JAKARTA (IndependensI.com) – Dalam menjalankan programnya, Program Kartu Prakerja telah ‘clean and clear’ melalui berbagai tahapan pengawalan dan audit berbagai institusi, di antaranya Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan juga juga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada tahap awal pelaksanaan program ini, konsultasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga telah dilakukan.
Penekanan itu disampaikan Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari saat menjadi narasumber Focus Group Disussion bertema ‘Dinamika Permasalahan Akuntabilitas Keuangan Negara di Masa Pandemi Covid:19: Studi Kasus Pengelolaan Program Kartu Prakerja’ yang digelar Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Badan Keahlian DPR RI, Senin, 28 Juni 2021.
“Pada 2 Maret 2021, KPK melalui Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring Pahala Nainggolan mengirimkan surat yang menyatakan bahwa Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja telah mengimplementasi seluruh rencana aksi dan saran KPK,” kata Denni Purbasari.
Dalam kesempatan ini, Denni juga menjelaskan bahwa per 31 Maret 2021, saldo dana Kartu Prakerja tahun 2020 Rp 0,- karena semua sisa saldo telah dikembalikan ke Rekening Kas Umum Negara (RKUN). Dana tahun 2020 ini diperkenankan lewat akhir tahun sampai 100 hari kerja menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 25/2020 pasal 39 dan 43 tentang tentang Tata Cara Pengalokasian, Penganggaran, Pencairan, Pertanggungjawaban Dana Kartu Prakerja.
Menurut Denni, Program Kartu Prakerja hadir untuk menjawab dua tantangan besar dunia ketenagakerjaan kita, yakni terbatasnya lapangan kerja serta rendahnya produktivitas akibat ‘skill gap’ antara kebutuhan pasar kerja dan ketersediaan sumber daya manusia berkualitas. Hal ini dibuktikan dengan profil 135 juta angkatan kerja kita dengan 90 persen di antaranya belum pernah mengikuti pelatihan bersertifikat.
“Data Bank Dunia pun menyebut bahwa peningkatan keterampilan melalui pelatihan bukan prioritas, baik bagi pekerja maupun bagi perusahaan. Karena itulah, Kartu Prakerja hadir untuk memberikan beasiswa pelatihan peningkatan keterampilan kerja,” urai Deputi Ekonomi Kepala Staf Kepresidenan 2015-2020 ini.
Data hingga 27 Juni 2021, selama 17 gelombang pembukaan program, Kartu Prakerja telah menjaring 65,60 juta pendaftar teregistrasi di situs prakerja.go.id. Setelah melalui beberapa kali saringan seleksi, sebanyak 8,28 juta orang dinyatakan sebagai penerima efektif Kartu Prakerja.
“Dana insentif Prakerja pada 2020 telah kami salurkan sebesar Rp 13,36 triliun, sementara pada semester pertama 2021 sejumlah Rp 5,77 triliun,” terangnya.
Fakta menggembirakan lain, dari 35 persen penerima Kartu Prakerja tahun 2020 yang sebelumnya tidak bekerja kini telah bekerja kembali, membuka usaha atau menjadi freelancer. Demikian pua di semester awal 2021, ditemukan catatan awal 29 dari 89 persen penerima Kartu Prakerja yang awalnya tidak bekerja telah bekerja kembali, membuka usaha atau menjadi freelancer.
Selain manfaat pelatihan keterampilan, insentif yang tersalurkan dimanfaatkan dengan baik oleh penerima Kartu Prakerja. Sebanyak 95 persen peserta menggunakan dana bantuan hidup untuk kebutuhan pangan, 74 persen untuk keperluan listrik dan air, 70 persen untuk modal usaha, 64 persen untuk bensin/solar serta 61 persen untuk membeli pulsa/paket internet.
Denni pun menjelaskan, kalau Badan Pusat Statistik (BPS) mengemukakan bahwa 45 persen motivasi penerima Kartu Prakerja di masa pandemi disebut untuk mengejar insentif bantuan hidup, tidak ada yang salah dengan itu.
“Sangat manusiawi, bagi orang susah di masa pandemi perlu biaya untuk menopang kebutuhan hidupnya. Tapi yang kami tegaskan adalah aturan main program ini. Untuk mendapat insentif itu, seseorang harus menyelesaikan pelatihan terlebih dulu guna meningkatkan keterampilannya,” kata doktor ekonomi lulusan University of Colorado at Boulder Amerika Serikat ini.
Tak lupa Denni menggarisbawahi efisiensi Program Kartu Prakerja dengan sistem digital ‘end to end’, termasuk meminimalisirnya dari tindak pidana korupsi.
“Teknologi digital membuat kami bekerja sangat efisien, karena korupsi sangat susah dilakukan dengan adanya jejak digital. Di Prakerja, semua berlangsung non tunai. Pendaftaran secara langsung, tidak ada broker, ucapan terima kasih dan segala macam hal-hal seperti itu. Semua sangat terbuka,” tukasnya.
Di akhir diskusi, Denni mengingatkan, berbagai persoalan ketenagakerjaan dan pembangunan sumber daya manusia kita tak bisa ditumpukan hanya pada Program Kartu Prakerja.
“Pemerintah masih menyediakan berbagai pelatihan peningkatan keterampilan kerja melalui lembaga lain, seperti Balai Latihan Kerja (BLK) dan BLK Komunitas Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Kementerian Perindustrian, dan lain-lain,” pungkasnya.
Selain Denni Purbasari, diskusi ini juga menghadirkan Direktur Pengawasan Bidang Ekonomi Kreatif, Perdagangan, dan Ketenagakerjaan BPKP Bram Brahmana, Wakil Dekan Akademik, Riset dan Kemahasiswaan FEB UNS Surakarta Izza Marfuha, Ketua Prodi Magister Ekonomi FEB Universitas Trisakti Rinaldi Rustam serta Rully Sofyan selaku salah seorang penerima Manfaat Program Kartu Prakerja.
“Saya merasakan manfaat besar menjadi penerima Kartu Prakerja. Saya bisa kasih nilai antara 8-9, terlepas dari beberapa perbaikan yang harus dilakukan,” kata Rully Sofyan, seorang advokat berusia 57 tahun yang menjadi penerima Kartu Prakerja Gelombang IV.
Rully merasa mendapat keterampilan baru dengan mengikuti pelatihan ‘Membuat Web Ecommerce dengan WordPress’ melalui lembaga pelatihan ‘Baba Studio’ – Tokopedia.
“Materinya sangat bagus, tak hanya memberikan soal e-commerce, tapi juga pengenalan Search Engine Optimitization (SEO). Saya puas sekali, karena videonya bisa diputar ulang jika ingin dilihat kembali. Kemampuan digital saya sangat berkembang di usia seperti ini,” kata Rully.