JAKARTA (Independensi.com) – Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin (27/11/2017) pagi, bergerak menguat sebesar 21 poin menjadi Rp13.490 dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp13.511 per dolar Amerika Serikat (AS).
“Dolar AS masih berada dalam area pelemahan, sebagian investor menanggapi negatif risalah pertemuan terakhir The Fed yang menunjukkan sikap ‘dovish’ terhadap kebijakan moneternya,” kata Analis Binaartha Sekuritas reza Priyambada di Jakarta, Senin.
Ia mengemukakan bahwa pelaku pasar menilai potensi kenaikan suku bunga Fed pada Desember memang cukup terbuka, namun kenaikan suku bunga pada 2018 mendatang masih diragukan mengingat inflasi Amerika Serikat masih cenderung mendatar.
“Kekhawatiran tentang inflasi Amerika Serikat mengisyaratkan kenaikan suku bunga pada 2018 tidak akan agresif,” katanya.
Ia menambahkan bahwa pergerakan dolar AS yang cenderung melemah di pasar global itu, memberikan kesempatan kepada rupiah untuk melanjutkan apresiasinya.
“Apalagi, kondisi ekonomi nasional relatif cukup kondusif meski dibayangi penerimaan negara yang masih di bawah target,” katanya.
Kepala riset monex Investindo futures Ariston Tjendra menambahkan bahwa perkembangan ekonomi di Eropa yang cukup positif turut mempengaruhi pergerakan mata uang di kawasan Asia, termasuk rupiah. Data iklim bisnis Jerman menunjukkan peningkatan dan mendorong kurs euro terapresiasi.
“Tidak hanya di Jerman tapi juga di Perancis dan negara Euro secara keseluruhan,” katanya.
Menurut dia, faktor dari Eropa serta belum adanya kepastian reformasi pajak di AS, serta risalah The Fed yang dovish membuat dolar AS cenderung mengalami pelemahan di pasar global. (Ant)