Gedung Tindak Pidana Khusus atau biasa dijuluki Gedung Bundar Kejaksaan Agung.(foto/muj/independensi)

Kasus Pengadaan Satelit, Kejagung Periksa Mantan Presdir PT DNK

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Guna semakin membuat terang kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur di Kementerian Pertahanan, Kejaksaan Agung kembali memeriksa dari pihak PT Dini Nusa Kusuma (DNK) sebagai saksi, Rabu (26/1).

PT DNK adalah perusahaan pemegang hak pengelolaan Filing Satelit Indonesia untuk dapat mengoperasikan Satelit atau menggunakan Spektrum Frekuensi Radio di Orbit Satelit tertentu.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung mengungkapkan, Rabu (26/1) saksi yang diperiksa kali ini yaitu TW selaku mantan Presiden Direktur PT DNK.

“Saksi TW diperiksa terkait dugaan korupsi pengadaan Satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur pada Kemenham tahun 2015 hingga 2021,” kata Leo demikian biasa disapa.

Sebelumnya dalam hari yang berbeda tiga saksi dari PT DNK juga diperiksa yaitu SW selaku Direktur Utama PT DNK/Tim Ahli Kemenham pada Senin (24/1). Dua saksi lain AMP selaku Solution Manager PT DNK dan CWM selaku Senior Account Manager PT DNK diperiksa pada Rabu (19/1)

Leo menyebutkan pemeriksaan terhadap para saksi untuk menemukan fakta hukum tentang dugaan korupsi yang terjadi dalam pengadaan Satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur.

“Para saksi diperiksa terkait dengan apa yang saksi dengar, alami dan lihat sendiri,” ucap juru bicara Kejaksaan Agung ini.

Seperti diketahui Kejagung menyidik kasus tersebut setelah di tahap penyelidikan ditemukan adanya beberapa dugaan perbuatan melawan hukum dalam pengadaannya.

“Antara lain saat kontrak dilakukan anggaran belum tersedia dalam DIPA Kemenham tahun 2015,” ungkap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Febrie Adriansyah dalam jumpa pers bersama JAM Pidmil Laksda TNI Anwar Saadi di Kejaksaan Agung, Jakara, Jumat (14/1).

Selain itu, tuturnya, adanya penyewaan satelit dari Avanti Communication Limited pada tahun 2016 yang seharusnya tidak perlu dilakukan oleh pihak Kemenham.

“Karena di ketentuannya saat satelit yang lama tidak berfungsi masih ada waktu selama tiga tahun dapat digunakan. Jadi sebenarnya masih ada tenggang waktu tiga tahun. Tapi dilakukan penyewaan,” ucapnya.

Dikatakannya juga satelit yang disewa ternyata tidak berfungsi dan spesifikasinya tidak sama dengan yang lama. “Sehingga ada indikasi kerugian negara sebesar Rp500 miliar dan ada potensi sebesar 20 juta dolar AS karena ada gugatan melalui arbitrase.”(muj)