JAKARTA (Independensi.com) – Kasus dugaan korupsi dalam pengadaan batubara kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk memasok Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Rembang, Jawa Tengah dari sejumlah perusahaan tambang di Barito Timur, Kalimantan Tengah dibongkar dan diusut Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah.
Guna membuat terang kasus tersebut Kejati Kalimantan Tengah melalui tim penyidik sudah memeriksa 50 orang saksi dan juga ahli. Selain itu untuk memperkuat pembuktian tim penyidik dipimpin langsung Aspidsus Kejati Kalimantan Tengah Douglas Pamino Nainggolan hari ini menggeledah tiga tempat di Jakarta.
Salah satunya adalah Kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Sedangkan dua tempat lainnya yaitu kantor pusat PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Kantor PT Haleyora Powerindo.
“Dalam penggeledahan di tiga tempat yang berada di Jakarta tersebut kami tim penyidik dari Kejati Kalteng didampingi Tim dari Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung,” ungkap Douglas kepada Independensi.com, Selasa (28/11/2023).
Dia menyebutkan penggeledahan tersebut dilakukan berdasarkan surat perintah Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah Undang Mugopal Nomor : PRIN-01-O.2/Fd.1/11/2023 tanggal 27 November 2023.
Adapun, tuturnya, tempat yang digeledah di Kementerian ESDM yaitu di ruangan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) dan di kantor pusat PT PLN yaitu di bagian pengadaan batubara
Dia mengatakan dari hasil penggeledahan pihaknya berhasil mengamankan sejumlah dokumen penting terkait kasus tersebut. “Antara lain menyangkut kontrak jual beli batubara, dokumen pengadaan dan lain-lainnya,” tuturnya.
Sedangkan modusnya, ungkap Douglas, yaitu batubara yang dipasok dari para pemasok di Kalimantan Tengah untuk PLTU Rembang diduga tidak sesuai yang dipersyaratkan yaitu mutu atau kualitas kalorinya lebih rendah.
“Tapi pemasoknya tetap dibayar dengan harga seolah-olah batubara tersebut sesuai kalori yang dipersyaratkan. Sehingga ada selisih harga yang diduga sebagai kerugian negara,” ucapnya.
Dia mengakui sejauh ini pihaknya belum menetapkan tersangka karena masih menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari BPKP. “Tapi berdasarkan perhitungan sementara dugaan kerugian negara antara Rp5 miliar hingga Rp6 miliar dari satu perusahaan saja,” ungkap mantan Kajari Indramayu ini.(muj)