan BUMN tersebut memiliki entitas dan pangsa pasar yang berbeda. Jika ketiganya disatukan justru akan kehilangan perannya masung-masing yang selama ini sudah berjalan dengan sangat baik.
Saran untuk tidak melanjutkan akuisisi ke tiga perusahaan BUMN tersebut disampaikan pengamat ekonomi Dr Faisal Basri dalam seminar nasional dengan tema “Kajian : Rencana Akuisisi/Holding Perusahaan Sehat dalam kaitan Ekosistem dan Integrasi Data UMKM” yang diselenggarakan secara virtual, diJakarta, Rabu (13/1)
Dimisalkan ketiga perusahaab BUMN ini adalah menu makanan, BRI adalah steak, PNM adalah opor ayam dan Pegadaian pecel, menurut ekobom Senior UI ini akan enak jika dimakan sendiri-sendiri.
“Tapi kalau ke tiga makanan ini dijadikan satu, rasanya malah nggak karuan dan tidak bisa diniknati,,” kata Faisal.
BRI selama ini adalah bank yang membantu perusahaan korporasi menengah dan besar dengan persyaratan ketat. Sementara itu PNM adalah lembaga pembiayaan yang membantu pengusaha menengah dan kecil yang tidak bank minded. Bahkan tanpa agunan pun dibantu.
Sedangkan Pegadaian banyak membantu sektor UKM, UMKM dan masyarakat yang ingin mw dapatkan pinjaman dengan cara menggadaikan barangnya tanpa prosedur berbelit dan bisa langsung dapat uangnya.
“Peran Pegadaian selama ini untuk membantu kesulitas likuiditas jangka pendek. Jika ini digabung, tak akan bisa memperdalam sektor keuangan,” ujar Faisal dalam acara Seminar Nasional Serikat Pekerja (SP) Pegadaian bekerjasama dengan Forum Warta Pena (FWP)
Faisal menambahkan, rencana Menteri BUMN untuk membentuk induk perusahaan atau holding company guna memperkuat sektor UMKM justru bertentangan dengan gagasan pemerintah untuk memajukan UMKM secara totalitas.
“Inisiatif ini kalau bisa dibatalkan karena memang sesat pikiran. Jika ingin membuat PNM dan Pegadaian melaju kencang, bukan dibawah ketiak perbankan,” sambung Faisal.
Pengamat hukum korporasi Suhardi Somomuljono melihat selama ini Pegadaian merupakan perusahaan sehat dan tidak memiliki kesulitan likuiditas, sehingga secara politik hukum tidak ada alasan kedua BUMN ini untuk digabung.
“Logika hukumnya dimana, perusahaan yang sehat akan diambil alih. Secara terminologi hukum BRI itu punya culture yang berbeda dengan Pegadaian. Di situ mengenal bunga, denda, dan lainnya yang sangat berbeda dengan Pegadaian,” kata Suhardi.
Menurutnya, aksi penggabungan atau akuisisi dengan skema holdingnisasi secara hukum tidak bertentangan dengan hukum.
Pemerintah melalui Menteri BUMN punya hak dan kewenangan untuk melakukan aksi korporasi terhadap perusahaan milik negara.
Namun Suhardi mengingatkan agar proses akuisisi ini harus dikaji lebih mendalam tanpa mengindahkan legitimasi dan peran dari masyarakat. “Jangan hanya mengejar sahnya saja, tapi menghiraukan legitimasinya,” tukasnya. (hpr)