Tower Transmisi PLN.(foto/ilustrasi)

Dirdik: Penyidikan Kasus Tower Transmisi PLN Masih Jalan Belum Dihentikan

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Setelah setahun lebih sejak Jaksa Agung Burhanuddin mengumumkan langsung dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung pada 25 Juni 2022, pengusutan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Tower Transmisi oleh PT PLN tahun 2016 seolah-olah tenggelam.

Padahal sejumlah saksi termasuk dari pejabat setingkat eselon I di Kementerian ESDM dan Perindustrian sempat diperiksa Kejaksaan Agung guna membongkar dugaan praktik korupsi dari proyek senilai Rp2,251 triliun.

Antara lain Jisman P Hutajulu selaku Dirjen Kelistrikan di Kementerian ESDM dan I Gusti Putu Suryawiranwan selaku Dirjen Industri Logam, Mesin, Aklat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) di Kementerian Perindustrian.

Sementara itu Direktur Penydikan pada JAM Pidsus Kuntadi Ketika dikonfirmasi memastikan penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi pengadaan Tower Transmisi di PLN belum dihentikan dan masih jalan.

“Belum (dihentikan penyidikannya) dan sampai saat masih jalan (penyidikannya),” tutur Kuntadi kepada Independensi.com, Jakartanews.id dan Holopis.com, Jumat (29/09/2023) malam.

Dia pun berjanji akan segera menuntaskan kasus tersebut. “Sampai darah titik penghabisan,” ucapnya seraya menegaskan dalam mengusut kasus tersebut tidak ada kendala politik. “Yang ada kendala yuridis,” tuturnya.

Adapun pengusutan terhadap kasus pengadaan Tower Transmisi PLN dilakukan setelah Direktur Penyidikan yang saat itu dijabat Supardi (kini Kajati Riau) menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprintdik) Nomor Print-39/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 14 Juli 2022

Berdasarkan sprindik tersebut tim jaksa penyidik kemudin melakukan penggeledahan di kantor PT. Bukaka, rumah dan apartemen pribadi milik SH dan menyita dokumen dan barang elektronik terkait dugaan korupsi pengadaan tower transmisi di PT PLN.

                                                                             Dokumen Perencanaan Tidak Dibuat

Sebelumnya seperti juga pernah disampaikan Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana, Senin (25/07/2022) tim penyidik telah menemukan fakta-fakta hukum antara lain dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat, menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower.

“Padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016. Namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat,” tutur Ketut seraya menyebutkan PT PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodir permintaan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (Aspatindo).

“Sehingga mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli PT Bukaka. Karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua Aspatindo,” ucapnya.

Dikatakannya juga PT Bukaka dan 13 Penyedia Tower lainnya yang tergabung dalam Aspatindo telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30 persen.

Selanjutnya, tutur dia, pada periode November 2017 hingga Mei 2018 penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing yang kondisi tersebut memaksa PT PLN melakukan addendum pekerjaan pada bulan Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama satu tahun.

Kemudian, katanya, PT PLN dan Penyedia Tower melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9.085 tower menjadi kurang lebih 10.000 set tower dan perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019.

“Dengan alasan pekerjaan belum selesai dan ditemukan fakta hukum tambahan alokasi sebanyak 3000 set tower di luar kontrak dan addendum,” ucap Ketut.(muj)