JAKARTA (Independensi.com) – Jaksa Agung Burhanuddin mengatakan masyarakat adat bisa memanfaatkan rumah Restoratif Justice (RJ) yang didirikan kejaksaan di berbagai daerah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang tidak berdampak luas, kerugian yang sangat kecil dan dalam lingkup keluarga.
“Sehingga tidak membuat resistensi terjadi dalam masyarakat,” kata Jaksa Agung ketika menemui Presiden Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) Marthin Billa dan Ketua Dewan Pakar MADN Alue Dohong yang bersama pengurus lainnya berkunjung ke Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (9/8).
Jaksa Agung mengungkapkan fungsi Rumah RJ di beberapa desa yang didirikan Kejaksaan Tinggi maupun Kejaksaan Negeri tidak saja berfungsi untuk penyelesaian perkara-perkara pidana.
“Tapi juga bisa untuk menyelesaikan masalah keperdataan, adat, termasuk tempat musyawarah untuk menyampaikan program-program yang ada di masyarakat dan rembuk desa,” tuturnya.
Oleh karena itu, kata dia, maka secara otomatis keterlibatan masyarakat adat dan tokoh agama sangat diharapkan dalam Rumah RJ. “Sehingga tidak semua permasalahan yang ada di masyarakat berujung di pengadilan.”
Jaksa Agung menambahkan tidak kalah pentingnya Kejaksaan memiliki program restorative justice yang sangat humanis dimana dalam penyelesaian perkara dengan mengedepankan fungsi dominus litis Kejaksaan.
“Selain melibatkan unsur tokoh agama serta tokoh adat dalam memberikan pertimbangan untuk memutus layak atau tidaknya perkara tersebut dilanjutkan ke pengadilan,” ucapnya.
Dia menyebutkan hingga kini sudah lebih dari 2.000 kasus yang dihentikan penuntutannya melalui keadilan restoratif (restorative justice).
Dalam pertemuan itu Jaksa Agung pun mengharapkan MADN dapat mengawasi kinerja Kejaksaan sehingga bisa bekerja secara profesional dan berintegritas serta tidak mengganggu kepentingan dan mencederai keadilan yang ada di masyarakat.
Presiden MADN Marthin Billa
menyambut baik harapan Jaksa Agung dan siap untuk menjaga, mengawal program Kejaksaan di tingkat daerah dengan ke depannya diharapkan dapat membuat Memorandum of Understanding (MoU) antara Persatuan Jaksa Indonesia (Persaja) dengan MADN.
Terutama, kata Marthin, terkait kolaborasi dan kerja sama dalam mengoptimalkan dan mengoperasionalisasikan program-program Kejaksaan, program penyuluhan hukum di daerah atau desa.
“Selain melibatkan tokoh agama dan tokoh adat di daerah dalam penyelesaian perkara yang terkait dengan restorative justice, serta mendukung penegakan hukum di daerah secara profesional dan proporsional,” ujarnya.
Dia pun mengapresiasi kinerja Kejagung yang selama ini telah diakui masyarakat bahkan sudah sampai ke daerah dengan menerima masyarakat secara humanis.
Selanjutnya dia mengharapkan agar pembangunan di wilayah Kalimantan yang selama ini diwujudkan dalam bentuk fisik yakni pembangunan Ibu Kota Nusantara, juga dilakukan pembangunan di bidang hukum.
“Karena hukum adat di seluruh Kalimantan masih berjalan, diakui dan hidup, serta dalam pelaksanaannya agar diakomodir,” ucap Marthin.(muj)