Oleh Bachrul Hakim
Di tengah-tengah kekecewaan para nasabah pemegang polis PT Asuransi Jiwasraya (Pesero) atas bertélé-télénya proses restrukturisasi Jiwasraya, yang tak kunjung menghasilkan kesepakatan yang adil.
Dan di tengah-tengah kemarahan para nasabah ini atas pemotongan hak-haknya, yang dilakukan secara melawan hukum, tapi diterapkan dengan cara memelintir hukum.
Dan di tengah-tengah keprihatinan para nasabah ini yang merasakan bagaimana ketidak-berdayaannya telah dimanfaatkan secara curang oleh Tim Restrukturisasi Jiwasraya.
Masyarakat justru melihat secara kasat mata adanya anomalia, hal-hal yang tidak wajar, tidak logis dan diluar nalar akal sehat di dalam proses restrukturisasi Jiwasraya ini.
Berbeda dengan proses-proses restrukturisasi hutang yang biasa, proses restrukturisasi Jiwasraya dilakukan secara tidak biasa, sebagai berikut:
- Restrukturisasi Jiwasraya, yang sejatinya bertujuan untuk menyelamatkan PT Jiwasraya malah diarahkan untuk menutup PT Jiwasraya untuk selamanya. Pertanyaan yang timbul adalah, kalau mau ditutup kenapa tidak dilikuidasi, atau dipailitkan saja? Biasanya, restrukturisasi dijalankan untuk meringankan beban cicilan hutang, agar Perusahaan bisa ditolong untuk bangkit kembali. Apakah ini berarti bahwa Tim Restrukturisasi Jiwasraya mempunyai visi yang berbeda dengan visi Presiden Jokowi? Bukankah sejak Februari 2021 yang lalu, Presiden Joko Widodo sudah memberikan arahan agar PT Jiwasraya diselamatkan, agar industri asuransi nasional kita bisa bergairah lagi.
- Dana talangan sebesar Rp 16.8 T yang sudah tersedia untuk merestrukturisasi hutang-hutang Jiwasraya, tidak dipakai karena hutang-hutang tersebut akan dilunasi dengan uang nasabah pemegang polis. Padahal hak-hak nasabah itu dilindungi oleh UU No. 11/1965, dan UU No. 11/1992, yang mengatur bahwa hak nasabah tidak dapat dikurangi, dan berlaku seumur hidup
- Dana talangan sebesar Rp 16.8 T yang sudah disetujui oleh Pemerintah untuk merestrukturisasi hutang-hutang Jiwasraya, digunakan untuk mendirikan badan usaha baru yang diberi nama PT Indonesia Finance Group (IFG) Life. Didalam sejarah, belum pernah ada presedennya sebuah perusahan baru didirikan, sebagai bagian dari proses restrukturisasi perusahaan lain.
- Pasca berdirinya PT IFG Life, perusahaan baru ini disiapkan untuk melanjutkan bisnis PT Jiwasraya, sementara PT Jiwasraya dipersiapkan untuk memusnahkan dirinya sendiri, sekaligus menghilangkan jejak-jejak peninggalan kasus-kasus besar yang terjadi sebelum ini. Menurut UU No. 11/tahun 1992 tentang Dana Pensiun, Pasal 29, ada empat bidang bisnis yang dijalankan oleh badan Dana Pensiun, yaitu; 1. Iuran Pemberi Kerja, 2. Iuran Peserta, 3. Hasil Investasi, dan 4. Pengalihan dari Dana Pensiun lain. Dari ke empat bidang bisnis asuransi ini, bidang bisnis Hasil Investasi adalah bidang yang paling potensial, tapi juga yang paling beresiko. Untuk diketahui bahwa kasus skandal korupsi yang baru lalu juga menjadikan bidang bisnis Hasil Investasi ini sebagai “ladang” kejahatan yang telah terjadi. Jadi, bukan hal yang kebetulan jika bidang bisnis inilah yang dipilih untuk dipindahkan, berikut para nasabahnya, dari PT Jiwasraya ke PT IFG. Bidang-bidang bisnis lain yang dianggap tidak terlalu potensial akan ditinggalkan bersama PT Jiwasraya. Personil, baik di tingkat Direksi maupun staf inti/ahli diseleksi sesuai dengan kompetensi dan pengalaman yang mereka miliki untuk mengembangkan bisnis baru PT IFG Life dan menghapus semua jejak kasus-kasus lama yang ada di PT Jiwasraya, agar tidak membuat masalah di masa yamg akan datang.
Dari analisis singkat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa proses restrukturisasi PT Jiwasraya ini memang lain dari yang lain. Tidak heran kalau masarakat bertanya-tanya ”restruktirisasi masak gitu?”. Dalam kaitan ini, pertanyaan yang sulit dijawab adalah untuk kepentingan siapa restrukturisasi model ini dilakukan? Sudah pasti bukan untuk Jiwasraya, karena ia akan dibubarkan. Sudah pasti bukan buat PT IFG Life juga, karena ia hanya obyek, bukan subyek. Jadi, restrukturisasi ini dibuat untuk kepentingan tertentu, yang tidak jelas jatidirinya.
Untuk itu kami sarankan agar proses restrukturisasi PT Asuransi Jiwasraya ini dikoreksi, diluruskan dan disesuaikan dengan arahan Presiden Joko Widodo.
Nama besar dan sejarah panjang Jiwasraya terlalu mahal nilainya untuk dikorbankan demi kepentingan yang tidak jelas.
Citra dan wibawa PT Jiwasraya sebagai perusahaan jasa asuransi nasional terbesar dan tertua di negeri ini akan lebih terjaga, bila diberi kesempatan untuk mempertanggung-jawabkan dan mengoreksi segala kasus yang sudah terjadi, daripada memberi kesan untuk lari dari tanggungjawab dan menghilangkan jejak kejahatan yang lalu.
Untuk itu Kejaksaan Agung diharapkan untuk melanjutkan proses hukum yang sedang berjalan dan lebih memfokuskan penyelidikannya pada tindak pidana di bidang bisnis asuransi investasinya.
Jakarta, 30 Agustus 20021
Bachrul Hakim
Jiwasraya jangan memanfaatkan “kebodohan” nasabah dgn cara bodoh. Padahal nasabah hanya melihat dan mencatat apa yg dilakukan cara restru tapi menjarah uang nasabah. Atau ikut kelakuan Koruptor. Tetapi uang yg dikorupsi sudah dikembalikan kepada Negara sesuai administrasi pengembalian barang sitaan hasil kejahatan.
Kejaksaan janga terpaku dlm pidana sebelumnya; sesungguhnya ada “Korupsi” susulan dgn bentuk pemotongan secara paksa terhadap uang polis yg sudah diikat oleh Perjanjian antara Nasabah dan Jiwasra.