JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Fadil Zumhana kembali menyetujui untuk menyetop atau menghentikan penuntutan terhadap sembilan dari sepuluh kasus tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif atau restoratif justice.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana
mengatakan persetujuan tersebut keluar setelah dilakukannya ekspose atau gelar perkara secara virtual yang dihadiri JAM Pidum dan Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani.
“Selain juga Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat Tindak Pidana Oharda. Serta Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice,” tutur Sumedana, Senin (1/8).
Proses Perdamaian
Sumedana menyebutkan alasan penghentian penuntutan karena adanya proses perdamaian yang
dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.
“Dimana tersangka telah meminta maaf dan korban memaafkan. Tersangka juga belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana. Selain ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun,” ujarnya.
Dia menambahkan tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. “Tersangka dan korban setuju tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Serta pertimbangan sosiologis masyarakat merespon positif.”
Adapun dari sembilan kasus tindak pidana yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif antara lain dua kasus masing-masing ditangani Kejaksaan Negeri Seram Barat dan Kejaksaan Negeri Buton.
Kemudian tiga kasus ditangani Kejaksaan Negeri Metro serta satu kasus masing-masing ditangani Kejaksaan Negeri Batam dan Kejaksaan Negeri Biak Numfor.
Untuk Kejari Seram Barat yaitu atas nama tersangka Vick F Lekatompessy yang disangka melanggar Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Selain itu tersangka Regina Nifanngilyau alias Gina yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Kemudian Kejaksaan Negeri Buton masing-masing atas nama tersangka Hendra Akbar alias Hendra bin Husain yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. Serta tersangka Dedi Hidayat alias La Dedi bin La Samanudin yang disangka melanggar Pasal 80 ayat (1) jo. Pasal 76 C Undang–undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Sedangkan dari Kejari Metro atas nama tersangka Suroyo alias Wowon bin Sukirno yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian dan tersangka Irvan Susanto bin Paino yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Kemudian juga atas nama tersangka I Budi Lestari bin Suronto, tersangka II Wanda Feriyanto bin Agus Sulis, tersangka III Faisal Fajri bin Asdadin, tersangka IV Abdillah Tri Anggara bin Eko Hariyono dan tersangka V Daniel Mahendra bin Haryanto yang juga disangka melanggar Pasal 480 ke- 1 jo. Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP tentang Penadahan.
Sementara dari Kejaksaan Negeri Batam atas nama tersangka Uu Mas’ud bin Sudiman yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Sedangkan dari Kejaksaan Negeri Biak Numfor atas nama ersangka Joni Randokir yang disangka melanggar Pasal 406 ayat (1) KUHP tentang Penghancuran/Perusakan Barang.
Sumedana mengatakan untuk satu kasus lain yang tidak dikabulkan dari Kejaksaan Negeri Bengkayang atas nama tersangka Yesanto Nataleo Ama Wujon alias Aris anak Petrus Trans Geta Wujon yang disangka melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-3 dan ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
“Tidak dikabulkan permohonan penghentian penuntutannya karena perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan tersangka bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,” ujarnya.
Dikatakannya untuk sembilan kasus tindak pidana yang lainnya JAM Pidum sudah memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020.
“Selain juga Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” ujarnya. (muj)