Kejagung Damaikan PPK Kemayoran-Dapenbun Soal Pemanfaatan Lahan di Kemayoran Senilai Rp195 M

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Agung melalui Tim jaksa pengacara negara (JPN) pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM Datun) berhasil mendamaikan dua lembaga yaitu Pusat Pengelolaan Komplek (PPK) Kemayoran dan Dana Pensiun Perkebunan (Dapenbun).

Keduabelah pihak sebelum sepakat berdamai sempat meributkan masalah pemanfaatan lahan seluas 5.580 meter yang berlokasi di Kemayoran Blok B-9 Kavling Nomor 5 Komplek Kemayoran, Jakarta Pusat.

“Adapun perdamaian terjadi setelah dilakukan pertemuan antara para pihak selama 15 kali dengan dimediasi Tim jaksa JPN pada JAM Datun selaku mediator,” ungkap Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Selasa (5/4).

Kesepakatan damai tersebut, tutur Sumedana, diakhiri dengan penyerahan lahan dari Dapenbun kepada PPK Kemayoran pada Senin (4/4) kemarin setelah sebelumnya Dapenbun membayar sanksi atau denda.

Dia menyebutkan munculnya permasalahan berawal ketika PPK Kemayoran pada tahun 1995 menyerahkan lahan Blok B-9 Kavling No. 5 Komplek Kemayoran seluas 5.580 meter yang benilai sekitar Rp195 miliar kepada Dapenbun.

“Guna dibangun perkantoran berdasarkan Surat Perjanjian Penyerahan Penggunaan Tanah (SP3T) tanggal 9 Februari 1995 dan Dapenbun membayar uang pemasukan sebesar Rp6,975 miliar,” ungkapnya.

Namun setelah waktu yang ditentukan 36 bulan sejak SP3T ditandatangani, Dapenbun tidak dapat mengembangkan sesuai yang diinginkan.  Penyebabnya Hak Guna Bangunan (HGB) baru diterbitkan tahun 1999 dan tanah masih digunakan Ditjen Perhubungan Udara sampai Juli 1997.

“Selain itu terjadi krisis moneter sehingga para pihak fokus pada pemulihan kegiatan usaha masing-masing,” ujar Sumedana.



Kemudian sesuai Surat Menteri Sekretaris Negara No:B-153/M.Sesneg/Setmen/04/2007 tanggal 9 April 2007 kepada Dapenbun, lahan disetujui dikembalikan ke PPK Kemayoran dan uang pemasukan sebesar Rp 6,975 miliar dikembalikan.

“Tapi penyelesaian pengembalian lahan yang disertai pengenaan sanksi atau denda inilah yang menjadi permasalahan. Sehingga keduabelah pihak memohon mediasi kepada JAM Datun,” ungkap juru bicara Kejagung.

Kemudian Tim JPN pada 29 Maret 2021 memulai mediasi melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat Sekretariat Negara.

Selanjutnya tercapai beberapa kesepakatan dari para pihak yang dituangkan dalam Berita Acara Mediasi tanggal 6 Oktober 2021 dan berlanjut pada 21 Februari 2022 ditandatangani kesepakatan perdamaian mengakhiri SP3T oleh Dirut PPK Kemayoran dan Dirut Dapenbun,

“Disaksikan JAM Datun, Pelaksana Harian (Plh) Direktur Pertimbangan Hukum serta Kasubdit Tindakan Hukum Lain dan Pelayanan Hukum serta Tim JPN selaku mediator,” ucap Sumedana.(muj)