Mahasiswa UI sedang melakukan proses penyangraian biji melinjo.

Banyubiru Dikembangkan Sebagai Sentra Pengolahan Melinjo

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia telah mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat di Desa Banyubiru, Pandeglang, Banten. Program dengan judul “Pengembangan Gnetum Makara Center sebagai Pusat Pengolahan Melinjo” dilaksanakan pada Sabtu, 30 Oktober lalu dan dipimpin langsung oleh Dr. Retno Lestari, M.Si. Kegiatan ini bekerja sama dengan Yayasan Pandu Cendekia dan didukung oleh Direktorat Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Universitas Indonesia (DPPM UI).

Kegiatan pengabdian masyarakat ini difokuskan untuk memperkenalkan konsep ekowisata pembuatan emping melinjo khas Desa Banyubiru. Selain konsep tersebut, tim mahasiswa juga memberikan pengetahuan baru kepada masyarakat terkait metode pengemasan produk yang baik sehingga dapat meningkatkan nilai jual emping melinjo khas Desa Banyubiru.

Desa Banyubiru dipilih menjadi lokasi konsep ekowisata emping melinjo karena memiliki potensi besar sebagai daerah penghasil melinjo. Selain itu, proses pembuatan emping yang masih mempertahankan cara tradisional memberikan ciri khas dari estetika rasa emping yang diproduksi.

Sebagian besar masyarakat Desa Banyubiru sudah terampil dan berpengalaman dalam membuat emping. Proses pembuatan yang masih tradisional ini dapat menjadi potensi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Konsep ekowisata bertujuan agar wisatawan yang datang dapat berwisata sekaligus merasakan langsung pengalaman mengolah emping melinjo secara tradisional.

Mahasiswa UI, perajin melinjo, dan Dr. Retno Lestari melakukan foto bersama.

Kegiatan pengabdian masyarakat ini disambut antusias oleh para perajin emping. Tim pengmas yang berkumpul di kediaman Kepala Desa Banyubiru terjun langsung untuk mengikuti proses pembuatan emping. Adapun tahapan pengolahan dimulai dari pemetikan melinjo dari pohon, penyangraian, pengupasan, penumbukan, hingga penempelan dan pengeringan pada papan jemur. Selanjutnya emping mentah yang telah dikeringkan akan memasuki tahap penggorengan atau dapat dikemas langsung.

Setelah mengikuti proses pengolahan emping, kegiatan dilanjutkan dengan sosialisasi dari mahasiswa terkait metode pengemasan produk. Pada kesempatan tersebut juga dilakukan penyerahan dan pemasangan label kemasan dari tim pengabdian masyarakat. Selain kendala pengemasan, para perajin emping mengaku juga mengalami kesulitan untuk memasarkan produk. “Sekarang kebetulan harga melinjo sudah lumayan agak mahal bahan bakunya di pasaran, otomatis harga emping juga naik. Kadang-kadang kalau di pasaran sedang musim melinjonya banyak, harga emping mungkin murah. Jadi masalah kami memang yang utama adalah mengenai pemasaran dan bahkan beberapa perajin emping juga sering dibohongi oleh tengkulak.” Ujar Madani, Kepala Desa Banyubiru.

Retno Lestari M.Si, selaku ketua program menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk menjadikan area Desa Banyubiru sebagai tempat ekowisata dan konservasi budaya pembuatan emping melinjo. “Harapannya kegiatan ini dapat mengedukasi masyarakat mengenai metode promosi yang baik sehingga produk emping khas Banyubiru dapat lebih dikenal masyarakat”, tambahnya.