Janggal, Status Tersangka Prof Antara Ditetapkan Sebelum Hasil Audit Keluar

Loading

Denpasar (Independensi.com) – Kesaksian Adi Panca Saputra, Pegawai honorer di Unit Sumber Daya Informasi (USDI) bidang IT yang membuat website pendaftaran calon mahasiswa baru Universitas Udayana (Unud) untuk Jalur Mandiri yang menyatakan bahwa dirinya tidak pernah dimintai keterangannya oleh sebuah auditor publik yang dimaksud. Namun faktanya justru pihak penyidik Kejaksaan lah yang mengajukan beberapa pertanyaan kepada dirinya. Hal itu berkenaan dengan ditemukannya sebuah dokumen Permintaan Keterangan yang seolah-olah auditor publik sudah melakukan serangkaian pertanyaan kepada Panca padahal kenyataannya tidak.

Hal itu diungkapkan Adi Panca Saputra, pegawai honorer di Unit Sumber Daya Informasi (USDI) Universitas Udayana (Unud) saat didengar terkait simulasinya sebagai saksi dengan terdakwa mantan Rektor Unud Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara M.Eng di Pengadilan Tipikor di Denpasar, Kamis (11/1/2024).

Kuasa hukum Prof. Antara, Gede Pasek Suardika (GPS) memastikan bahwa hasil audit investigatif dari auditor publik yang di order Jaksa adalah penuh rekayasa dan cenderung ‘abal-abal’.

“Bagaimana mungkin Panca seolah-olah dimintai keterangannya oleh auditor akan tetapi justru malah Jaksa yang melakukan namun hasilnya dikeluarkan dengan memakai kop surat kantor akuntan publik,” terang GPS kesal.

Bahkan lucunya, lanjut GPS, status Tersangka Prof. Antara ditetapkan sebelum hasil audit investigatif dilakukan dan keluar beberapa pekan kemudian.

“Mestinya pihak auditor tersebut dihadirkan di persidangan agar kita uji independensinya disini dibawah keterangan sumpah,” harap GPS.

Saksi lainnya yang menghadirkan ahli Hukum Administrasi Negara Dr. Chairul Huda, S.H., M.H. dari Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin yang menerangkan bahwa jikalau berkenaan dengan Surat Keputusan (SK) Rektor, maka apabila sah atau tidaknya keputusan itu seharusnya pengujiannya harus melalui Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) bukan ke Pengadilan Tipikor.

“Jadi apabila dianggap suatu SK bermasalah dan dianggap sebagai suatu sebuah keputusan (beschkking) maka pengujiannya melalui TUN. Tetapi kalau dianggap sebagai aturan (regeling) maka diujinya di Mahkamah Agung (MA),” pungkas GPS. (hd)