Pengamat hukum Suhardi Somomoeljono.(muj/independensi)

Pengamat: Pejabat BPN Berwenang Batalkan Sertifikat Tanah Jika Didapati Cacat Administrasi

Loading

JAKARTA (Independensi.com)
Pengamat hukum Suhardi Somomoeljono mengatakan secara hukum seorang pejabat pertanahan seperti Kepala Kanwil Badan Pertananan Nasional (BPN) Propinsi berwenang membatalkan sertifkat tanah.

Menurut Suhardi ketentuan tersebut diatur dalam pasal 24 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Permen ATR/BPN) Nomor 11 Tahun 2016.

“Permen ini kemudian sejak 23 November 2020 dicabut dan digantikan Permen ATR/BPN Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan dengan sejumlah persyaratan,” katanya kepada Independensi.com, Rabu (20/1)

Dia menyebutkan pembatalan sertifikat tanah juga bisa dilakukan jika didapati perbuatan melawan hukum atau PMH. “Baik secara pidana, perdata atau wanprestasi berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki berkekuatan hukum tetap.”

“Kemudian pembatalan juga bisa dilakukan berdasarkan keputusan pejabat tata usaha negara yang berwenang berdasarkan adanya unsur cacat administrasi berdasarkan bukti yang sah,” katanya.

Oleh karena itu Suhardi menilai penetapan mantan Kepala Kanwil BPN DKI Jakarta yaitu JY sebagai tersangka kasus dugaan korupsi karena membatalkan sertifikat tanah oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Timur adalah tidak tepat.

Dia beralasan pembatalan sertifikat tanah adalah wewenang tersangka selalu Kakanwil BPN setelah adanya rekomendasi dari internal jika terdapat cacat adminstrasi. “Karena itu secara hukum seseorang melakukan tindakan atas perintah undang-undang tidak dapat dipidana seperti dimaksud pasal 51 ayat (1) KUHAP.”

Bunyi pasal tersebut, tuturnya, yaitu “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang tidak dapat dipidana.”

Ditambahkannya juga pembatalan menggunakan dasar hukum cacat administrasi sepanjang prosedurnya telah terpenuhi sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri/Kepala BPN Nomor 11 Tahun 2016 maka tidak dapat dikwalifikasi sebagai bentuk PMH secara pidana.

“Jika pun dalam proses penelitian dan pengkajian ada bukti pelanggaran prosedur, maka perbuatan JY adalah bentuk pelanggaran administrasi dan solusinya cukup dikenai sanksi teguran maupun sanksi disipliner yang berlaku pada aparatur sipil negara seperti diatur dalam peraturan perundang-undangan,” tutur Direktur Pasca Sarjana Universitas Mathla’ul  Anwar (UNMA) Banten ini.

Seperti diketahui Kejari Jakarta Timur menetapkan mantan Kakanwil DKI Jakarta yaitu JY sebagai tersangka kasus dugaan korupsi karena telah membatalkan 38 sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 5931 tanggal 20 Desember 2019.

Penetapan JY sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-05/M.1.13/Fd.1/11/2020 yang diterbitkan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur.(muj)