JAKARTA (Independensi.com) – Beberapa waktu lalu keong sawah atau tutut mendadak menjadi viral tatkala Mentan Amran Sulaiman menghimbau agar masyarakat mengonsumsi hewan lunak tersebut sebagai pengganti daging sapi yang harganya semakin tak terjangkau masyarakat.
Sejalan dengan itu komentar warganet seusai pernyataan Amran memenuhi media sosial Tanah Air. Di Twitter, keong sawah sempat menjadi trending topic. Warganet rata-rata mempertanyakan alasan di balik pernyataan tersebut.
Salah satunya ditulis akun Twitter @felixsiauw, “Daging mahal, makan keong sawah, logika seperti ini sangat berbahaya. Sebab kalau sudah ‘ngeles’ maka orang akan berhenti mencari solusi.”
Dari semua perdebatan dan kontroversi tersebut, lalu apa dan bagaimana sebenarnya keong sawah?
Dikutip dari akun Twitter @nrg07, menyebutkan secara teknis Mentan sebenarnya tengah mempromosikan ikan sebagai pengganti daging karena keong sawah (Pila ampullacea) adalah sejenis Mollusca dalam definisi Undang-Undang Perikanan.
Mollusca sendiri terdiri dari, kerang, tiram, cumi-cumi, gurita, siput, dan sebangsanya. UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, menyebutkan kerang, cumi, udang, keong sawah dan sebangsanya termasuk jenis ikan yang masuk dalam program pemerintah untuk menambah gizi masyarakat.
Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti dalam sebuah kesempatan menyampaikan dukungannya terhadap Mentan. Susi menandaskan keong sawah kaya nutrisi.
“Keong sawah nutrisinya sangat tinggi. Kandungan gizinya sangat bagus. Kandungan lemaknya juga rendah. Saya dari kecil suka sekali makan keong sawah, apalagi bisa diolah dengan berbagai macam bumbu. Bisa nambah makan sampai 5 kali kalau makan dengan keong sawah,” ucap Susi seperti dikutip dari laman Brilio.net, Senin (11/12/2017). (Berbagai sumber)