Pulau Kalimantan bisa diusulkan jadi Pulau Dayak Presiden Indonesia Joko Widodo

Penyelenggaraan Rupabumi Perteguh Keberagaman di Indonesia

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2021, tanggal 6 Januari 2021, tentang: Penyelenggaraan Nama Rupabumi, bertujuan memperteguh keberagaman di Indonesia di dalam pengamalan ideologi Pancasila, berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tungkal Ika.

Karena teknis pemberian nama wilayah administrasi pemerintahan, fasilitas publik bentukan manusia, gunung, bukit, lembah, sungai, harus mengacu kepada kearifan lokal, bahasa daerah lokal, demi wujud identitas lokal dalam integrasi regional, nasional dan internasional.

Hal ini nanti akan menjadi rujukan bagi masyarakat dalam mengusulkan nama calon daerah otonomi baru yang harus menggambarkan identitas kebudayaan berbagai suku bangsa di Indonesia yang berkarakter religius sebagai sumber pembentukan karakter dan jatidiri bangsa Indonesia.

Ketentuan terakhir ini, menjadi acuan bagi masyarakat tentang penamaan sebuah wilayah administrasi pemerintahan, tidak boleh lagi didasarkan selera pribadi oknum pejabat, sebagaimana nama calon provinsi baru di bagian timur Provinsi Kalimantan Barat dan nama calon provinsi baru di Provinsi Kalimantan Tengah yang tidak pernah melibatkan masyarakat di dalam penentuan penamaannya.

Staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, Salfius Seko SH, MH, mengatakan, nama rupabumi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia dan akan terus berkembang seiring dengan perkembangan kebutuhan manusia. Aspek budaya juga bisa mempengaruhi pemberian nama rupabumi.

Jenis unsur rupabumi dapat dibagi dalam unsur alami, unsur buatan manusia dan unsur-unsur yang bersifat fisiografis.

Pembakuan nama rupabumi baik unsur alami maupun unsur buatan dianggap penting dan strategis, karena akan berpengaruh terhadap berbagai kebijakan pembangunan dalam mewujudkan adanya gasetir nasional.

Sehingga ada kesamaan mengenai nama rupabumi di Indonesia mengenai letak geografis dan batas wilayah yang jelas, arti asal bahasa dan sejarah dari nama rupabumi serta mewujudkan data dan informasi akurat mengenai nama rupabumi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk kepentingan pembangunan.

Menurut Salfius Seko, belakangan ini banyak bermunculan penamaan rupabumi yang tidak mengikuti aturan seperti penamaan perumahan dan tempat-tempat perbelanjaan, di samping banyak yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah Bahasa Indonesia, juga masih banyak yang menggunakan bahasa asing.

“Apabila hal ini tidak segera ditangani, tentu akan dapat mengancam keberadaan Bahasa Indonesia dan sekaligus dapat mereduksi budaya daerah,” ujar Salfius Seko.

Sejarahnya di dalam ketatanegaraan di dunia, identitas lokal dan kearifan lokal, selalu dijadikan acuan prinsip di dalam teknik penamaan wilayah dalam pembakuan nama rupabumi (toponimi), sebagaimana sudah diatur di dalam penamaan rupabumi dimulai bersamaan dengan dikenalnya peta sehingga berkaitan dengan kartografi dalam peradaban manusia yang dimulai pada zaman Mesir kuno.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNCSGN) di bawah struktur Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). AtauThe Economic and Social Council (ECOSOC)of the United Nations (UN), untuk secara khusus menangani pembakuan rupabumi atau toponimi. Keberadaan UNCSGN berdasarkan Resolusi PBB, Nomor 4 Tahun 1967.

Pemerintah Republik Indonesia, melalui Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 900/1178/PUM, tanggal 5 April 2013, dengan payung hukum Peraturan Presiden Nomor 113Tahun 2006 tentang Pembentukan Panitia Pembakuan Nama Rupabumi, pada masing-masing provinsi, kabupaten/kota yang selanjutnya disebut Panitia Provinsi dan Panitia Kabupaten/Kota.

“Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021, maka Peraturan Presiden Nomor 113 Tahun 2006, dinyatakan tidak berlaku lagi,” kata Salfius Seko.

“Lex posterior derogat legi priori adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang terbaru (lex posterior) mengesampingkan hukum yang lama (lex prior). Asas ini biasanya digunakan baik dalam hukum nasional maupun internasional,” ujar Seko.

“Kemudian, lex superior derogat legi inferior adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang tinggi (lex superior) mengesampingkan hukum yang rendah (lex inferior). Asas ini biasanya sebagai asas hierarki,” tambah Salfius Seko.

Sekretaris Jenderal Dayak International Organization (DIO) Dr Yulius Yohanes, M.Si, mengatakan, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021, maka masyarakat Suku Dayak berhak mengusulkan perubahan nama Pulau Kalimantan menjadi Pulau Dayak.

“Usulan Pulau Kalimantan menjadi Pulau Dayak, tertuang di dalam Protokol Tumbang Anoi 2019, hasil Seminar Internasional dan Ekspedisi Napak Tilas Damai Tumbang Anoi 1894 di Cagar Budaya Rumah Betang Damang Batu, Desa Tumbang Anoi, Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia, 22 – 24 Juli 2019, demi terwujudnya identitas lokal dalam integrasi regional, nasional dan international,” kata Yulius Yohanes.

Dikatakan Yulius Yohanes, pembakuan nama rupabumi menjadi salah satu rekomendasi seminar nasional: “Hutan Adat, Tanah Adat dan IdentitasLokal dalam Integrasi Nasional” di Rumah Radakng, Pontianak, Senin, 22 Mei 2017, dari Panitia Pekan Gawai Dayak Provinsi Kalimantan Barat ke-XXXII Tahun 20017. Dimana digariskan, penamaan wilayah harus mengacu kepada kearifan lokal.

“Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021, dijadikan payung hukum pula bagi masyarakat yang menginginkan mengusulkan perubahan nama wilayahnya yang selama ini tidak sesuai dengan bahasa daerah lokal. Ini menjadi penting, karena menyangkut identitas sebuah suku bangsa di Indonesia yang harus dilindungi sesuai amanat konstitusi,” kata Yulius Yohanes.

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021, tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi, terdapat poin yang memperbolehkan penamaan unsur rupabumi, antara lain pulau, laut, gunung, bukit, goa, danau, dan lainnya dengan menggunakan bahasa daerah atau asing.

Hal tersebut tercantum dalam Pasal 3 huruf b tentang prinsip nama rupabumi di Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021. “Dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing apabila unsur rupabumi memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan/atau keagamaan,” demikian bunyi Pasal 3 huruf b tersebut.

Meskipun demikian, pada Pasal 3 huruf a telah disebutkan dengan jelas bahwa penamaan rupabumi harus menggunakan bahasa Indonesia.

Artinya, bahasa Indonesia menjadi bahasa utama yang harus digunakan untuk penamaan rupabumi tersebut. Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021, menyebutkan bahwa nama rupabumi harus ditulis menggunakan abjad romawi dan menggunakan satu nama untuk satu unsur rupabumi.

Nama rupabumi yang dipilih juga harus menghormati keberadaan suku, agama, ras, dan golongan, menggunakan paling banyak tiga kata, dan harus memenuhi kaidah penulisan nama rupabumi dan kaidah spasial.

“Menghindari penggunaan nama orang yang masih hidup dan dapat menggunakan nama orang yang sudah meninggal dunia paling singkat 5 tahun terhitung sejak yang bersangkutan meninggal dunia,” bunyi Pasal 3 huruf g.

Tak hanya itu, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021, menyebutkan bahwa dalam kaidah penamaan rupabumi dan kaidah spasial tersebut juga harus diatur dengan peraturan badan.

Adapun yang dimaksud unsur rupabumi dalam Peraturan Pemerintah tersebut adalah bagian dari rupabumi yang terletak di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi.

Selain itu, juga dapat dikenali identitasnya melalui pengukuran, atau dari kenampakan fisiknya, baik yang berada di wilayah darat, pesisir, maupun laut. Nama rupabumi tersebut diberikan pada unsur rupabumi yang terbagi atas unsur alami dan buatan.

Unsur alami adalah yang terbentuk secara alami tanpa campur tangan manusia meliputi pulau, kepulauan, gunung, pegunungan, bukit, dataran tinggi, goa, lembah, tanjung, semenanjung, danau, sungai, muara, samudra, laut, selat, teluk, unsur bawah laut, dan unsur alami lainnya.

Sementara unsur buatan adalah yang terbentuk karena campur tangan manusia yang terdiri atas wilayah administrasi pemerintahan, obyek yang dibangun, kawasan khusus, dan tempat berpenduduk.

Selain itu, unsur buatan tersebut juga termasuk tempat, lokasi, atau entitas yang memiliki nilai khusus atau penting bagi masyarakat suatu wilayah.

Pertimbangan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi, adalah: bahwa pengaturan penyelenggaraan nama rupabumi bertujuan untuk melindungi kedaulatan dan keamanan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, melestarikan nilai-nilai budaya, sejarah, dan adat istiadat serta mewujudkan tertib administrasi pemerintahan.

Bahwa penyelenggaraan nama rupabumi perlu dilaksanakan secara tertib, terpadu, berhasil guna, dan berdaya guna serta menjamin keakuratan, kemutakhiran, dan kepastian hukum;
bahwa penyelenggaraan nama rupabumi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial dan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memerlukan peraturan pelaksanaan yang lebih rinci dan komprehensif.

Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi.

Dasar hukum penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021, Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5214).

Presiden Jokowi

Kemudian, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

Penjelasan Umum Peraturan Rupabumi, disebutkan Pengaturan Penyelenggaraan Nama Rupabumi bertujuan untuk melindungi kedaulatan dan keamanan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, melestarikan nilai-nilai budaya, sejarah, dan adat istiadat serta mewujudkan tertib administrasi pemerintahan.

Penyelenggaraan Nama Rupabumi perlu dilaksanakan secara tertib, terpadu, berhasil guna, dan berdaya guna serta menjamin keakuratan, kemutakhiran, dan kepastian hukum.

Penyelenggaraan Nama Rupabumi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial dan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 saat ini telah dilaksanakan oleh Badan, kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota.

Namun demikian belum terdapat peraturan pelaksanaan dari kedua Undang-Undang tersebut yang mengatur Penyelenggaraan Nama Rupabumi secara komprehensif dan lebih rinci. Ini latar belakang Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021, tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi.

Selain itu Nama Rupabumi baku sangat penting dalam hubungannya dengan dunia internasional. Indonesia terlibat aktif dalam forum United Nations Groups of Experts on Geographical Names. United Nations Groups of Experts on Geographical Names merupakan organisasi kelompok pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait Nama Rupabumi.

Forum ini menjadi wadah penyebarluasan dan berbagi pakai informasi Nama Rupabumi yang telah dibakukan secara nasional.

Berdasarkan pertimbangan dan kebutuhan tersebut, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi.

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021, mengatur tentang unsur dan prinsip Nama Rupabumi, penyelenggara Nama Rupabumi, tahapan Penyelenggaraan Nama Rupabumi, penggunaan Nama Rupabumi baku dan perubahan Nama Rupabumi baku, pemantauan dan evaluasi, peran serta dalam pertemuan dan/atau organisasi internasional terkait Nama Rupabumi serta pendanaan.(aju)