JAKARTA (IndependensI.com) – Saat ini tentunya sangat penting bagi civitas acamedika dan dunia kampus untuk tidak lagi mengabaikan adanya potensi paham intoleransi dan radikalisme yang mudah menyusup dan menginfiltrasi mahasiswa. Apalagi jika paham tersebut dibungkus dengan berbagai aktivitas yang ada di kampus.
Pencegahan tentunya menjadi sangat penting dilakukan untuk menjaga lingkungan pendidikan utamanya di lingkngan kampus, agar terhindar dari penyebaran paham intoleransi dan radikalisme.
Guru Besar Bidang Psikologi Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Dr H Achmad Mubarok, MA, mengatakan bahwa sesungguhnya ideologi internasionalisme semacam khilafah itu sangat mudah masuk ke kalangan mahasiswa. Hal ini dikarenakan kurang dalamnya para mahasiswa itu dalam mempelajari ilmu agama.
Dan untuk mengatasi hal tersebut khususnya kepada generasi muda mahasiswa adalah dengan cara memperbanyak diskusi terbuka dan seminar-seminar yang lalu dimuat di media massa.
“Nah tentunya dari situ nantinya akan keliatan sendiri karena khilafah versi mereka (kelompok penyebar paham intoleransi dan radikalisme) itu sebenarnya bukan konsep Islam, melainkan konsep khilafah politik,” ujar Achmad Mubarok di Jakarta, Rabu (23/9/2020).
Karena menurut pria kelahiran Purwokerto, 15 Desember 1945 tersebut sesungguhnya konsep khilafah yang diusung oleh kelompok-kelompok tersebut bukanlah konsep khilafah yang berasal dari Al Quran. Karena konsep khilafah yang ada di Al Quran adalah khilafatullah fil ardh, yang mana ’manusia adalah wakil Allah di muka bumi yang berkewajiban untuk membumikan nilai-nilai kebenaran’.
“Nah itu khilafatullah sesungguhnya, bukan khilafah politik. Dan khilafah politik sebetulnya muncul karena adanya kekecewaan masyarakat terhadap pemerintahan yang ada,” tutur mantan anggota MPR RI periode 1999-2004 tersebut.
Achmad Mubarok melanjutkan bahwa sebetulnya ideologi khilafah berasal dari kekecewaan politik di Timur Tengah yang kemudian menyebar keluar ke berbagai negara. Tapi menurutnya ideologi khilafah itu sendiri sebetulnya adalah utopia yang sulit terjadi, yang mana sesungguhnya juga tidak perlu ditanggapi serius karena tidak mungkin berdiri.
“Itu adalah utopia, mimpi. Mereka yang menyebarkan paham ini pada umumnya adalah orang yang tidak paham agama, atau orang yang tidak memiliki wawasan kebudayaan sehingga tidak bisa membedakan khalifatullah dengan khilafah politik,” terang Achmad.
Untuk itu, menurut mantan Ketua Dewan Juri Keluarga Sakinah Nasional ini bahwa masyarakat perlu untuk diajak belajar dan berpikiran terbuka terkait dengan adanya ideologi khilafah tersebut. Termasuk juga diskusi-diskusi bagi kalangan mahasiswa terkait hal ini juga harus dilakukan terbuka untuk membuka wawasan para mahasiswa tersebut.
“Jadi kalau dibicarakan terbuka justru hal ini tidak akan tumbuh, tetapi kalau dikejar-kejar itu justru akan tumbuh karena mereka merasa dizalimi,” ucapnya.
Generasi muda khususnya para mahasiswa menurut Achmad Mubarok juga perlu untuk memperbanyak wawasan-wawasan yang bernuansa amaliyah sebagai upaya untuk membentengi diri dari pengaruh ajaran atau paham yang menyesatkan.
“Jika banyak wawasannya dan beramaliyah maka kemudian tidak akan mudah terjerumus kepada pemahaman ruang yang sempit yang dapat mengarah kepada intoleransi dan radikalisme. Ini juga sebagai upaya agar paham-paham tersebut juga tidak tumbuh di lingkungan kampus,” katanya mengakhiri.