JAKARTA (Independensi.com) – Tim jaksa penuntut umum (JPU) tetap menahan pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun tersangka Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang alias Panji Gumilang di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Indramayu, Jawa Barat.
Penahanan dilakukan Tim JPU setelah menerima penyerahan tersangka berikut barang-bukti serta berkas perkara atau tahap dua dari Penyidik Direktorat Tipidum Bareskrim Polri di Kejaksaan Negeri Indramayu, Jawa Barat, Senin (30/10/2023).
Pelaksanaan tahap dua tersebut sebagai tindak lanjut dari sikap Tim jaksa peneliti (P16) yang menyatakan berkas perkara tersangka Panji Gumilang telah lengkap atau P21 baik secara formil maupun materiil.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan Tim JPU gabungan dari JAM Pidum, Kejati Jawa Barat dan Kejari Indrayamayu menahan tersangka ARPG selama 20 hari terhitung sejak 30 Oktober hingga 18 November 2023.
“Sedangkan seluruh barang bukti yang sudah selesai diperiksa dan diteliti disimpan ke ruang penyimpanan barang bukti Kejari Indramayu,” tutur Ketut seraya menyebutkan untuk selanjutnya Tim JPU segera menyiapkan surat dakwaan untuk kelengkapan pelimpahan berkas perkara dari tersangka.
Adapun saat berada di Kejaksaan Negeri Indramayu, Panji Gumilang tidak memakai rompi atau baju tahanan dan tidak diborgol seperti biasa tahanan saat dilakukan tahap dua.
Sementara terkait kasusnya pimpinan Pontren Al Zaytun ini nantinya akan didakwa Tim JPU secara berlapis. Antara lain melanggar Pasal 14 Ayat (1) Subsidair Pasal 14 Ayat (2) Subsidair Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 atau Pasal 156a Ayat (1) KUHP.
Selain juga melanggar Pasal 45A Ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Selain juga melanggar ketentuan Pasal 8 ayat (3) huruf b, Pasal 138 ayat (1), dan Pasal 139 KUHAP.
Atau Panji Gumilang akan didakwa melakukan tindak pidana dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Selain disangka menyiarkan berita atau pemberitaan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat dan/atau dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).(muj)