JAKARTA (Independensi.com) – Kementerian Pertanian (Kementan) menjamin produksi jagung dalam negeri mampu menstabilkan kebutuhan bahan pakan ternak. Angka produksi jagung nasional yang dicapai surplus, walaupun kondisi produksi di beberapa daerah yang tidak seimbang antara produksi dengan kebutuhan.
Terkait hal ini, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi menuturkan pihaknya berkomitmen mempriroritaskan sentra peternak rakyat supaya mencukupi daerah sekitarnya. Dalam perjagungan ini sudah dilakukan mapping atau pemetaan, dimana sentra jagung sudah digambarkan.
“Maka dikenalah yang namanya daerah utama dan daerah pengembangan. Sehingga kami akan focus pada daerah tersebut. Daerah tersebut mempunya terobosan yang berbeda-beda sesuai dengan spesifik lokasinya,” demikian dikatakan Suwandi dalam Bimbingan Teknis dan Sosialisasi (BTS) Propaktani Episode 404 yang bertema Ketersediaan Jagung dalam Negeri & Stabilitas Pasokan Pakan Ternak untuk Mendukung Ketahanan Pangan,” Selasa (5/4/2022).
Suwandi menambahkan terkait dengan pemanfaatannya, produksi jagung tidak hanya dimanfaatkan untuk pakan ternak. Pihaknya telah mensubstitusi jagung untuk kebutuhan industri.
“Terutama produk dengan kandungan rendah aflatoksin, gluten, sweetener dan sejenisnya,” tegasnya.
Direktur Serelia Tanaman Pangan, Moh. Ismail Wahab menambahkan upaya peningkatan produksi jagung dilakukan dengan perluasan areal tanam, PIP, tumpangsari, pengembangan kawasan dan korporasi petani. Petani yang sudah mendapat bantuan diarahkan mengakses KUR pola Klaster/ korporasi dengan avalis/ offtaker untuk menumbuhkan dan memantapkan Korporasi Petani melalui kemitraan strategis, pengolahan produk dan pengembangan pasar.
“Kemudian dari hilirisasinya, olahan pangan lokal, sehingga kebutuhan jagung secara nasional bisa tercukupi,” katanya.
Di kesempatan ini, Guru Besar Universitas Lampung dan sekaligus Ketua umum PERHEPI, Bustanul Arifin menjelaskan melakukan suatu kegiatan produksi saja tidak cukup. Perlu adanya integrasi dengan kebutuhan pakan ternak yang juga menjadi tanggung jawab insan pertanian yang ada.
Dalam segi penggunanya, lanjutnya, kebutuhan pakan ternak diperuntukan bagi perusahaan besar dan menengah atas, kemudian sisanya adalah peternak kecil. Peternak kecil lebih banyak terdapat di Blitar sehingga jagung yang ada belum cukup karena penduduk Blitar terkadang memerlukan jagung dari daerah lain.
“Kita masih ada persoalan bahwa harga jagung yang merupakan kesepakatan antara petani dan peternak hanya berlaku sesaat pada saat harga sangat tinggi, setelah itu harga jagung kembali seperti biasanya. Hal ini masih dikeluhkan oleh para petani,” terangnya.
Ketua PERHEPI Komisariat Gorontalo, Asda Rauf menyebutkan produksi jagung tidak stabil disebabkan oleh beberapa kendala. Misalnya, keterbatasan kepemilikan modal sehingga para petani terbebani dengan biaya tersebut, lemahnya kelembagaan petani sehingga kurang berperan dalam kelempok, belum tersedianya sistem informasi pemasaran jagung yang berdampak pada informasi harga dan persyaratan dalam pemasaran jagung terkendala pada kadar air yang sangat ditentukan oleh pihak pedagang sehingga berdampak pada rendahnya harga yang diterima.
“Penting adanya penguatan kelembagaan petani baik kelompok tani dan gabungan kelompok tani, sehingga akses petani terhadap saprodi, akses modal dan pemasaran hasil lebih mudah. Pentingnya Evaluasi dan monitoring pada pemasaran jagung sehingga terdapat penetapan sangsi bagi pelaku pemasaran,” sebut Asda.
Sementara itu, Ekonom INDEF, Tauhid Ahmad menilai untuk mengantisipasi fluktuasi harga jagung, dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas. Dengan begitu, harga dapat kompetitif dan masih menguntungkan petani.
“Kemudian dapat dilakukan penggalakkan pembangunan corn dryer untuk memaksimalkan hasil panen yang dapat berperan sebagai buffer stock,” terang Taufik.
Perlu diketahui, berdasarkan data penghitungan Badan Pangan Nasional, keragaan produksi jagung selama tahun 2021 sejak Januari sampai Desember mencapai 15,7 juta ton. Kebutuhan jagung nasional sebesar 14,3 juta ton sehingga neraca pada tahun lalu surplus 1,4 juta ton.(wst)