JAKARTA (Independensi.com)- Pulau Nipa yang dihuni para penjaga kedaulatan NKRI dari Pangkalan Utama TNI AL dan pekerja BUP PT Asinusa sebagai pemegang konsesi di pulau itu (darat dan perairan), pengelolaan bisnis pulau terluar ini langsung ditangani Pemerintah Pusat. Pemasukannya dikumpulkan lewat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), lalu disalurkan ke daerah lewat Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
DAU adalah block grant yang diberikan Pemerintah Pusat kepada semua kabupaten dan kota. Sedangkan DAK adalah alokasi dari APBN kepada provinsi, kabupaten, kota tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai prioritas nasional. DAK termasuk di dalam Dana Perimbangan, di samping Dana Alokasi Umum (DAU).
Anggota DPRD Kepri, Sirajuddin Nur, mengajak semua pihak (stakeholder) mendukung posisi Pulau Nipa sebagai etalase Indonesia di perairan internasional agar pertahanan Indonesia kuat.
Kehadiran negara melalui Badan Usaha Pelabuhan (BUP) di Pulau Nipa, Batam, Kepulauan Riau, menjadi faktor penting dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi regional melalui pembangunan infrastruktur transportasi.
Tapi, semua itu masih tergantung pada kinerja dan strategi pengembangan yang dilakukan dua pemegang konsesi BUP di pulau itu, yaitu PT Pelindo (negara) dan PT Asinusa (swasta). “Kedua Perusahaan tersebut memiliki peran penting dalam menunjang aktivitas perdagangan dan investasi,” kata Sirajuddin, menjawab pertanyaan soal pentingnya posisi ekonomi, politik, dan pertahanan pulau-pulau terluar, termasuk Pulau Nipa.
Dia menyebutkan dengan adanya pelabuhan yang efisien dan modern, semakin memungkinkan produk-produk dari daerah-daerah sekitar dapat diekspor dan impor lebih cepat. “Biaya logistik menjadi lebih murah sehingga dapat meningkatkan daya saing daerah,” katanya.
Namun, lanjut Sirajuddin, penting untuk dicatat bahwa pembangunan infrastruktur transportasi bukanlah satu-satunya faktor pendorong pertumbuhan ekonomi regional. Kebijakan ekonomi dan regulasi juga sangat berpengaruh dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif dan memperkuat sektor riil. Karena itu, diperlukan sinergi antara pemerintah, BUMN, dan swasta untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi regional yang berkelanjutan.
Pedekatan yang dilakukan pemerintah melalui Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) juga dapat menjadi salah satu opsi yang bisa dipertimbangkan dalam mendukung pembangunan infrastruktur di kawasan BUP Pulau Nipa. “Tapi perlu dilakukan studi kelayakan dulu apakah metode ini memang cocok dan layak untuk diterapkan di kawasan tersebut,” jelas Sirajuddin.
Pakar Hukum Tata Negara Dodi Haryono menjelaskan pada prinsipnya Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah merupakan satu kesatuan pemerintahan yang bersifat hirarkis. Itu ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 bahwa NKRI dibagi atas daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
Sementara Pakar Hukum Ekonomi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Profesor Wihana, meyakinkan bahwa kehadiran pihak swasta berinvestasi di Pulau Nipa, yaitu PT. Asinusa, dipastikan memberikan sejumlah manfaat.
Manfaat tersebut meliputi penciptaan lapangan kerja atau penyerapan tenaga kerja lokal, memberikan pemasukan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) ke pemerintah, dan memperbaiki neraca pembayaran melalui layanan kepelabuhanan pada kapal-kapal asing. “Selain itu dapat menarik sektor-sektor hulu termasuk supplier air bersih atau air tawar, supplier makanan dan minuman, bahan-bahan pangan, dan logistik lainnya,” kata Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Ekonomi dan Investasi Transportasi.
Kehadiran ‘negara’ atau ‘pusat’ di Pulau Nipa, menurut Wihana, adalah melalui kementerian-kementerian, seperti Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Kementerian Pertahanan/Keamanan, khususnya TNI-AL, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan (termasuk KSOP Tanjung Balai Karimun), Kementerian PUPR (untuk pengembangan desain dan konstruksi inrastruktur), pihak swasta (PT Asinusa) dan BUMN (Pelindo). Instansi-instansi Pusat ini harus besinergi dengan pemerintah Provinsi Kepri dan Kota Batam.
Ya, Pulau Nipa adalah magnet pergumulan bisnis di perairan internasional yang mempertalikan kepentingan tiga negara yaitu Indonesia (Kepri)-Singapura-dan Malaysia. Hampir “terhapus” dari peta Indonesia, Pulau Nipa kini berubah menjadi rekahan baru ekonomi Indonesia di ujung Kepulauan Riau.
Banyak pihak menaruh harapan besar ingin “melempar jangkar” kapal bisnisnya di pulau ini. Tak peduli apakah dengan cara legal atau bergaya persekutuan illegal yang menyusup lewat entitas legal. Segala kemungkinan bisa saja terjadi di pulau itu.
Gerendel terpenting; harus ada jaminan investasi dan “agregasi” regulasi yang kekar di Pulau Nipa agar para penjaga Kedaulatan Pertahanan Berbasis Ekonomi—di dalamnya ada Lantamal, Pelindo, BP Batam/Pemprov Kepri (negara) dan Asinusa (swasta)—tak dibiarkan saling berpurbasangka mengurus pulau yang legendaris itu.(bud)