JAKARTA (Independensi.com) – Sejarah adalah cermin yang memantulkan jati diri sebuah bangsa, dan memahami sejarah secara mendalam adalah kunci untuk menatap masa depan dengan lebih bijaksana. Dengan visi ini, Heru B. Wasesa, M.Si. Han, bersama timnya yang terdiri dari Munatshir, Kayana, dan Mira Sari, memulai misi ambisius: menggali sejarah Nusantara dari perspektif kolonial.
Langkah ini diambil dengan keyakinan bahwa memahami sejarah tidak cukup hanya dari sudut pandang bangsa sendiri, tetapi juga memerlukan pembandingan dengan versi yang ditulis oleh penjajah. Untuk itu, Heru dan tim melakukan perjalanan ke sejumlah negara Eropa yang memiliki keterkaitan erat dengan sejarah kolonialisme Nusantara, seperti Belanda, Portugal, Spanyol, dan Inggris.
Misi Eropa: Bertemu Ahli dan Menelusuri Arsip Kolonial
Salah satu pertemuan penting dalam misi ini adalah dengan Profesor Henk Schulte, seorang pakar sejarah Nusantara dan Asia Tenggara dari Universitas Leiden, Belanda. Dalam diskusi intensif tersebut, tim Heru berdialog tentang perbedaan narasi sejarah antara versi Nusantara dan kolonial.
Menurut Heru, pendekatan ini bertujuan untuk mencari kebenaran sejarah, bukan untuk menentukan siapa yang benar atau salah. “Sejarah adalah tentang fakta, bukan interpretasi yang dimanipulasi. Dengan membandingkan dua versi, kita bisa mengidentifikasi bias dan menemukan gambaran yang lebih utuh,” ujar Heru.
Tim ini juga menyelami arsip-arsip sejarah yang tersimpan di berbagai museum dan institusi akademik Eropa, termasuk National Archives di Inggris dan Torre do Tombo di Portugal. Mereka meneliti dokumen-dokumen penting yang mencatat interaksi antara bangsa Nusantara dan penjajah, dari perdagangan rempah hingga peperangan.
Mengupas Akar Budaya Negatif yang Terwariskan
Selain mencari fakta sejarah, Heru dan tim memiliki misi yang lebih besar: menemukan akar budaya negatif yang diwarisi dari masa kolonial. Salah satu fokus mereka adalah budaya korupsi, yang diyakini telah tertanam sejak era kolonialisme.
“Banyak kebiasaan buruk yang kita anggap bawaan dari budaya Nusantara sebenarnya memiliki akar di masa kolonial. Sistem birokrasi yang digunakan penjajah, misalnya, sering kali penuh manipulasi untuk kepentingan penguasa. Kita perlu memahami ini agar bisa memutus rantainya,” kata Heru.
Dengan kolaborasi bersama para sejarawan Eropa, tim ini berharap dapat menghasilkan kajian mendalam yang mampu memberikan perspektif baru. Kajian ini tidak hanya ditujukan untuk meluruskan kesalahan sejarah, tetapi juga untuk membantu masyarakat Indonesia memahami bagaimana budaya negatif terbentuk dan bagaimana mengatasinya.
Dampak yang Diharapkan untuk Indonesia
Dalam jangka panjang, Heru berharap penelitian ini dapat memberikan kontribusi nyata bagi masa depan Indonesia. Dengan memahami sejarah secara mendalam dan obyektif, bangsa ini diharapkan mampu menata ulang jati dirinya, mengatasi warisan buruk masa lalu, dan membangun masa depan yang lebih cerah.
“Masa depan yang lebih baik hanya bisa diraih jika kita benar-benar memahami masa lalu kita. Dan itu tidak mungkin tanpa keberanian untuk melihat sejarah dari berbagai sudut pandang,” pungkas Heru.
Melalui upaya ini, Heru dan timnya bukan hanya berusaha mengungkap fakta sejarah, tetapi juga membuka jalan menuju pemahaman yang lebih mendalam tentang identitas bangsa. Sebuah langkah kecil yang memiliki potensi besar untuk perubahan.