JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sudah mengantongi calon tersangka kasus dugaan korupsi terkait pengadaan tanah oleh Pemprov DKI Jakarta di Cipayung, Jakarta Timur.
Namun Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta Abdul Qohar Affandi masih enggan membeberkan calon tersangka dalam kasus yang diduga merugikan keuangan negara dan adanya keterlibatan mafia tanah.
“Nanti kami informasikan kepada rekan-rekan wartawan kalau mau diumumkan (tersangkanya),” kata Abdul Qohar kepada Independensi.com, Minggu (15/5).
Sementara tim jaksa penyidik Kejati DKI Jakarta pada Kamis (12/5) menggeledah di dua tempat. Salah satunya rumah JFR diduga selaku makelar tanah, yang berlokasi di Cluster Anggrek 2 Blok M1-36E Tirtajaya Depok Jawa Barat.
Sedangkan satu tempat lainnya rumah PWM selaku Pensiunan PNS pada Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta di Puri Cileungsi E-11/10 RT.05 RW.08 Kelurahan Gandoang Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor.
Kasipenkum Kejati DKI Jakarta Ashari Syam mengatakan, Jumat (13/5) penggeledahan di dua tempat dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penggeledahan Nomor: Print-140/M.1/Fd.1/01/2022 tanggal 19 Januari 2022 dan Surat Perintah Penyitaan Nomor: Print-141/M.1/Fd.1/01/2022 tanggal 19 Januari 2022.
Selain itu berdasarkan Surat Penetapan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung Klas IA Khusus Nomor: 7/Pen.Pid.Sus/TPK/2022/PN.Bdg tanggal 30 Maret 2022.
Ashari menyebutkan dari di dua tempat tersebut tim jaksa penyidik menyita sejumlah dokumen. “Antara lain catatan skema pembagian uang, dokumen pengajuan dan penawaran harga tanah serta dokumen transaksi keuangan.”
Dikatakannya juga kalau tim jaksa penyidik di tahap penyidikan mendapatkan fakta adanya dugaan keterlibatan seorang notaris yaitu LDS dan JFR selaku makelar tanah dalam kasus tersebut.
Peran keduanya, tutur dia, yaitu melakukan pengaturan harga terhadap sembilan pemilik tanah di Kelurahan Setu Kecamatan Cipayung Jakarta Timur yang dibebaskan Pemprov DKI Jakarta.
Adapun para pemilik tanah, ungkap dia, hanya menerima uang ganti rugi sebesar Rp1,6 juta permeter. Sementara harga yang dibayar Dinas Pertamanan Dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta ke pemilik tanah sebesar Rp2,7 juta permeter.
“Sehingga uang hasil pembebasan lahan diduga dinikmati Notaris LDS dan JFR sebesar Rp17,7 miliar lebih,” ucapnya seraya menyebutkan dari uang tersebut diduga ada yang mengalir juga ke sejumlah oknum Dinas Pertamanan dan Hutan Kota dan para pihak terkait.(muj)