JAKARTA (Independensi.com) – Lei Huibin warganegara China tersangka kasus dugaan penggelapan pinang yang disidik Bareskrim Polri meminta perlindungan hukum dan sekaligus meminta Jaksa Agung Burhanudin untuk memeriksa pejabat di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara yang diduga melanggar prosedur dan kode etik.
Permintaan Lei Huibin disampaikan melalui pengacaranya Achmad Michdan dalam surat yang dikirim hari ini kepada Jaksa Agung serta JAM Pidum, Direktur Oharga pada JAM Pidum dan tembusan kepada JAM Pengawasan dan Hakim Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Masalahnya, ungkap Michdan, saat pihaknya sedang mempraperadilankan Bareskrim Polri melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tiba-tiba Kejati Sumatera Utara menyatakan berkas perkaranya lengkap atau P21 pada 21 Februari 2023.
“Ada apa Kejati Sumatera Utara dengan Bareskrim Polri. Kenapa juga Kejati tiba-tiba seperti potong kompas menyatakan berkas perkara klien P21,” kata Michdan kepada wartawan seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/2/2023).
Padahal, ungkap dia, yang melakukan penyidikan dan menetapkan kliennya sebagai tersangka dan melakukan penahanan adalah pihak Bareskrim Polri setelah mengambil alih dari Polres Binjai, Sumatera Utara.
Oleh Karena itu sepengetahuannya sesuai kesetaraan Bareskrim Polri koordinasinya dengan Kejaksaan Agung. “Bukan dengan Kejati Sumatera Utara,” katanya seraya menyebutkan juga adanya kejanggalan ditemuinya dari bukti-bukti tambahan yang diserahkan pihak Bareskrim hari ini.
Kejanggalannya, tutur dia, yaitu pada surat Direktur Tindak Pidana Umum (Tipidum) Bareskrim Polri kepada Kejati Sumatera Utara terkait pengiriman kembali berkas perkara atas nama tersangka Lei Huibin yaitu tertanggal 21 Februari 2023.
“Sementara surat balasan Kejati Sumatera Utara kepada Direktur Tipidum Bareskrim Polri yang menyatakan berkas perkara tersangka sudah lengkap ternyata tanggalnya sama 21 Februari 2023. Tentunya kejanggalan ini harus diperiksa, ” tuturnya.
Michdan juga mempertanyakan sikap penyidik yang menyampaikan pemberitahuan soal berkas perkara kliennya sudah P21 pada hari Sabtu (25/2/2023) atau hari libur. “Semestinya kan diserahkan pada hari kerja,” ujarnya seraya menyebutkan kliennya hari ini telah diterbangkan ke Medan dan lanjut dibawa ke Binjai.
“Tapi kami tetap berharap hakim mengabulkan permohonan kami dengan menyatakan kalau penetapan tersangka, penangkapan dan penahanan terhadap klien kami oleh Bareskrim Polri tidak sah.”
Alasannya karena Bareskrim saat menetapkan kliennya sebagai tersangka tidak didukung dua alat bukti yang sah. Selain tidak didahului dengan penyelidikan tapi langsung penyidikan.
Sedang alat bukti hanya berpijak pada Berita Acara Pengambilan Barang yang tidak sah. Padahal saat pengambilan barang kliennya berada di Jakarta. “Apalagi di Berita Acara Pengambilan Barang yang menandatangani penyerahan barang adalah Sutrisno yang bekerja sebagai Security PT Aroma Jaya Indonesia,” ujarnya.
Begitupun, tuturnya, alat bukti Kwitansi Pinang Riject tanggal 02/08 2021 tidak dapat membuktikan kliennya menerima uang hasil penjualan pinang. “Karena tidak ada nama pemohon, stempel, dan aliran dana ke pemohon,” tuturnya.
Dia menyebutkan tidak sahnya penetapan kliennya sebagai tersangka juga karena tidak ada BAP klarifikasi dan tidak ada BAP saksi pemohon sebagai terlapor atau tersangka.
Michdan menuturkan apa yang disampaikannya dalam permohonan praperadilan didukung ahli pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Dr Septa Chandra yang saat di persidangan mengatakan prosedur penyidikan tanpa didahului penyelidikan keliru dan cacat hukum.
Karena menurut ahli sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1982 tentang Hukum Acara Pidana dan peraturan perundang-undangan di bawahnya bahwa penyelidikan adalah keharusan.(muj)