JAKARTA (Independensi.com) – Kementerian Pertanian (Kementan) terus mendorong program diversifikasi pangan lokal untuk mendongkrak perekonomian rakyat. Singkong, salah satu komoditas pangan lokal yang terus digalakkan karena mempunyai banyak ragam jenis olahan, banyak manfaat kesehatan dengan kandungan gizi yang baik, dan juga memiliki nilai ekonomi yang sangat besar dan bersentuhan langsung dengan perekonomian masyarakat pedesaan.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi mengatakan singkong merupakan pangan lokal yang mudah dikembangkan dan produk olahanya sangat sesuai dalam memenuhi kebutuhan kalangan milenial saat ini baik sebagai lifestyle, menu andalan hotel, restoran dan cafe. Tak hanya itu, olahan singkong pun sangat digemari negara lain sehingga mempunyai peluang ekspor.
Oleh karenanya, Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) bersama Ditjen Tanaman Pangan Kementan menyelenggarakan Bimbingan Teknis dan Sosialisasi (BTS) Propaktani episode 335 tanggal 16 Februari 2022 yang disiarkan secara langsung melalui cnal youtube propaktani , dengan tajuk “Singkong Kabupaten Lingga: Potensi & Tantangan Untuk Pangan.
“Karena itu, itu mengembangkan dan menaikkan kelas produk singkong, ada beberapa langkah dan strategi yang pemerintah ambil. Pertama, mendesain market driven-nya. Bagaimana singkong menjadi pangan yang luar biasa. Mari kita tangani sisi konsumsinya dan hilirnya,” demikian dikatakan Suwandi dalam Webinar Bimbingan Teknis dan Sosialisasi (BTS) Propaktani Ditjen Tanaman Pangan bersama Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) dengan tajuk “Singkong Kabupaten Lingga: Potensi dan Tantangan Untuk Pangan, Rabu (16/2/2022).
Kedua, lanjut Suwandi, yakni bagaimana menjadikan singkong sebagai lifestyle dan cocok untuk kalangan milenial dan sebagai tren baru. Dengan begitu, pelaku usaha bisa membuat produk pangan singkong dengan kemasan yang menarik. Ketiga, gerakan mengonsumi pangan lokal, misalnya, menjadikan pangan lokal menjadi bagian menu di hotel, restauran dan kafe (horeka).
“Memajukan komoditas singkong juga dengan menghargai keringat petani. Minimal jika kita membeli singkong, jangan tawar harganya karena ini membuat petani menjadi semangat. Dan dalam rapat dan pertemuan di Kementerian Pertanian, khususnya di Ditjen Tanaman Pangan, diwajibkan menyediakan pangan lokal. Kita mengharapkan juga ada lomba pangan lokal, lalu dibuat branding yang bagus untuk pemenangnya. Perguruan tinggi juga bisa membuat branding pangan lokal,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Lingga, Neko Wesha Pawelloy menjelaskan pada tahun 2021 singkong di Kabupaten Lingga, khususnya di Desa Lanjut, Kecamatan Pesisir telah mengikuti pameran di Kota Batam dengan berat singkong lebih kurang 80 Kg. Untuk harga panen singkong di Kabupaten Lingga dan Kota Batam rata-rata dijual dengan harga Rp 2.500 sampai Rp. 3.000 per Kg.
“Kami pemerintah daerah sangat mendukung dan mensupport untuk program-program pertanian di Kabupaten Lingga dan juga akan terus memotivasi petani di Kabupaten Lingga untuk peningkatan perekonomian masyarakat,” ujar Neko.
Guru Besar Fakultas Teknologi Pangan (FTP) Universitas Andalas, Santoso mendukung pengembangan komoditas singkong hingga aspek hilirnya. Untuk membantu pengolahan singkong, FTP Universitas Andalas telah melakukan perancangan mesin pengiris singkong dengan menggunakan transmisi daya pulley dan v-belt dan digerakkan oleh motor listrik berdaya 0,5 HP dengan putaran 1400 RPM.
“Diharapkan dengan adanya mesin tersebut dapat membantu produksi pengolahan singkong, dan menembus pasar-pasar modern,” ucapnya.
Guru Besar FTP IPB, Titi Candra Sunarti menambahkan agroindustri tepung-tepungan merupakan kunci untuk peningkatan nilai tambah singkong. Sebab singkong merupakan komoditas yang mudah rusak sehingga diperlukan agroindustri untuk mengolah singkong beragam produk olahan.
“Misalnya menjadi tepung, gaplek, dan tapioka serta berbagai aneka produk pangan yang nilai ekonominya tinggi. Jadi nilai tambah yang diperoleh cukup tinggi,” terang Titi.(wst)