JAKARTA (Independensi.com) – Dalam sebuah acara yang digelar baru-baru ini, para arsitek Jakarta berkumpul untuk mendiskusikan pentingnya kemitraan yang sejajar dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam upaya membentuk tata kota yang lebih humanis dan berstandar global. Acara ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk calon Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jakarta, Teguh Aryanto, yang menekankan esensi dari kolaborasi ini.
Teguh, yang akrab disapa Gigo, membuka diskusi dengan pernyataan tegas bahwa asosiasi arsitek harus dapat memberikan kritik dan masukan kepada pemerintah. “Kemitraan yang terjalin harus sejajar; kami ingin memastikan arsitek di Jakarta dapat menjalankan profesinya dengan mudah, terutama dalam aspek administrasi dan legalitas,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa fokus utama arsitek seharusnya adalah menciptakan karya yang terbaik untuk kota.
Banyak arsitek di Jakarta menghadapi berbagai tantangan dalam proses desain yang melibatkan legalitas dan administrasi, yang sering kali menghambat kreativitas. Teguh berharap agar proses-proses ini dapat disederhanakan, sehingga para arsitek dapat lebih fokus pada inovasi dan desain tanpa harus terjebak dalam birokrasi yang rumit.
Aswin Griksa, Arsitek dan Direktur PT. Griksa Cipta, yang turut menjadi narasumber, menggarisbawahi bahwa Jakarta merupakan pusat berbagai masalah kompleks yang dapat memberikan solusi bagi daerah lain di Indonesia. “Jika IAI Jakarta mampu mengatasi isu-isu ini, maka asosiasi di wilayah lain akan mengikuti langkah kami,” katanya. Menurut Aswin, kemitraan yang baik antara arsitek dan pemerintah dapat menghasilkan solusi yang efektif untuk tantangan pembangunan kota.
Terkait topik remunerasi dan honorarium profesi arsitek, Aswin juga menekankan perlunya pengkajian yang cermat. Ia mengingatkan bahwa pemerintah telah mengatur hal ini dalam Permen PUPR No. 22/2018. “Kami tidak ingin adanya tumpang tindih kebijakan. Ketua IAI Jakarta yang baru diharapkan dapat melakukan penitrasi yang lebih aktif ke pemerintah daerah agar pengajuan remunerasi ini selaras dan harmonis,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, arsitek Yasir Ronny menambahkan bahwa sebelum IAI Jakarta mengajukan perubahan remunerasi, ada tiga aspek penting yang perlu dipertimbangkan. Pertama adalah kualitas kompetensi arsitek, kedua pengalaman dan lama berprofesi, serta ketiga penghargaan yang diperoleh, baik dari lomba-lomba maupun dari institusi. “Ketiga faktor ini akan menjadi dasar dalam menentukan nilai remunerasi antara satu arsitek dengan yang lainnya,” jelasnya.
Yasir juga menegaskan bahwa Jakarta membutuhkan sosok Ketua IAI yang berani berinovasi dan mampu membantu arsitek menjalankan profesi mereka dengan lebih baik. “Ini sangat penting untuk mendukung program pembangunan perumahan rakyat yang menjadi salah satu prioritas pemerintahan saat ini,” ujarnya.
Dengan semangat kolaborasi dan tekad untuk berinovasi, para arsitek di Jakarta berharap dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam pembangunan kota. Mereka percaya bahwa melalui kemitraan yang kuat dengan pemerintah, Jakarta dapat menjadi contoh tata kota yang tidak hanya modern, tetapi juga humanis dan berkelanjutan.