Oleh Elmi Umboh
Tahukan anda bahwa ada empat masalah kesehatan yang paling serius dialami para remaja di Indonesia. Adapun persoalan kesehatan dimaksud adalah kekurangan zat besi (anemia), kegemukan atau obesiatas, kurang energi kronis (kurus) serta kurang tinggi badan (stunting).
Remaja merupakan transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (periode tumbuh kembang yang pesat), yang ditandai dengan perubahan fisik, psikologis, dan intelektual (Kemenkes RI, 2015).
Oleh karena itu, masa Remaja adalah masa yang lebih banyak membutuhkan energi dan membutuhkan nutrisi dua kali lipat pada masa pertumbuhan daripada tahun-tahun selanjutnya. Usia remaja dibagi menjadi dua periode, yaitu periode masa puber pada usia 12-18 tahun, yang terdiri atas masa prapubertas, masa pubertas usia 14-16 tahun, dan masa akhir pubertas usia 17-18 tahun.
Remaja awalnya cenderung memperhatikan penampilan, sikapnya tidak menentu, dan berkelompok dengan teman sebaya. Remaja cenderung merasa bahwa wajah dan bentuk tubuh yang enak dipandang menjadi aset agar menjadi terkenal dan diterima oleh kelompoknya.
Menurut Kemenkes RI (tahun 2019), dalam survei nya, ditemukan beberapa perilaku remaja milenial diantaranya kebiasaan begadang, Pola makan berantakan, mager, terlalu banyak minum kopi, main ponsel terlalu lama. Perilaku ini sangat mempengaruhi tingkat kesehatan dan kebugaran, tingkat percaya diri serta berat badan para remaja milenial.
Pola konsumsi remaja yang kurang baik, ditemukan diantaranya 27,93% minum minuman soda ≥1x/hari, 44,6% tidak sarapan secara teratur, 55,4% mengonsumsi fast food ≥1x/minggu, dan 68,3% tidak rutin membawa bekal ke sekolah. (Kemenkes RI, 2020)
Dan menurut survei, ditemukan masalah gizi yang perlu diperhatikan kepada Remaja Milenial, yaitu 23,8% Remaja Putri mengalami anemia, 16% Remaja usia 13-15 tahun mengalami kegemukan dan obesitas, 8,7% remaja usia 13-15 tahun tergolong kurus dan sangat kurus. (Kemenkes RI, 2020).
Status gizi remaja yang kurang maupun berlebih merupakan masalah gizi remaja yang dikarenakan perilaku konsumsi makanan yang salah, yaitu keseimbangan antara konsumsi nutrisi dengan kecukupan nutrisi yang dianjurkan.
Status gizi kurang terjadi apabila tubuh kekurangan zat-zat gizi esensial dan sebaliknya jika tubuh kelebihan zat gizi maka remaja akan menderita gizi lebih dan obesitas.
Selain itu, meningkatnya aktivitas sekolah maupun berbagai aktivitas organisasi dan ekstrakurikuler yang tinggi pada remaja akan mempengaruhi kebiasaan makannya.
Pola konsumsi makanan yang sering tidak teratur, sering jajan, sering tidak sarapan, dan sama sekali tidak makan siang. Kondisi tersebut, ditambah juga dengan kebiasaan mengkonsumsi minuman yang menghambat absorbsi zat besi akan mempengaruhi kadar hemoglobin
Berdasarkan data Riskesdas 2018 proporsi anemia pada perempuan (27,2%) lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki (20,3%). Proporsi anemia pada kelompok umur 15-24 tahun sebesar 32% tahun 2018. Artinya 3-4 dari 10 Remaja menderita anemia. Hal tersebut dipengaruhi oleh kebiasaan asupan gizi yang tidak optimal dan kurangnya aktifitas fisik.
Remaja putri lebih beresiko menderita anemia daripada Remaja putra setiap bulannya mengalami menstruasi, sering kali menjaga penampilan, ingin mendapatkan tubuh ideal sehingga berdiet dan mengurangi makan.
