Bicara Penanganan Kasus Pelecehan Seksual, Jaksa Agung: Tidak Ada Alasan Beri Hukuman Ringan

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Jaksa Agung ST Burhanuddin akhirnya berbicara masalah penanganan kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur oleh Kejaksaan Negeri Lahat yang belakangan heboh dan viral di media massa dan media sosial terkait tuntutan ringan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap para pelaku.

Menurut Jaksa Agung dalam menangani kasus tersebut pihak Kejari Lahat hanya melihat dari sisi pelaku yang saat melakukan tindak pidama masih di bawah umur, tanpa melihat kondisi korban yang secara psikis mengalami traumatis seumur hidupnya termasuk keluarganya.

“Seharusnya tidak ada alasan untuk memberikan hukuman ringan atau dispensasi bagi pelaku,” kata Jaksa Agung dalam siaran persnya yang disampaikan melalui Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Kamis (12/1/2023).

Dia sebelumnya secara tidak langsung mengaitkan apa yang terjadi dalam penanganan kasus pelecehan seksual oleh Kejari Lahat karena masih banyak aparat penegak hukum termasuk jaksa terjebak tugas, fungsi dan wewenang yang diembannya sehari-hari.


“Seringkali dalam proses penegakan hukum hanya berpatokan pada proses formalistik. Tanpa melihat pertimbangan yuridis, teknis, sosiologi, budaya dan local genius yang berkembang di masyarakat,” ucapnya.

Padahal, kata dia, pertimbangan-pertimbangan itu merupakan kolaborasi yang disebut dengan keadilan substantif atau dikenal hati nurani yang tidak ada dalam buku, hanya ada dalam sanubari setiap insan manusia.

“Untuk itu kepekaan penegak hukum sangat dibutuhkan dalam menangani setiap perkara,” kata Jaksa Agung seraya menyebutkan aspek psikologi, agama, lingkungan juga harus menjadi perhatian seluruh Jaksa untuk menangani setiap perkara sehingga sense of crisis akan tertanam dalam nurani.

Dia menegaskan keadilan yang didasari dengan hati nurani harus terus dilatih dengan melihat langsung korban, pelaku, masyarakat dan local genius (kearifan lokal yang hidup dalam masyarakat).

“Jika itu dilakukan protes, kontroversi, polemik dalam setiap penanganan perkara dapat dihindarkan,” ujar Jaksa Agung yang dalam berbagai
kesempatan menyampaikan juga untuk tidak ada yang menyalahgunakan wewenang sekecil apapun dalam penanganan perkara dan semua aspirasi yang ada di masyarakat harus didengar.

“Gunakan nuranimu, apakah perkara ini dan layak untuk dilanjutkan, layak diringankan atau layak untuk diperberat,” tuturnya seraya menyebutkan
kewenangan yang dimiliki jajarannya sangat besar dalam membangun citra penegakan hukum di masyarakat.

Terkait tuntutan ringan JPU terhadap OH dan AL dua terdakwa  pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yaitu tujuh bulan penjara dan diputus hakim sepuluh bulan penjara, Kepala Kejaksaan Negeri Lahat nonaktif yakni N, Kasi Pidum nona yakni FM dan seorang jaksa fungsional telah diperiksa Kejaksaan Agung di Gedung Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM Was), Selasa
(10/1/2023).

Pemeriksaan tersebut merujuk rekomendasi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Fadil Zumhana berdasarkan hasil eksaminasi dari pimpinan Kejati Sumatera Selatan.

Seperti pernah disampaikan Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dari hasil eksaminasi khusus ditemukan JPU dan pejabat struktural Kejari Lahat tidak melakukan penelitian kelengkapan syarat formil dan kelengkapan syarat materiil.

“Selain itu ditemukan adanya dugaan penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang,” kata dia seraya menyebutkan
JAM Pidum berdasarkan hasil eksaminasi tersebut kemudian membuat dua rekomendasi.

“Pertama, agar hasil eksaminasi khusus tersebut diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan untuk dilakukan pemeriksaan oleh pejabat pemeriksa fungsional,” ujarnya.

Sedangkan yang Kedua, kata dia, pejabat yang menangani perkara yaitu JPU dan Pejabat Struktural Kejari Lahat untuk dinonaktifan sementara dari jabatan struktural ke Kejati berdasarkan Surat Perintah Kajati guna mempermudah pemeriksaan kepada yang bersangkutan.(muj)