JAKARTA (Independensi.com) – Terpidana Pinangki Sirna Malasari akhirnya dieksekusi dan sejak hari ini menjadi penghuni di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Tangerang, Banten.
Kejaksaan Agung melalui tim jaksa eksekutor Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat telah mengeksekusi Pinangki ke Lapas yang semula bernama Lapas Wanita dan Anak Kelas II B Tangerang, Senin (2/8) sekitar pukul 14.00 WIB.
“Pinangki sudah kita eksekusi melalui tim jaksa eksekutor tadi siang sekitar pukul 14.00 WIB ” ungkap Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Riono Budi Santoso kepada Independensi.com, Senin (2/8)
Riono menyebutkan Pinangki sebelumnya dibawa dari Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung tempatnya selama ini ditahan menuju Lapas Kelas IIA Tangerang guna menjalani hukuman empat tahun penjara.
Dikatakannya pelaksanaan eksekusi tersebut berdasarkan surat perintahnya selaku Kajari Jakarta Pusat Nomor Print-539/M.1.10/Fu.1/07/2021 tanggal 30 Juli 2021.
Selain untuk melaksanakan isi putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Nomor 38 / Pid.Sus / 2020 / PN.Jkt.Pst. tanggal 8 Februari 2021 jo Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 10/Pid.Sus/2021/ PT.DKI tanggal 14 Juni 2021 yang sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
Karena Jaksa penuntut umum (JPU) dan Pinangki sama-sama tidak mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Tipikor Jakarta. Beberapa waktu lalu Riono menyebutkan alasannya yaitu tuntutan JPU telah dipenuhi dalam putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Sehingga, kata dia, tidak terdapat alasan untuk mengajukan permohonan kasasi sebagaimana ketentuan di dalam Pasal 253 Ayat (1) KUHAP.
Seperti diketahui putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menghukum Pinangki empat tahun penjara dan denda Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan.
Hukuman tersebut sama atau konform dengan tuntutan JPU. Namun lebih ringan dari putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang menghukum Pinangki 10 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan.
Hukuman tersebut dijatuhkan setelah hakim menyatakan Pinangki terbukti menerima gratifikasi, melakukan tindak pidana pencucian uang dan melakukan pemufakatan jahat terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung untuk Djoko Soegiarto Tjandra.
Atau perbuatan Pinangki menerima gratifikasi seperti yang didakwakan JPU dalam dakwaan kesatu subsider dan pencucian uang sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kedua, dan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi seperti didakwakan dalam dakwaan ketiga subsider.
Menurut hakim bahwa dari fakta-fakta persidangan Pinangki terbukti menerima uang sebesar 500 ribu dolar AS yang antara lain untuk membeli mobil, pembayaran apartemen dan operasi kecantikan di luar negeri. (muj)