Pariwisata Bali Rapuh dan Belum Miliki “Blue print” Pariwisata yang Jelas & Terukur

Loading

Denpasar (Independensi.com) – Hegemoni sektor pariwisata Bali yang terlihat sedemikian kokoh diluar ternyata menyimpan kerapuhan yang begitu fundamental sebab ternyata pariwisata Bali selama ini belum memiliki arah dan cetak biru (blue print) yang jelas dan terukur, bahkan selama ini lebih banyak dijalankan oleh para pelaku pariwisata tanpa banyak keterlibatan dari pemerintah.

Calon Gubernur Bali Made Muliawan Arya (De Gadjah) mengingatkan agar pariwisata Bali agar segera memiliki “blueprint”. Pasalnya hingga saat ini pariwisata Bali belum memiliki arah, dan kebijakan yang terukur. Bahkan selama ini lebih banyak dijalankan oleh para pelaku pariwisata tanpa banyak keterlibatan dari pemerintah.

Hal ini dikemukakan oleh De Gadjah didampingi calon Wakil Gubernur Bali I Putu Agus Suradnyana saat mengikuti ‘hearing’ bersama insan pariwisata Bali yang diinisiasi Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali (Bali Tourism Board/BTB), Jumat (25/10/2024), di Jimbaran Grand Ballroom.

Blue print adalah sebuah rancangan yang dirumuskan dengan tujuan memberikan arahan terhadap kegiatan organisasi/ komunitas/lembaga secara berkesinambungan sehingga setiap kegiatan memiliki kebersesuaian dengan tuntutan, tantangan, dan kebutuhan lingkungan sekitar.

“Kami mengingatkan kedepan, agar pariwisata Bali segera memiliki sebuah “blueprint” yang jelas. Pasalnya hingga saat ini pariwisata Bali belum memiliki arah, dan selama ini lebih banyak dijalankan oleh para pelaku pariwisata tanpa banyak keterlibatan dari pemerintah,” kata De Gadjah.

Dengan kata lain Pasangan Mulia-PAS ini mengibaratkan bahwa sektor pariwisata Bali selama ini berjalan dengan pola “auto pilot” tanpa regulasi yang tegas dan arah kebijakan yang jelas. Kondisi ini, menyebabkan pembangunan pariwisata Bali menjadi tidak terkontrol dan mengabaikan dampak jangka panjang pada lingkungan, budaya, dan masyarakat lokal.

De Gadjah menyoroti bahwa pariwisata Bali terus berkembang tanpa pengelolaan yang terstruktur, sehingga banyak akomodasi berdiri secara sporadis dan sering kali di luar kendali pemerintah. “Bali membutuhkan regulasi yang tegas, yang tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi tetapi juga melindungi keunikan dan kearifan lokal yang dimiliki,” ujarnya. Ia pun menambahkan bahwa tanpa panduan yang jelas, Bali berisiko kehilangan daya tarik budaya dan alami yang selama ini menjadi kekuatannya.

I Putu Agus Suradnyana menambahkan bahwa permasalahan infrastruktur juga menjadi bagian dari tantangan “auto pilot” ini. “Infrastruktur yang tidak merata, terutama di wilayah Bali Utara yang masih sulit diakses, menjadi tantangan besar. Kami ingin mengakhiri pola auto pilot ini dengan pembangunan infrastruktur yang terencana dan merata,” kata Agus Suradnyana.

Menurutnya, kebutuhan akan infrastruktur yang ramah lingkungan harus diimbangi dengan kebijakan yang mempertimbangkan distribusi ekonomi untuk seluruh wilayah Bali, bukan hanya di pusat-pusat pariwisata.

Sebagai solusi untuk mengakhiri pola pengelolaan autopilot ini, Mulia-PAS menawarkan visi Bali Dwipa Jaya yang memprioritaskan keseimbangan antara manusia, alam, dan budaya melalui prinsip Tri Hita Karana. Program-program yang diusung mencakup pengembangan infrastruktur ramah lingkungan, digitalisasi sistem pariwisata, serta pembatasan investasi asing untuk menjaga keberlanjutan Bali.

Mulia-PAS juga berkomitmen untuk membangun platform aplikasi pariwisata yang memungkinkan pengawasan dan kontrol lebih terarah terhadap jumlah dan pergerakan wisatawan, sehingga dapat mencegah kepadatan berlebih di destinasi tertentu. Program ini diharapkan mampu mendorong Bali keluar dari pola “autopilot” menuju manajemen pariwisata yang lebih berkelanjutan.

Tidak hanya fokus pada aspek wisatawan, Mulia-PAS juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat lokal melalui bantuan bagi UMKM dan desa adat yang menjadi penopang ekonomi Bali. Mereka mengusulkan insentif bagi desa adat untuk mendukung ekonomi berbasis komunitas dan program beasiswa pendidikan pariwisata bagi mahasiswa Bali. “Kami ingin memberdayakan masyarakat Bali, sehingga mereka tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga turut berperan aktif dan mendapatkan manfaat langsung dari pariwisata,” ujar Agus Suradnyana.

Mulia-PAS juga menegaskan bahwa sektor lingkungan tidak boleh lagi dianggap sebagai beban, tetapi harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan pariwisata Bali. Untuk itu, mereka merencanakan pembangunan fasilitas pengolahan sampah dan pengelolaan air bersih yang lebih efisien, dengan harapan menjaga Bali tetap bersih dan hijau di tengah lonjakan kunjungan wisatawan. (hd)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *