JAKARTA (Independensi.com) -Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) bersama Ekomarin yang tergabung dalam Tim Advokasi Masyarakat Perairan Anti Racun (Tim TAMPAR) melayangkan gugatan ke Pemerintah Jepang melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan ini diajukan pasca somasi yang dilayangkan oleh tim Tampar sebanyak 3 (tiga) kali kepada Pemerintah Jepang tidak mendapatkan tanggapan dan itikad baik untuk melaksanakan permintaan.
“Gugatan ini didasarkan pada tindakan Pemerintah Jepang yang membuang limbah nuklir ke laut akibat ledakan reaktor nuklir di PLTN Fukushima,” ungkap Sekjen PBHI Gina Sabrina melalui keterangan tertulis, Kamis (22/2/2024). Dari catatan yang ada, Pemerintah Jepang terhitung telah tiga kali melakukan pembuangan ini yakni pada 23 Agustus 2023, 5 Oktober-27 Oktober 2023 dan Agustus-November 2023.
Gina menambahkan, gelombang keempat pembuangan limbah ini direncanakan akan dilakukan pada Maret 2024 dengan volume sejumlah 31.200 metrik ton. Pembuangan limbah nuklir Fukushima masih akan terus berjalan karena total terdapat 1,34 juta metrik ton air limbah nuklir Fukushima radioaktif yang tersimpan di sekitar 1.000 tangki
Adapun alasan yang mendasari gugatan tim Tampar antara lain, tindakan pembuangan limbah nuklir oleh Pemerintah Jepang yang berdampak secara langsung pada ekosistem lingkungan hidup Indonesia. “Teknologi sistem pemrosesan cairan canggih yang diklaim diragukan kemampuannya untuk menghilangkan konsentrasi radioaktif tritirum/karbon-14. Kontaminasi limbah ini akan berdampak pada produk perikanan laut termasuk sumber daya ikan yang bermigrasi jauh dan berdampak pada kesehatan manusia yang mengkonsumsinya,” ujar Koordinator Nasional Ekomarin, Marthin Hadiwinata.
Selain itu, Pemerintah Jepang melakukan berbagai pelanggaran terhadap ketentuan hukum internasional, seperti: UNCLOS 1982, Convention on Nuclear Safety 1994 dengan tidak melaksanakan kewajiban untuk tidak menyebabkan kerusakan pencemaran terhadap negara lain. Tindakan pembuangan limbah yang tidak transparan, akuntabel dan demokratis tersebut secara nyata telah melanggar kewajiban prosedural yang diatur dalam Konvensi PBB UNCLOS dan Convention on Nuclear Safety 1994.
Kemudian, terdapat pelanggaran ketentuan hukum secara berlapis baik hukum domestik Jepang maupun hukum Indonesia oleh Pemerintah Jepang. Tindakan yang dilakukan dengan ketidakhati-hatian dan tanpa itikad baik tersebut merupakan tindakan unprosedural yang melanggar UU Jepang terkait Energi Atom. Pemerintah Jepang gagal memenuhi kewajibannya untuk mencegah bencana nuklir sejak dini dan memberikan informasi darurat tepat waktu setelahnya mengenai tindakan yang membahayakan kehidupan dan kesehatan masyarakat.
Mengenai pelanggaran ketentuan di Indoonesia adalah mengenai UU Kelautan dimana tindakan pembuangan limbah tersebut dapat diklasifikasikan sebagai pencemaran dan bencana kelautan yang berasal dari radiasi nuklir sesuai dengan Pasal 52 dan Pasal 53 UU Kelautan. Adanya kerugian yang nyata yang diterima oleh Pemerintah Indonesia dimana terdapat 173 jenis biota laut yang diimpor Indonesia dan dikonsumsi oleh masyarakat diduga kuat telah terkontaminasi zat radioaktif dari pembuangan limbah nuklir dan berdampak langsung pada kesehatan orang yang mengkonsumsinya.
Dalam gugatan ini timselaku Penggugat meminta hakim untuk secara tegas menyatakan pembuangan limbah nuklir oleh Pemerintah Jepang merupakan perbuatan melanggar hukum berbagai ketentuan hukum internasional, hukum domestik Negara Jepang dan hukum nasional di Indonesia. Selain itu tim Tampar juga meminta penghentian pembuangan limbah nuklir Fukushima di laut serta penghentian ekspor hasil laut dari perairan Jepang dan mengumumkan daftar restoran yang menggunakan hasil impor ikan laut dari perairan Jepang.
Terakhir, atas kerugian dan dampak yang timbul dari tindakan pembuangan limbah yang membahayakan kesehatan masyarakat Indonesia, tim Tampar meminta hakim untuk menghukum Pemerintah Jepang membayar kerugian sebesar Rp 1 Triliun.