JAKARTA (Independensi.com) – Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap puluhan saksi dan ahli, Kejaksaan Agung akhirnya menetapkan satu tersangka berinisial IS dalam kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat di Paniai, Provinsi Papua tahun 2014.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Febrie Adriansyah mengatakan tersangka IS adalah seorang anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang sudah purnawirawan.
“Tersangka purnawirawan TNI dengan jabatan perwira penghubung,” tutur Febrie kepada wartawan di Gedung Pidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (1/4) malam sebelum meninggalkan kantor.
Dia lebih lanjut meminta menanyakan penanganan kasus dugaan pelanggaran HAM Berat di Paniai kepada Direktur Pelanggaran HAM Berat. “Tanyakan kepada Direktur Pelanggaran HAM Berat ya,” tutur mantan Kepala Kejaksaan Negeri Bandung ini.
Sementara itu Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan penetapan IS sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-01/A/Fh.1/04/2022 tanggal 1 April 2022 .
“Penetapan tersangka ditetapkan Jaksa Agung selaku penyidik sebagaimana diatur pasal 21 ayat (1) UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,” ungkapnya.
Kasus tersebut sebelumnya disidik tim jaksa penyidik Direktorat Pelanggaran HAM Berat pada JAM Pidsus berdasarkan Surat Perintah Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Print-79/A/JA/12/2021 tanggal 3 Desember 2021 dan Nomor: Print-19/A/Fh.1/02/2022 tanggal 4 Februari 2022.
Sumedana menyebutkan dalam penyidikan penyidik telah berhasil mengumpulkan alat bukti sesuai Pasal 183 jo 184 KUHAP. “Sehingga membuat terang adanya peristiwa pelanggaran HAM Berat di Paniai Tahun 2014. Berupa pembunuhan dan penganiayaan sebagaimana dimaksud pasal 9 huruf a dan h jo pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.”
Adapun peristiwa tersebut, tutur dia, terjadi karena tidak adanya pengendalian yang efektif dari komandan militer yang secara de yure atau de facto berada di bawah kekuasaan dan pengendaliannya.
“Serta tidak mencegah atau menghentikan perbuatan pasukannya dan juga tidak menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” ujarnya.
Dia mengungkapkan akibat kejadian tersebut jatuh korban sebanyak empat orang meninggal dunia dan 21 orang mengalami luka-luka. Sedangkan pasal yang disangkakan kepada tersangka IS ada dua pasal.
Pertama disangka melanggar pasal 42 ayat (1) jo Pasal 9 huruf a jo Pasal 7 huruf b dan yang kedua disangka melanggar pasal 40 jo. Pasal 9 huruf h jo. Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Sumedana menambahkan hingga saat ini saksi yang sudah diperiksa sebanyak 50 orang. “Terdiri dari unsur masyarakat sipil tujuh orang, unsur Kepolisian delapan belas orang, unsur TNI dua puluh lima orang serta ahli sebanyak enam orang.” (muj)