JAKARTA (Independensi.com) – Sudah saatnya multipolarisme harus menjadi basis dalam relasi antara negara di masa depan, sehingga tidak boleh ada satu negara yang memaksakan nilainya kepada negara lain. Untuk itu, Unipolarisme yang terjadi selama ini harus segera ditinggalkan, karena hanya menguntungkan negara tertentu yang sering menerapkan standar ganda.
Hal itu terungkap dalam pertemuan Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva dengan Ketua Komite Persahabatan Rakyat Rusia dan Indonesia, Joko Purwanto di Jakarta, Senin (19/12/2022).
Dalam pertemuan itu, Lyudmila mengungkapkan, dunia barat selalu memaksakan nilai-nilai yang belum tentu sesuai dengan nilai yang hidup di berbagai negara. Dunia Barat, tegasnya, menentukan standar demokrasi dan hak asasi yang sesuai dengan kepentingannya sendiri, sehingga menjadi penafsir tunggal keadilan.
Menurutnya, standar nilai Barat itu dilakukan melalui propaganda yang sangat massif melalui media, sehingga menjadi nilai yang menjadi standard dan sekaligus menghancurkan nilai yang hidup di berbagai negara, sesuai dengan karakter negara masing-masing. Dia menegaskan, praktek propaganda seperti itu tidak lebih dari teroris informasi, yang
Dia menegaskan, Rusia menolak neo kolonialisme yang selama ini sudah menghancurkan dunia. Operasi Militer Khusus Rusia di Ukraina sebenarnya bagian dari upaya Rusia mencegah ancaman dari luar, karena Ukraina menjadi alat Barat mengancam kedaulatan Rusia melalui pengerahan militer, peralatan perang, tentara, intelijen dan senjata. Hal itu, tampak dari tindakan negara barat, yang di satu sisi mendukung kebijakan satu China, tetapi di sisi lain memberikan dukungan kepada Taiwan.
Lyudmila mengatakan, dalam konteks Ukraina, media barat menempatkan Rusia sebagai pihak yang seolah menolak berbagai upaya damai dan dialog. Padahal, faktanya, Rusia setidaknya sudah lima kali mengupayakan dialog tetapi upaya seperti itu ditolak, sekaligus menyudutkan posisi Rusia sebagai pihak yang tidak mau berdialog.
Dia menjelaskan, akibat unipolar yang berlaku selama ini menyebabkan sejumlah negara mengalami kehancuran akibat fitnah dari negara barat. Saat ini, katanya, semua bisa melihat kehancuran Irak, Afganistan, Libya, Suriah, dan sejumlah negara lainnya, termasuk Ukraina saat ini.
Untuk itu, Lyudmila, menegaskan, semua negara harus meninggalkan unipolarisme dan mengembangkan multipolarisme dalam hubungan global, sehingga memberikan keadilan bagi semua negara.
“Kami juga sangat apresiasi karena hubungan dengan Indonesia yang selalu memberikan support kepada Rusia. Walaupun di dalam tekanan saat G-20 tapi Indonesia bisa menggagalkan upaya-upaya negara G-7 untuk menekan Rusia,” tegasnya.
Dukungan Rakyat Indonesia
Dalam pertemuan tersebut, Ketua Komite Persahabatan Rakyat Rusia dan Indonesia, Joko Purwanto menyampaikan dukungan rakyat Indonesia pada perjuangan rakyat dan pemerintah Rusia untuk mempertahankan kedaulatannya dari tekanan Barat lewat Ukraina.
“Rusia sekali lagi dalam sejarah dunia mempelopori perubahan tatanan dunia lama menuju dunia baru, ditengah dominasi ekonomi politik barat yang menghancurkan peradaban manusia,” tegasnya.
Multipolarisme yang saat ini sedang menggantikan dunia lama menurutnya adalah kesempatan masyarakat untuk bersatu membangun dunia yang lebih adil bebas dari penindasan dan penghisapan.
“Rakyat Indonesia sangat terbuka untuk membangun kerjasama internasional bersama Rusia dan sudah tidak bisa menunggu terlalu lama lagi datangnya perubahan dunia,” tegasnya.
Salah satu Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang ikut hadir dalam pertemuan tersebut menyampaikan bahwa partainya siap untuk bekerjasama dan bertukar pengetahuan serta pengalaman dengan semua pihak di Rusia, untuk memperkuat persahabatan rakyat Indonesia dan rakyat Rusia.
”Kami sedang mempersiapkan berbagai program kerjasama dengan Rusia untuk menindaklanjuti gagasan Ketua Umum, Muhaimin Iskandar tentang kerjasama aliansi negara-negara produsen bersama Rusia,” tegasnya. (*)