JAKARTA (Independensi.com) – Pembentukan subholding di PT Pertamina menjadi sorotan banyak pihak. Pasalnya, dalam pembentukan subholding-subholding tersebut, Konsultan Pertamina yakni Price Waterhouse Coopers (PwC) tidak menjadikan UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai salah satu dasar/rujukan dalam memberikan pertimbangan mengenai pembentukan Subholding, khususnya Pasal 127 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Terkait hal itu, Pengamat Politik Anggaran Uchok Sky Khadafi mendesak agar PT Pertamina membatalkan pembentukan subholding-subholding tersebut.
“Kajian yang dibuat tidak cermat dan bertentangan dengan undang-undang,” kata Uchok kepada wartawan, Jumat (16/10/20).
“Pertamina harus segera membatalkan pembentukan subholding tersebut. Apapun alasan Pertamina, pembentukan subholding-subholding ini harus dibatalkan,” tambahnya.
Uchok mengungkapkan, tindakan Komisaris maupun Direksi yang tidak melakukan tahapan-tahapan pembentukan subholding sebagaimana ketentuan Pasal 127 UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, adalah tindakan perbuatan melawan hukum.
“Karenanya pembentukan subholding tersebut harus dibatalkan,” imbaunya.
Menurut Uchok, pembentukan subholding-subholding Pertamina ini melawan hukum.
“Dan adanya uang negara yang dipergunakan bukan hanya menghambur-hamburkan uang negara, tapi mengarah kepada potensi merugikan keuangan negara,” ujar Direktur Center for Budget Analysis (CBA) itu.
Oleh karena itu, Uchok meminta, Direksi Pertamina dan komisaris Pertamina, segera membatalkan pembentukan subholding tersebut.
“Kalau tidak dibatalkan, Kaki Publik dan CBA bisa membawa hal ini untuk diperiksa KPK,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menilai, banyak kontroversi dalam pembentukan subholding di Pertamina ini.
Bahkan Yusri mengungkapkan dirinya setuju jika ada yang menggugat Pertamina terkait pembentukan subholding tersebut.
“Nah itu, kalau digugat di pengadilan akan lebih terbuka, gapapa. Jadi nanti baik itu konsultannya maupun Pertamina akan menjelaskan di forum pengadilan itu,” terang Yusri.
“Saya pikir bagus aja. Nanti kalau dianggap kajiannya nggak maksimal kan ketauan, kalau gak digugat gak ketauan,” sambungnya.
Nantinya, kata Yusri, hakim bisa meminta apa dasar kajiannya sesuai dengan gugatan.
“Nanti akan dilihat dasar kajiannya, apakah kuat atau tidak,” tukasnya.
Menurut Yusri, adalah hak warga negara untuk mengajukan gugatan, apalagi jika ditemukan adanya pelanggaran dan perbuatan melawan hukum.
“Kan dasarnya melalui UU Perseroan Terbatas soal pembentukan subholding, nanti diuji aja di pengadilan, tidak apa. Tak boleh juga kita antipati atau skeptis. Mungkin juga penggugatnya punya dasar kuat dan hakim sepakat dengan mereka, ataupun kalau tidak, kita lihat saja,” ucapnya.
Sebelumnya, CBA dan KAKI Publik melayangkan somasi terbuka kepada Price Waterhouse Cooper (PWC), Menteri BUMN, Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero), dan Direksi PT Pertamina (Persero).
Somasi tersebut meminta agar dalam waktu 7 x 24 jam untuk:
1. Mencabut Keputusan Menteri BUMN Selaku Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Pertamina Nomor: SK-198/MBU/06/2020, tanggal 12 Juni 2020 Tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, Pengalihan Tugas dan Pengangkatan Anggota-Anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Pertamina;
2.Mencabut Surat Keputusan No. Kpts-18/C00000/2020-S0 Tentang Struktur Organisasi Dasar PT. Pertamina (Persero) tanggal 12 Juli 2020;
3. Mengembalikan Stuktur Organisasi PT. Pertamina seperti semula yaitu Direktorat Hulu, Direktorat Pengolahan, Direktorat Pemasaran Korporat, Direktorat Pemasaran Retail, Direktorat Keuangan, Direktorat SDM, Direktorat Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur, Direktorat Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia, Direktorat Perancanaan Investasi dan Manajemen Risiko dan Direktorat Manajemen Aset. (Ronald)