JAKARTA (Independensi.com) – Penerapan Tanda Tangan Elektronik (TTE) yang didukung sertifikat elektronik atau tanda tangan digital yang diterbitkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia (PSrE) yang berinduk ke Kementerian Kominfo RI, sudah menjadi kebutuhan dalam melakukan transaksi keuangan serta memberi rasa aman kepada masyarakat pada dokumen atau kontrak yang ditandatangani.
“Tanda tangan digital merupakan tulang punggung sebagai alat bukti keabsahan sebuah dokumen. Tanda tangan digital seperti yang disediakan Privy dapat menjamin keabsahan dokumen hingga dapat membentuk trust terhadap dokumen yang ditanda tangani secara aman,” ungkap CEO & Founder Privy, Marshall Pribadi melalui keterangan tertulis, Sabtu (1/4/2023).
Tanda tangan digital Privy memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah seperti tanda tangan basah. Bahkan dengan algoritma matematis lebih kuat kekuatan pembuktiannya dari tanda tangan basah. Hal ini dimungkinkan dengan melakukan verifikasi dan autentikasi secara digital menggunakan verifikasi data kependudukan hingga biometrik wajah ke basis Ditjen Dukcapil Kemendagri dan teknologi Infrastruktur Kunci Publik berbasis hashing dan kriptografi asimetris.
Privy adalah satu-satunya PSrE yang lulus program regulatory sandbox Bank Indonesia dan menjadi penyelenggara e-KYC bagi Lembaga Jasa Keuangan yang tercatat serta diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebagai salah satu penyedia layanan sertifikat elektronik dan TTE tersertifikasi di Indonesia, Privy terus berupaya agar dapat menjangkau lebih banyak lagi pengguna, serta dari sisi bisnis dapat membantu efisiensi dan efektivitas waktu, biaya dan juga meningkatkan keamanan, khususnya di sektor jasa keuangan.
Hingga saat ini, Privy telah memverifikasi lebih dari 37 juta pengguna individu dan digunakan lebih dari 1.800 perusahaan di Indonesia, termasuk di sektor jasa keuangan. Layanan sertifikat elektronik dan TTE tersertifikasi Privy telah digunakan untuk pembukaan rekening bank, proses pengajuan kartu kredit, pengajuan polis asuransi, penandatanganan kontrak kredit, dan masih banyak lagi.
Beri Masukan
Lebih jauh Marshall yang juga Wakil Ketua Umum IV Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) memberi masukan saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Panja Revisi UU ITE Komisi I DPR RI beberapa waktu lalu. Menurut Marshall, Aftech memberikan dukungan kepada Komisi 1 DPR untuk melakukan revisi kedua UU ITE sekaligus saran yang dapat dipertimbangkan dalam UU ITE, yakni mengenai dokumen pejabat pembuat akta atau notaris yang saat ini masih diwajibkan untuk tanda tangan basah dan tatap muka.
“Diharapkan dengan kemajuan teknologi tanda tangan digital yang bisa menjamin kenirsangkalan dan keautentikan sebuah dokumen elektronik, berbagai dokumen yang harus dibuat oleh pejabat pembuat akta/notaris, juga dapat diwujudkan dalam bentuk elektronik untuk turut mengakselerasi perekonomian digital Indonesia serta menyelamatkan lingkungan,” kata Marshall.