Denpasar (Independensi.com) – Kasus dugaan korupsi Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) yang menjerat Rektor Unud nonaktif Prof Nyoman Gde Antara memasuki babak baru, Hotman Paris Hutapea selaku kuasa hukumnya menyebut kliennya sebagai korban rekayasa hukum oknum internal dan eksternal di Universitas Udayana.
“Tadi sudah dilampirkan di nota keberatan, surat-surat yang meminta sanak saudaranya maupun koleganya untuk masuk ke Udayana, tapi tidak dipenuhi kemungkinan ini ada dendam pribadi,” ujar Hotman seusai sidang pembacaan eksepsi (nota keberatan) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Selasa (31/10/23).
Lebih lanjut dijelaskan bertambahnya kecurigaan prihal rekayasa hukum dalam kasus Prof Antara adanya kejanggalan mengenai surat dakwaan.
“Di surat dakwaan dijelaskan kerugian negara, tetapi di mana letak kerugian yang dihasilkan ini kan pungutan kepada mahasiswa, dan pungutan tersebut masuk ke negara serta ke rekening universitas (Unud, red),” sambungnya.
Selain permainan dari pihak eksternal Hotman menjelaskan adanya permainan dari eksternal Universitas Udayana untuk menjegal Prof Antara.
“Beberapa oknum internal Universitas Udayana yang kemudian memanfaatkan oknum eksternal Universitas Udayana untuk menjegal, menghentikan dan menggantikan Terdakwa sebagai Rektor yang sah sebelum masa jabatan Terdakwa selesai tahun 2025 nanti,” imbuh Hotman.
Hotman menambahkan keanehan selanjutnya adalah dikasuskannya pemungutan SPI karena di masing-masing perguruan tinggi negeri sudah melaksanakan pungutan tersebut sejak zaman dahulu.
“Jika semua jaksa pemikirannya Jaksa Penuntut Umum (JPU) maka seluruh rektor universitas negeri akan ditahan,” tutup Hotman.
Sementara itu dalam nota keberatannya Prof Nyoman Gde Antara menepis tuduhan terhadap dirinya yang melakukan korupsi dana SPI.
“Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) sangat diperlukan Perguruan Tinggi Negeri (PTN), sehubungan pendanaan dari pemerintah saat ini masih belum dapat memenuhi standar minimum penyelenggaraan pendidikan tinggi karena sampai saat ini Pemerintah hanya mampu membiayai 28% dari dana yang diperlukan PTN,” bebernya.
Ia menambahkan bahwa penggunaan SPI adalah sebagai bahan subsidi silang di dalam poses akademik di Universitas Udayana.
“Dana SPI ini pada prinsipnya pengelolaannya digunakan untuk subsidi silang bagi mahasiswa kurang mampu yang tidak membayar Uang Kuliah Tinggal (UKT),” sambung Prof Antara.
Ia menambahkan bahwa bukan kapasitasnya sebagai Rektor yang menentukan besaran dari SPI tersebut, tetapi ada tim dan masing-masing Program Studi (Prodi).
“Pemungutan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana yang merupakan tugas pokok dan fungsi dari Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan yakni Prof. Dr. Drs. IB Wiksuana beserta tim menyusun besaran SPI tiap – tiap Prodi yang disesuaikan dengan biaya operasional prodi tersebut,” tutup Prof Antara. (hd)