JAKARTA (IndependensI.com) – Vaksin Nusantara yang dikembangkan oleh Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto masih menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Apalagi vaksin yang digadang-gadang buatan Indonesia ini mendapat dukungan dari banyak pihak. Sehingga membuat masyarakat bingung dengan efektivitas vaksin tersebut.
Oleh sebab itu, Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay meminta agar aksi dukung dan mendukung vaksin tersebut segera dihentikan. Menurutnya hal tersebut kurang tepat, apalagi orang-orang yang mendukung tidak semuanya berlatar belakang akademik kesehatan.
“Lagian, ini kan bukan pilkada atau pileg. Kalau pemilu tentu dibutuhkan dukungan. Semakin banyak yang dukung, semakin mudah untuk menang. Itu karena kebenarannya didasarkan atas suara terbanyak. Kalau vaksin, kebenarannya diukur secara akademik,” kata Saleh dalam keterangan tertulisnya, Senin (19/4/2021).
Terkait adanya perbedaan pandangan antara para peneliti vaksin nusantara dan pihak BPOM, Saleh menyarankan agar sebaiknya diselesaikan dengan mediasi. Mediasi tersebut diperlukan agar peneliti dan BPOM bisa mengurai persoalan yang ada.
“Saya yakin, mediasi itu bisa dilakukan. Menkes diminta mengambil peran untuk memfasilitasi. Para peneliti dan BPOM tentu bisa duduk bersama dengan Menkes. Apalagi, dalam rapat terakhir di Komisi IX, usulan mediasi ini termasuk salah satu bagian dari kesimpulan rapat,” ujarnya.
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai, Menkes semestinya pihak yang paling berkepentingan agar vaksin segera tersedia. Menurut Perpres 99/2020, menkes memiliki otoritas penuh terhadap pengadaan vaksin. Tentu, termasuk dalam hal ini pengadaan vaksin nusantara atau vaksin merah putih.
“Di tengah situasi embargo vaksin yang terjadi, masyarakat banyak berharap agar pemerintah dapat melakukan terobosan dan inovasi baru. Termasuk di antaranya memikirkan agar vaksin-vaksin dalam negeri dapat bermunculan,” kata dia.
“Setiap penelitian yang dilakukan, harus didukung secara bertanggung jawab. Kemenkes harus memastikan tidak ada penelitian yang dipersulit. Semua harus diperlakukan sama,” ujarnya.