Pola menstruasi yang tidak normal dapat menyebabkan anemia karena terjadi pengeluaran darah yang berlebih, sehingga hemoglobin yang terkandung dalam darah juga ikut terbuang.
Hal tersebut dibuktikan dari penelitian di MTs Ma’Arif Nyatnyono Kabupaten Semarang (p=0,002) menyatakan bahwa responden yang mempunyai pola menstruasi tidak baik cenderung 5,7 kali lebih besar mengalami anemia dibandingkan responden yang mempunyai pola menstruasi baik.
Remaja putri biasanya sangat memperhatikan bentuk tubuh sehingga sering melakukan diet untuk memperoleh bentuk tubuh yang ideal.
Konsumsi zat besi yang kurang disebabkan beberapa faktor seperti kurangnya pengetahuan, ketersediaan pangan, dan kebiasaan makan yang salah. Remaja rutri sebagian besar memiliki pengetahuan tentang anemia tetapi belum diterapkan dalam kehidupan sehari-hari seperti tidak sarapan sebelum berangkat sekolah dan sering mengganti makan pagi menjadi makan siang atau malas makan pagi.
Mayoritas remaja putri juga jarang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi (heme iron) seperti daging, ikan, dan hati. Mereka lebih sering makan makanan cepat saji, dan junk food.
Anemia merupakan masalah gizi pada remaja yang ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin dalam darah kurang dari normal (<12 gr/dl) pada wanita.
Sehingga untuk mencegah kejadian anemia defisiensi besi, maka remaja puteri perlu dibekali edukasi /pengetahuan tentang dampak yang ditimbulkan karena anemia (defisiensi Zat Besi) serta Manfaat minum Tablet Tambah Darah (TTD).
Pencegahan dan pengobatan anemia pada usia remaja (putri) sangat penting untuk mencegah kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah, kematian perinatal dan risiko penyakit terkait peran Remaja Putri yang menjadi ibu.
Hal ini diperkuat dengan Pidato Menteri Kesehatan Ir. Budi Gunadi Sadikin pada acara Hari Gizi Nasional ke 61, tanggal 25 Januari 2021, yang mengatakan bahwa remaja yang sehat merupakan investasi masa depan bangsa.
Generasi muda memiliki peranan penting untuk melanjutkan estafet pembangunan dan perkembangan bangsa. Di tangan merekalah arah negara ini ditentukan. Karena remaja sehat merupakan komponen utama pembangunan SDM Indonesia
Untuk itu kesehatan dan status gizi para remaja harus dipersiapkan sejak dini, sehingga prediksi Indonesia mendapatkan bonus demografi pada 2030 mendatang dapat menghasilkan generasi penerus bangsa yang produktif, kreatif dan berdaya saing.
Penanggulangan anemia pada remaja puteri yang telah dilakukan (intervensi spesifik), yaitu dengan pemberian Tablet Tambah Darah pada remaja puteri dan ibu hamil.
Selain itu, Kemenkes juga melakukan penanggulangan anemia melalui edukasi dan promosi gizi seimbang, fortifikasi zat besi pada bahan makanan serta penerapan hidup bersih dan sehat. Kami berharap adanya penguatan komitmen semua stakeholder dalam meningkatkan kepatuhan Remaja Puteri minum Tablet Tambah Darah,” katanya
Komitmen tersebut ditandai dengan deklarasi bersama antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri untuk mendukung gerakan serentak Minum TTD bagi para Remaja Puteri seminggu sekali.
Meskipun saat ini lndonesia masih dihadapkan pada situasi pandemi covid, berbagai upaya modifikasi pelayanan kesehatan termasuk pemberian TTD bagi Remaja Puteri diharapkan tetap dapat dilakukan. Umumnya TTD Remaja Puteri didistribusikan melalui sekolah, namun dengan kebijakan belajar di rumah selama pandemi, pemberian TTD dapat dimodifikasi sesuai kebijakan daerah.
Penulis adalah Mahasiswa Profesi Dietisien Universitas Esa Unggul Jakarta
Artikelnya bagus sekali, untuk pencerahan.. Mantap 👍